I.
Bangun memunggungi matahari
Ketika kejora kian dekati sabit
Matamu masih sisakan lelah siang
Dan ruang hanya ada senyap
Daster bermotif batik pabrik
Berwarna luntur sebatas dengkul
mematut sejenak kenakan sandal
Perlahan berjingkat tinggalkan malas
Air kendi diendap semalam
Diteguk nikmat binar pandang
Merias wajah dan lembut kulit
dibilas sejuk air wudhu
Mematut kenakan mukena
Berhias dengan doa
Tadahkan wajah pada langit
Berdialog dengan hati
II.
Di pawon membuat unggun
Onggok kayu telo dan ranting
Sepanci air dijerang
Api meletik asap bergulung
Nasi sisa makan malam
Bawang, brambang, uyah dan penyedap
diulek dalam cobek
Digoreng ditambah kecap
Melintas ruang tengah buka pintu
bau obat nyamuk bakar dan dengkur
Kakak, adik, ayo bangun
Solat dan mandi siap-siap sekolah
Seragam rapi putih merah dan biru
Sarapan nasi goreng dan teh manis
salam dan salim cium tangan
Mencangking tas dan menuntut ilmu
III.
Matahari manjing di horizon
Kuningnya berbagi dengan langit
Harum seduhan secangkir kopi tumbuk
Leyeh-leyeh di kursi usang pandangi pagi
Menenteng sapu dan kain usang
Jendela yang pejam karena malam, dibuka
Pagi masuk dengan santun
Cahayanya sapa tiap ruang
Ruang tamu disapu hilanglah sepi
ruang tengah dilap tuntaskan malas
Kamar anak dirapikan datanglah ceria
Ketika telah usai semua lelah, rumahpun berseri
Sisa kopi diteguk, ah nikmat
Badan dihempas di kursi tua
Segenap keringat teteskan lelah
Mentari telah penuh, senyum pada dunia
IV.
Kamar mandi tempat meditasi
Lunturkan segala kedegilan
Menelisik tiap inci tubuh bugil
Mencari dan menghapus noda dan dosa
Menatap kaca menyisir rambut
Kenakan daster bertisik lembut
Telusuri tiap lekuk mematut
Ujung mata berhias kerut
Menuju dapur menjemput sarapan
Sisa nasi goreng untuk anak
Mengunyah perlahan nikmati suasana
Di luar burung bercakap dengan sisa embun
Pintu kamar utama terkuak
Melangkah perlahan dan menguap
Lalu berteriak parau "Ma, mana kopi?"
Matahari telah sepenggalah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi "BIDADARI PAGI" ini menghadirkan sebuah gambaran yang begitu nyata dan intim tentang rutinitas seorang perempuan di pagi hari. Setiap bait memotret aktivitas yang dilakukan dengan tenang, penuh pengabdian, dan kehangatan. Kehidupan rumah tangga dan peran sebagai ibu serta istri digambarkan dengan detail yang sederhana namun penuh makna.
BalasHapusBagian I mencerminkan momen-momen pribadi dan spiritual, ketika dia bangun dan memulai harinya dengan doa dan ketenangan. Bagian II kemudian membawa kita ke aktivitas di dapur, yang penuh dengan tugas-tugas harian, tetapi diselesaikan dengan kasih sayang untuk keluarga. Di bagian III, kesibukan merapikan rumah terjalin dengan kepuasan pribadi saat pagi menyapa. Akhirnya, di bagian IV, dia berinteraksi dengan suaminya, menutup hari pagi dengan kepuasan yang penuh saat matahari kian tinggi.
Puisi ini menonjolkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan tanggung jawab domestik, serta bagaimana rutinitas sehari-hari dapat memiliki keindahan dan kehangatan tersendiri. Ada aliran narasi yang halus di antara bait-baitnya, membawa pembaca untuk menikmati setiap detail kecil dari hari seorang "bidadari pagi."