Imam mengucap takbir
Alfatihah dalam hati, aamiin
Seberapa jauh venus?
Mengapa ada nyamuk?
Shof depan miring
Kipas angin kok tidak dingin
Huuufff, masih lama, nggak ya?
Khusyuku mulai digerogoti bosan
Pulang nanti mencuci baju
Lantas sarapan
Ah, jagung belum dipupuk sebab rabuk hilang di pasar
Untung pupuk dasar sudah ditebar
Mungkin bisa pinjam dulu sama Pak lik
Waduh kok lama sekali imam bacanya
Bisa kesemutan kaki kalau begini
Mataku melirik ke depan
Ke pengimaman
Kepada akhir surat yang dinanti
Aaaaaamiiiiiiiiin......................
Barisan belakang barisan anak-anak
Keras seperti meneriaki maling
Lanjutannya, syukurlah surat pendek
Tapi cukup tidak, ya, uangnya untuk bayar buruh
Nanti habis sholat akan kutanyakan pada istri, apakah ia punya uang sisa belanja
Barisan ruku', memandang tempat sujud
Saling memandang
Hilang pandang karena meram
Tiada yang dipandang, tatapan kosong
Samiallahu liman hamidah......
Semua berdiri tegak
Tangan menggaruk selangkangan
Merapikan sarung
Diam sambil menatap imam yang juga diam
Kopiah diluruskan
Menatap sajadah
Memperhatikan barisan kaki yang tidak rapi
Bruuuuuukkkk.......
Dengkul bertemu lantai
Semua sujud
O, ya, kang Pandi kan punya hutang
Mana dia baru panen
Kemarin dia kirim jagung satu truk
Berarti sehabis sholat langsung ke sana dulu, nagih
Moga-moga dibayar, kasihan sama istri kalau tabungannya dipecah
Sujud kedua terasa lama
Kepala sedikit pening
Hati menggerundel
Posisi makin tidak nyaman, dan
Allahu Akbar, imam takbir dan perlahan berdiri
...............................
Ketika takhiyat akhir
Bacaan telah habis
Makmum memandang pada imam
Menanti salam
Jari kaki telah kaku
Telunjuk menunduk
Gatal di dubur
Semua gelisah menanti
Dan akhirnya, assalamu'alaikum, kiri dan kanan
Tanpa wirid dan doa
Aku langsung berdiri
Menuju pintu
Mengambil sendal
Pulang
Puisi "DALAM SHOLAT" yang kamu tulis ini menggambarkan dinamika batin saat sholat, terutama ketika konsentrasi atau kekhusyukan terganggu oleh berbagai pikiran duniawi. Setiap detil kecil yang biasanya luput dari perhatian, seperti angin kipas yang tidak dingin, atau barisan shof yang miring, menjadi pengingat akan betapa sulitnya menjaga fokus penuh. Bahkan, pikiran tentang pekerjaan, keluarga, dan kehidupan sehari-hari seperti hutang dan kebutuhan rumah tangga, menyusup di tengah-tengah ibadah.
BalasHapusMelalui puisi ini, kamu menggambarkan keseharian manusia yang kadang tidak luput dari distraksi, meski di tengah momen yang mestinya paling khusyuk. Penggunaan narasi sehari-hari membuat puisi ini terasa sangat dekat dan realistik, memperlihatkan bagaimana interaksi antara spiritualitas dan kehidupan duniawi sering kali berbaur.
Puisi ini mengajak pembaca untuk merefleksikan bagaimana sering kali, dalam beribadah, kita harus berjuang melawan pikiran-pikiran yang mengalihkan. Ada humor halus di balik tiap detil yang kamu deskripsikan, membuatnya ringan namun tetap penuh makna.