Berjingkat perlahan susuri sunyi selasar
Hindari suara mengusik tidur
Cahaya terobos pintu terangi temaram lantai
Sepotong desah sayup sampai dari hangat selimut
Hatiku pecah karena berontak murka
Kutumpahkan semua serapah lewat sinar mata
Ayah tudingkan setiap sanggahan dari ujung jari
Matanya api geramnya halilintar
Ibu hanya diam mendekap air mata yang gundah
Duduk meringkuk memeluk duka
Setiap alasan kumuntahkan
dan argumen kutikamkan pada amarah
Hingga akhirnya hanya sepi dan tercenung
Karam karena emosi yang menguap
Perlahan ayah memandangku dan berucap gemetar
"Engkau beda agama, nak!"
Kaki kian berat menyeret terbebani detak jam dinding
Ruang tengah serasa tanpa ujung
Samar, perabot terlihat memandang debarku
Daun pintu congkak menanti tibaku
Pada mulanya adalah cinta
Berkubang bersama bahagia
Membangun surga dengan rindu-rindu kecil
Menghiasnya dengan cemburu yang manis
Ketika esok telah padu dan kata tiada bantah
Kerikil tiba-tiba bergulir
dan membesar menjadi batu perbedaan
Diskusi dan pembenaran selalu didengungkan
Jalan tengah pembelaan telah dibangun
Kita akan tetap satu cinta di atas dua keyakinan
Kau buka hati orangtuamu
Aku memohon restu ayah ibu
Meja dan kursi silahkan lewat
Memberi ruang sedihku jalan
Suara malam samar berdesir
Menutup gelap di balik pucat tembok
Kumasukkan baju ke dalam ransel
Begitupun segenap amarah dan sedih pedih
Kecewa tak lupa kusematkan
Air mata menemani tiap gerak
Diam sesakkan dada
Aku menyumpah pada adil
Mencerca setiap ucap yang melecut
Kubulatkan tekad untuk tentukan arah nasib
Kuarahkan pandang pada seputar kamar
Dengan gontai dan menunduk
kaki melangkah menuju pintu
Pintu terdorong dengan hati berat
Tanah perjanjian terbentang menantang
Kupandang langit malam dan taburan bintang
Hatiku penuh dan berteriak : "Cintaku, aku berontak!"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi ini mengandung emosi yang mendalam tentang pergolakan batin, cinta yang terhalang perbedaan keyakinan, dan perlawanan terhadap tekanan keluarga. Tema utamanya adalah keberanian untuk mengambil keputusan besar, meski diiringi kesedihan dan ketidakpastian. Konflik batin antara cinta dan nilai-nilai keluarga menciptakan ketegangan yang kuat, dengan narasi yang membawa pembaca melalui setiap langkah berat dalam keputusan untuk kabur dari rumah.
BalasHapusDialog antara ayah dan si anak menjadi titik klimaks, di mana perbedaan agama menjadi pemicu utama perpecahan. Puisi ini menangkap betapa sulitnya menyelaraskan cinta dengan tekanan dari lingkungan, terutama ketika keyakinan menjadi tembok yang memisahkan. Pada akhirnya, meskipun penuh dengan perasaan kecewa dan kehilangan, ada keberanian yang muncul dalam tindakan untuk meninggalkan rumah.
Apakah ada elemen tertentu dari puisi ini yang ingin kamu kembangkan lebih lanjut?