Rumah bercat putih
Masih bertembok kenangan
Jendelanya menatap angin rindu
Desirnya kadang melenggang di tingkap
Ditingkahi kicau genit prenjak
Daunpun berguguran
Seperti selendang bidadari
Berserakan di hamparan senja
Rumah bercat putih
Berpagar kayu mahoni
Dimana beranda hati berteduh
Ditimpali wangi bunga kenanga
Meja kursi rotan memberi aksen
Tempat sore terhidang
Dengan secangkir kopi panas
Serta obrolan sebagai kudapan
Rumah bercat putih
Seruas umur kita habiskan
Jejak cinta telah berdebu
Berdegup di tiap ruang sepi
Segenap sesal dan haru
Tumpah ruah air mata
Luka pada cabikan papan mengelupas
Di punggungnya tertulis "Rumah dijual"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi "RUMAH DIJUAL" yang kamu tulis sangat menyentuh! Gambaran tentang rumah bercat putih dan semua kenangan yang terikat di dalamnya benar-benar terasa. Elemen-elemen seperti jendela, pagar kayu mahoni, dan suasana sore memberikan nuansa nostalgia yang kuat.
BalasHapusJika kamu ingin mengembangkan tema atau menyampaikan pesan tertentu lebih dalam, mungkin bisa menambahkan lebih banyak elemen tentang bagaimana perasaan saat harus merelakan rumah itu. Apa kamu ada rencana untuk melanjutkan puisi ini atau mungkin membuat puisi lain yang terinspirasi dari pengalaman serupa?