Seperti tikus sawah membuat gorong-gorong di usus yang merana
Lalu mengisi dan memenuhi segenap sarang dengan udara kosong yang menyesakkan
Kemudian melepaskan semua cindil dari rahim yang membusung besar
Antri satu per satu keluar dan basah
Tergeletak di kehangatan liang yang kering
Lapar, haus, lemas, malas, itulah semua nama cindil berdasar urutan puting susu bunda
Semua berbaring menutup mata
Berpelukan dan berwarna merah muda durjana
Para cindil tenang mengulum mimpi
Bunda tikus keluar liang mencari makan Mengisi tetek agar penuh kembali
Dimakannya semua yang bisa dimakan
Kertas, kayu, beras, paha ayam, ekor kucing, tulang ikan, bahkan racun tikus dan dosa
Dengan perut gembul, bunda masuk ke liang kering
Dimana para cindil tergeletak
Sambil terlentang, dengan pentil susu bengkak seperti udun
Diraupnya semua cindil di atas perut dan dada
Berbarengan dengan rakus dan lahap mereka menyedot segenap saripati kehidupan
Minggu, 12 Mei 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...
Puisi ini menggambarkan rasa lapar dengan analogi yang kuat dan mendalam, menggunakan tikus sawah dan anak-anaknya (cindil) sebagai simbol. Lapar bukan hanya sekadar kebutuhan fisik, tetapi juga perasaan yang menyakitkan dan penuh ketegangan, digambarkan melalui visualisasi yang hidup dari proses makan dan menyusui.
BalasHapusKata-kata seperti "merana," "menyesakkan," dan "durjana" menambah suasana kelam dan intens, seolah-olah lapar ini tak hanya fisik tapi juga mental. Bunda tikus yang makan segala jenis benda, termasuk "racun tikus dan dosa," membawa unsur yang mengerikan, memperlihatkan sisi liar dan tak terkontrol dari rasa lapar.
Penggambaran para cindil dengan urutan nama yang mencerminkan keadaan fisik seperti "Lapar, haus, lemas, malas" juga menambah dimensi personifikasi yang menarik, memberikan sentuhan imajinatif yang memperkuat tema.
Apakah puisi ini juga berdasarkan khayalan atau ada inspirasi lain yang mendasarinya?