Jumat, 13 April 2018

AKU DAN RUMAH KOST

(Terinspirasi dari novelnya H. Mahbub Junaedi)

Aku adalah seekor kucing. Kucing kampung biasa. Betina. Warnaku telon. Katanya warnaku mirip warna ibuku yang entah kemana setelah menyapih aku dan saudara-saudaraku. Sedang ayahku, aku tidak pernah mengetahuinya. Mungkin kucing garong belang coklat yang matanya picek, atau si pincang, kucing tetangga yang doyan mengawini setiap kucing betina yang birahi.

Aku kucing setengah umur dengan susu menggantung, karena sering menyusui anak-anakku yang kerap lahir akibat pergaulanku dengan kucing-kucing garong jantan yang tak terbatas.
Aku tinggal di pojokan, bawah tangga dari sebuah rumah kost yang penghuninya perempuan semua. "Istanaku" itu, jika malam hangat dan jika siang tidak panas, karena kain-kain gombal dan peralatan bersih-bersih seperti selang, sapu, lap pel ember, dan yang lainnya tersimpan rapi di bawah tangga dan menutupi sarang tempat tidurku, dan tempat melahirkan anak-anakku.

Kos-kosan majikanku, bisa dibilang majikan karena dia pemilik rumah kost ini dan aku tinggal di pojok rumahnya, terdiri dari dua tingkat dan berbentuk huruf U. Kamar-kamarnya selalu penuh terisi oleh para pelajar putri, mahasisiwi, karyawati yaitu para penyewa kamar. Mereka selalu baik padaku. Kadang mereka melempar makan untuk ku santap dan untuk dimakan oleh anak-anakku. Sebagai timbalbaliknya, aku selalu mengawasi dan menjaga kamar-kamar mereka dari gangguan kucing dan tikus yang banyak berkeliaran di sekitar rumah kost. Terutama pada pagi dan siang hari, ketika para penyewa kamar sedang malakukan kegiatannya. Biasanya, ketika rumah kost kosong, mulailah kucing garong, kucing kumel, kucing jorok dan kucing-kucing lainnya mendatangi rumah kost. Mereka mencari makanan sisa. Biasanya mereka pertama menyerbu tempat sampah.Sukur-sukur kalau masih ada makanan sisa atau makanan basi. Kadang mereka, para kucing itu, berkelahi dengan tikus-tikus warok yang tidak takut sama sekali dengan gerombolan kucing kurang gizi itu. Mereka berebut makanan.

Penghuni kost, karena semua wanita, mereka jika sedang ada di kost selalu ramai. Ada saja yang dibicarakan, digosipkan, diperhatikan. Mereka berkumpul disalah satu kamar kost, dengan berpakaian minim. Celana pendek dan baju kaos tanpa lengan. Biar nyaman katanya. Ada yang tiduran, ada yang duduk. Tapi kebanyakan main hp atau gadget lainnya sambil sebentar-sebentar berkomentar. O iya, mereka biasanya ngumpul sambil makan cemilan, sambil bertanya kepada temannya, "Beb aku sepertinya makin gemuk ya? kok pipiku chubby!!!, sambil tangannya dengan rajin masuk ke dalam bungkusan camilan yang berisi karbohidrat, garam dan vetsin.
Jadi kombinasi pakaian seksi, gadget dan camilan adalah seragam wajib malam hari.
Malam semakin beranjak tua, dan para gadis mulai mengantuk, lalu kembalilah mereka ke kamar masing-masing untuk merenda mimpi yang terputus tadi pagi.

Jika siang, biasanya aku leyeh-leyeh di ruang depan. Ruang tamu untuk para gadis kost. Ruang yang menjadi saksi kisah romansa para penghuni kost.
Ada kisah bahagia, ketika sang wanita di tembak pujaan hatinya dengan sekantong coklat impor.
Ada juga yang bersenda dengan kekasihnya sambil merenda masa depan.
Ada juga yang setiap bertemu saling memasang muka kencang. Marah. Kok bisanya ya menjalin hubungan dengan marah-marah.
Ada juga yang mengakhirinya dengan pernikahan dan boyong, pindah mengikuti suaminya.
Bahkan ada pasangan yang putus di bangku ruang ini.

Matahari siang biasanya bersinar terik. Karena sekarang adalah akhir musim hujan. Angin sepoi-sepoi melewati ruang tamu dengan nyaman, sehingga membuatku yang sedang memandangi taman kecil di sebelah ruang, jadi terkantuk dibelai sang angin.
Perut masih kenyang karena tadi pagi mendapat sisa mie ayam di tempat sampah.
Untuk soal makan memang di sini terjamin. Mereka cenderung membuang makan malamnya karena takut gemuk, tapi memakan kudapan kering dengan kalap dalam jumlah banyak.

Jika sedang santai, biasanya aku berpikir dan menanya dalam hati, siapakah ayahku? Apakah si pincang, atau si burik, atau si picek. Mereka semua adalah kucing garong jantan di daerahku. Ibuku sendiri tidak pernah memberitahu aku siapa yang menghamilinya sehingga terlahir anaknya, yaitu aku dan saudara-saudaraku.
Ibuku sendiri adalah kucing yang flamboyan (atau kucing lonte, ya?!?), banyak kucing garong jantan dikencaninya sehingga saking sering beranak, semua susunya jadi kendor, besar dan menggantung ke bawah. Dengan kata lain, sebagian kucing yang berada di daerah ini mempunyai pertalian darah dengan ku, terutama lewat jalur ibu.

Bila siang mulai condong menghadap asar, satu per satu pemilik kamar pulang dari kegiatannya. Setiap mereka datang, pintu gerbang selalu di buka lalu di tutup dan di  gembok. Kemudian mereka memarkir motornya dan melepas helm. Lalu dengan gontai mereka masuk ke kamar masing-masing. Pelan-pelan di setiap kamar mulai ada kehidupan. Suara-suara yang akrab di telinga mulai terdengar. Mereka ada yang mandi, ada yang langsung rebah di tempat tidur, ada yang main hp, ada yang makan snack. Kehidupan mulai merayap di rumah kost.

Mengenai makan, seperti sudah disinggung sedikit di atas, selain mencari di tempat sampah, kadang-kadang ada anak kost yang baik hati meberi dan melemparkan sisa makanan kepadaku. Selain itu juga, aku tetap berburu seperti cecurut, laron jika musim hujan, kupu-kupu, lipan. Beburu itu selain mendapat makanan, juga baik sebagai olahraga, untuk kesehatan tubuh, juga untuk mengasah instingku.
Sebenarnya tikus besar banyak di sana, karena rumah kost dekat dengan sawah. Tapi, aku takut memburu mereka, karena mereka sangat berani dan giginya tajam sekali. Tubuhnyapun besar mendekati  tingginya tubuhku. Jika mereka sedang mencari makan di tempat sampah, aku mengalah menunggu mereka berlalu dulu, baru aku mencari sisa makanan dari sisa-sisa makanan yang telah di makan oleh para tikus warok. Kadang-kadang aku memakan rumput. Untuk memperlancarkan pencernaan, kata ibuku dulu waktu mengajari aku keterampilan kaum kucing.


Selain gangguan dari tikus warok itu, kehidupan di rumah kosat sangat menyenangkan. Makanan berlimpah, sehingga aku dapat membesarkan anak-anakku dengan tenang dan nyaman. Juga banyaknya kucing pejantan yang datang mengajak aku kencan sambil mengharapkan mendapat bagian sisa makanan yang ada di tempat sampah. Hidup bagimana lagi yang engkau dustakan, teman?

Jika sedang tidak ada kegiatan, aku biasanya leyeh-leyeh. Selain di ruang tamu, biasanya di ujung gang dekat lemari es. Sambil menjilati seluruh buluku agar bersih dan terlihat cantik (agar bisa menarik bagi kucing garong jantan). Sayup-sayup dari kamar aku mendengar suara anak kost menggosip. Mereka biasanya membicarakan pria gebetan atau pacarnya. Mereka menilai fisik, pakaian, selera bahkan kebiasaan kecil mereka. Selain membicarakan laki-laki, mereka biasanya kuatir dengan tubuhnya. Takut gemuklah, takut bunderlah mukanya, sambil makan makanan kecil. Mereka juga kadang saling tukar informasi mengenai makanan yang enak di seputaran kota. Tempat membeli aksesori yang bagus dan murah. Salon yang baik. Perawatan tubuh yang terjangkau. Dan sedikit tentang pelajaran beban pekerjaan.

Malam menggantung di langit. Suara suara nokturnal mulai menghiasi bulan sabit nun di atas. Dari kamar terdengar samar-samar suara player mp3 melantunkan lagu-lagu kekinian mengantar lelap para penghuni rumah kost. 

Aku menggeliat membuang semua malas lalu menjilati seluruh tubuhku. Mempercantik diri. Malam ini aku harus mendapatkan kencan yang mengasyikkan. Menonton para pejantan berkelahi sambil mengeluarkan suara-suara sengau (yang menurutku seksi) untuk memperebutkan cintaku. Ah, asyik. Dan pemenangnya akan kuajak bercengkrama di lantai atas. Sebelumnya kuajak dinner dulu di tempat sampah depan rumah.

Beberapa bulan kemudian aku melahirkan kucing-kucing kecil dan lemah hasil cintaku dengan kucing garong pilihanku. Susuku kembali ngelembreh dan tubuhku kurus karena kurang makan dan susuku selalu disedot. Buluku brodol karena kurang perawatan. Anak-anakku cepat besar, cepat belajar dan cepat kutinggal untuk mandiri. Setelah anak-anak kucing sialan itu pergi, kumulai lagi rutinitas sebagai kucing betina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...