Minggu, 08 Desember 2019

LEBIH SATU LANGKAH

Langkah terseok lintasi jalan terik berbatu
Tubuh bungkuk menanggung beban usia
Mata tuanya menatap fatamorgana
Sedang matahari pancarkan silau
Tiada awan melepas sejuk menahan kilau

Sambil ayunkan langkah pikirnya berkelana
Mengenang semua jejak nasib
Terbayang pembunuhan pertamanya
Usianya tidak lebih lima belas putaran matahari

Malam mengendap sembunyi dalam gelap
Menanti nenek pulang shalat
Bayang tubuh menyatu dengan pelepah kurma
Sabar menanti rejeki menghampir

Dikejauhan terlihat bayangan bergelak
Perlahan mendekat
Dituntun sinar bulan separuh
Hati tegang wajah tertutup secarik kain

Di depan pintu
Mendadak menyergap dan teriak
"Serahkan harta!"
Nenek menjerit coba melawan
Pisau hujam dalam ke ringkih tubuh

Terkulai bermandi darah
Ditariknya cincin dan kalung
Dicarinya kantung uang
Lalu tinggalkan nenek terkapar
Dengan gesit lari berselimut gelap
Nenek kubunuh dengan tanganku

Hari berganti minggu
Berganti bulan
Berganti tahun
Jalan hitam ditempuhnya
Dosa direguknya

Rampok, todong, mencuri mata pencahariannya
Madat, candu, tuak makanannya
Judi hiburannya
Wanita di tiap perlintasan kekasihnya
Menumpahkan darah kebisaannya

Jika bosan pada kebebasan
Dirampoknya saudagar
Dilayangkan nyawa tiada dosa
Sambil sesumbar pada dunia

Penjara menjadi persinggahannya
Hotel dengan segala fasilitas. Gratis.
Dimana kedudukan diukur dengan keberanian
Kepemilikan atas dasar kekuatan

Penjara menjadi surganya
Berjudi dan mabuk hiburannya
Kamarnya sebagai tempat audiensi
Bagi pengecut dan penjilat
Jika birahi naik
Diselundupkan wanita malam oleh sipir
Atau memilih lelaki gemulai yang siap disodimi

Surga diletakkan dalam sel
Semua kemudahan tersedia
Setiap orang merunduk
Preman, pemerkosa, sipir bahkan tamu
Hanya satu yang menjadi akhir. Bosan

Matahari menukik ke barat
Bayangnya memanjang silam
Rambut telah perak
Usia tinggi tonggak
Tubuh telah lemah didera sakit

Kesadaran menyelinap
Sesal mengendap
Dicarinya penerangan
Pembasuhan luka sebab dosa
Sedangkan nyawa genap sembilan Sembilan
Menjadi tumbal tangan berlumur

Dengan tertatih
Membawa tubuh renta
Oleh tua dan penyakit
Dibimbing kesadaran diri
Mencari ampunan segala dosa melata
Didatanginya majelis tinggi ilmu
Tepat bersemayam segenap suci dan baik
Dimana kursinya memancarkan kemuliaan
Dan diduduki oleh pemegang segala benar

Didekatinya sangat ilmu
Ditanyakan tentang tumpah darah sembilan sembilan
Adakah ampunan untuk pelaku?

Dengan serapah dan nada tinggi sang ilmu menjawab
Tiada ampun atas dosa
Tiada maaf atas tumpah darah
Tiada surga bagi pendosa

Iapun bermata gelap
Putus asa pada fatwa
Habis sudah harap
Digenapinya dosa nestapa
Dicabik-cabik perut sangat ilmu
Darah memenuhi lantai
Tubuhpun rubuh
Genap seratus dosa tertulis

Ditinggalkannya kericuhan di majelis
Dibawanya tubuh renta menuju matahari
Pikiran kusut
Hasrat tetap ingin menghapus dosa
Kembali ke dalam fitri

Di tengah jalan
Menuju majelis guru suci yang lain
Tubuh terjatuh sebab sakit penyakit
Di antara sesal nyawa meregang
Meninggalkan fana

Penjaga surga dan neraka bersitegang
Merasa berhak atas pendosa
Hati tobat harga surga seratus harga neraka
Hingga terbit keributan di langit
Dan mengguncang singgasana di atas air

Para penjaga mendatangi Sang Pemutus
Mencari fatwa bagi jiwa yang berlumur
DiperintahNya untuk menghitung jarak
Antara ke seratus dan jasad
Antara jasad dan terminal tobat terakhir

Dengan teliti keduanya menghitung setiap langkah yang tertinggal
Dan segenap jarak yang tersisa
Hingga lebih satu langkah menuju ampunan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...