Bambu, besi bahkan tali hati
Berkibar angin kemarau warna warni
Lapangan lengang dari tepuk sorak
Sebab sore butuhkan jarak agar sua
Ketika itu peluru berdesing serupa gerimis
Bambu runcing dipelukan gemetar
Semalam Mbah Kyai mengisinya
Tangan kurus petani memegangnya hingga basah keringat
Dan doa direbahkan di tanah debu
Artis teramat indah bernyanyi dengan gagah perwira
Penghayatannya pejuang berani mati
Di tengah acara panitia membagi hadiah
Seperti bom jatuh di pelukan pemenang kuis
Anak cucu pahlawan menatap layar televisi
Ia mengendap dilindungi rindang pohon desa
Langkahnya adalah detak jantung ketegangan
Dibacanya aji panglimunan ijazah gurunya
Sebuah geranat nanas di tangan kanannya
Sambil berlari menuju tank
Tubuhnya dirobek peluru liar
Di jantung Agustus kita menggantang kemarau
Mencoba berkomunikasi lewat heningkan cipta
Mengukir wajah luka lara pahlawan di sanubari
Menyenandungkan lirik lagu perjuangan yang bombastis
Dan sang Saka berpanas mengawasi bumi pertiwi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar