Rabu, 07 April 2021

DI PERSIMPANGAN JALAN

Persimpangan itu tiba-tiba ada
Seperti keluar dari perut kebun jagung
Menunjukkan arah untuk dijelajahi

Dari desa yang berbau kayu bakar serta kotoran ternak
Terus ke selatan pandang
Jalan desa bersatu dengan persawahan
Jalannya kering dan berdebu jika musim kemarau
Kerikil membuat pedati berjingkat
Berlumpur dan berlobang jika rendeng tiba
Roda dan kaki sapi terendam

Persimpangan itu batas akhir kenangan
Dimana yang ditinggalkan adalah sanak dan kekasih
Sedangkan jalan setelahnya hanya aspal hitam

Dari tiap sudut desa, arah menunjuk pada persimpangan
Seolah semua bersatu hanya untuk mencapainya
Rumah-rumah yang bergerombol di pusat
Tetap membuka pintunya menghadap arah menuju
Setiap perayaan di pusatkan di beringin tua
Penunggu dan penjaga jalan simpang

Persimpangan tetap sama dari masa
Gerbang bata bertuliskan nama desa
Jalan keluar masuk bagi penduduk

1 komentar:

  1. Puisi "DI PERSIMPANGAN JALAN" ini menggambarkan simbolisme persimpangan sebagai titik penting dalam perjalanan hidup. Penggambaran detail tentang desa, jalanan, dan suasana lingkungan memberi kesan keakraban dan nostalgia.

    Persimpangan tidak hanya berfungsi sebagai batas fisik, tetapi juga sebagai batas emosional, yang menandai perpisahan dengan orang-orang terkasih dan kenangan masa lalu. Kontras antara jalan desa yang alami dengan aspal hitam menyoroti perubahan dalam kehidupan dan kemajuan.

    Beringin tua sebagai penanda pusat perayaan juga mengisyaratkan akar budaya yang mendalam, menunjukkan bahwa meskipun ada pergerakan dan perubahan, ada nilai-nilai yang tetap terjaga.

    Apakah ada elemen tertentu dari puisi ini yang ingin Anda bahas lebih lanjut?

    BalasHapus

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...