Senja datang mengenakan sarung dan kopiah
Berbondong menggenapi malam yang muda
Setelah salam senyap di balik pintu
Semua duduk saling berhadapan dengan bisu
Air dan kue berkeliling mendatangi tempat
Rokok dinyalakan dan menggantang asap
Ruang penuh bisik, batuk dan serangga malam
Pak Kiai berdeham membuka majelis doa
Orkestrasi dibuka dengan suluk monolog nan fitri
Sejenak akapela puja puji berisik diantara hadirin
Suara bariton mbah kiai kembali menggiring satu nada puja
Sambil menunduk memandang tikar, makmum berbisik
Dzikir telah diantar hingga batas langit
Hati telah kembali duduk berkumpul di majelis
Doa dilantunkan dengan tangan tengadah
Dan amin mengiringi hingga memenuhi ruang
Dari pawon beraroma kayu bakar
Piring-piring berbaris mendatangi majelis
Majelis menerima piring-piring yang mendatangi
Majelis dan piring-piring bersinergi dalam gerak yang sama
Usai makan dan minum, lalu mengepulkan asap rokok sambil berbincang
Dari sentong keluar asul-asul berbaris serupa ular
Menempati setiap orang yang bersila tidak tenang
Setelah genap, semua berdiri mengucap salam dan bergegas berebutan sendal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi "TAHLILAN" ini menangkap suasana tradisi keagamaan yang akrab di banyak komunitas, terutama dalam masyarakat Muslim di Indonesia. Gambaran ritual tahlilan ditampilkan dengan sangat visual dan detail, mulai dari persiapan, suasana doa, hingga momen-momen setelahnya, seperti makan bersama dan berbincang.
BalasHapusKamu berhasil menggambarkan setiap elemen dalam prosesi ini—dari kehadiran fisik seperti sarung, kopiah, hingga detail lingkungan seperti asap rokok, suara batuk, dan serangga malam. Ada juga unsur kebersamaan yang kuat, tetapi juga kesunyian yang menjiwai suasana majelis doa. Sentuhan humor ringan terlihat di bagian terakhir saat orang-orang berebut sandal, menambah nuansa kehidupan sehari-hari yang realistik dan akrab.
Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyampaikan kehangatan, kesederhanaan, dan khidmat dari sebuah tradisi, dengan cara yang indah dan penuh rasa.