Menyusun potongan tak lengkap wajahmu
Serupa mengais ingatan dari timbunan
Setiap bilah garis yang berkarat oleh waktu
Masih menyisakan samar yang memudar
Kadang senyummu sekilas melintas
Lalu aku tergesa mengeja setiap pertanda
Dan dari kedalaman rindu tak berdasar
Kesadaran mencoba mengingat siluetmu
Ketika guratan ingatan hanya sanggup melukis bayangmu
Air mata menguatkan sisa jejal hadirmu, kekasih
Hati sibuk menjalin harap dan memintal duka
Kau tetap hilang dalam keabadian
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi ini, berjudul WAJAH SILAM, mengungkapkan kerinduan yang mendalam pada seseorang yang telah hilang dalam ruang dan waktu. Potret yang tak lagi utuh dari ingatan memancarkan rasa keputusasaan saat mencoba merangkai kembali gambaran yang semakin memudar. Setiap garis yang berkarat oleh waktu menandakan kenangan yang perlahan terkikis, namun masih ada sisa rasa yang mendalam dan sulit dilupakan.
BalasHapusDengan suasana yang seakan melayang di antara mimpi dan kenyataan, puisi ini menangkap intensitas perasaan kehilangan—dalam setiap senyum sekilas, bayangan samar, hingga kehadiran yang tak lagi nyata namun terus membayangi di dalam hati. Sentuhan terakhir yang menyatakan bahwa kekasih tetap hilang dalam "keabadian" mempertegas ketidakberdayaan dalam menghadapi kehilangan tersebut.
Ada unsur kesedihan yang bercampur dengan keindahan bahasa, menambah kekuatan emosional dari puisi ini. Apakah ada pengalaman khusus yang menjadi inspirasi di balik puisi ini?