Selasa, 21 Januari 2020

SALAM MARYAM

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat

Jadilah kehendakMu di bumi adanya
Hamba bernazar bagi kandungan
Serahkan usianya bagi Bait Allah

Kanda anak kita telah lahir
Hati dan tubuhku cemas
Nazar telah lepas laksana kuda tanpa kekang
Bagaimana menggenapinya jika perempuan?

Tetapilah nazar, dik
Sebab hutang harus dibayar
Yang Maha Menggenapi tidak pernah menyia-nyiakan janji
Cepat berkemas dan berangkat menuju Bait

Dari lindungan teduh mihrab
Terdengar suara lembut membalas salam
Tertatih sedikit bungkuk mendatangi pintu
Wajahnya bijak dan sabar. Wibawa
Ia imam Bait

Suami menggenggam tangan dan menciumnya
Mengutarakan kedatangannya
Menggenapi nazar istri
Namun, qodar, hanya memberi bayi perempuan
Bagaimana engkau menghukumi?

Di samping mihrab wajah bijak
Dibangun kamar sederhana di Timur
Dengan tabir untuk melindungi
Bagi nazar bayi perempuan
Disana ia ruku dan sujud merenungi keindahan dan kesucianNya

Satu hari wajah bijak mendatangi kamar
Di sisi perempuan itu rejeki di talam perak
Dari manakah gerangan buah-buahan ini?
Dari Sang Maha Memberi Rejeki
Dan diantar oleh utusanNya mulia

Puji dan syukur dipanjatkan bagi Sang Raja
Sujud dan rukulah sebagai tandanya
Bersama orang-orang yang sujud dan ruku
Genapi dengan puasa dan zakat

Malam sepertiga bintang berkedip
Kudus menaunginya
Perempuan itu bermunajat
Merenungi keindahan Ilahiah

Selarik sinar menembus kelam langit tujuh
Memancar kecepatan cahaya
Sayup ribuan pasang sayap mengepak
Utusan menghampiri tempat sujud

Kekudusan surgawi memenuhi ruang
Perempuan itu takjub dan takut
Sosok wajah tampan mendatangi
Utusan dari Yang Maha

Sesungguhnya aku berlindung dari kau 
Agar jangan sampai berbuat buruk 
Jika memang engkau termasuk orang yang takut

Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci

Bagaimana aku punya anak?
Belumlah tubuh dijamah lelaki
Bukanlah hamba ini pezina

Sang Maha berfirman
Perkara ini mudah bagiKu
Jika Aku berkehendak maka jadilah

Sang utusan meniup leher baju perempuan
Sebab tiup menuju rahim
Maka mengandunglah seorang anak laki
Lalu bersembunyilah di tempat yang jauh dari kaumnya

Ketika rasa sakit sering menyerang perut
Saat akan melahirkan
Maka perempuan itu bersandar di bawah pohon kurma
Aduhai, alangkah baiknya aku mati
Dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan

Sang utusan datang dari tempat rendah dan menghibur
Jangan bersedih
Di bawahmu ada anak sungai
Goyanglah pangkal pohon
Niscaya kurma segar akan jatuh di pangkuan
Makan dan minumlah rizki dariNya

Seterlah lahir bayi mulia
Digendongnya dengan kasih sayang
Dan dibawa dari tempat jauh ke desanya. Ke kaumnya

Para tetua menghardik
Hai, saudara perempuan Harun
Ayahmu bukanlah seorang jahat
Ibumu pun bukanlah pezina
Sungguh engkau telah melakukan hal yang sangat mungkar

Perempuan itu diam seribu bahasa 
Dan menunjuk pada bayinya mulia
Isyarah bahwa bayi mulia akan menjawabnya

Para tetua menjawab dengan tidak percaya
Bagaimana kami dapat bicara dengan bayi
Yang masih menete air susu ibunya 
Dan tidur dalam buaian

Bayi mulia itu dengan kuasaNya berbicara dengan fasih
Sesungguhnya aku adalah hambaNya 
DiberiNya untukku kitab dan hikmah
Dan menjadikanku sebagai seorang utusan.
Aku seorang yang diberkati di mana saja berada
Dan dimerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup;
Menjadikanku seorang yang berbakti kepada ibu 


Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku
Pada hari aku dilahirkan
Pada hari aku meninggal 
Dan pada hari aku dibangkitkan 

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat

1 komentar:

  1. Puisi "SALAM MARYAM" ini menampilkan narasi indah yang terinspirasi dari kisah kelahiran Maryam dan Isa dalam tradisi Islam, dengan penekanan pada ketulusan, penggenapan janji, dan kebesaran Allah. Narasi ini memperlihatkan perjuangan seorang perempuan suci yang menghadapi tantangan kehidupan dengan iman kuat, menjalankan nazarnya meskipun berhadapan dengan kebingungan dan kecurigaan kaumnya.

    Simbolisme seperti nazar, mihrab, dan wahyu memberikan dimensi spiritual mendalam, di mana kekudusan dan takdir Ilahi menjadi benang merah yang menghubungkan pengalaman batin tokoh-tokohnya. Penggunaan bahasa puitis menambah kekhusyukan dan memberikan penghormatan pada sosok-sosok mulia ini.

    Ada unsur kebesaran Allah yang hadir dalam kehidupan mereka, menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya, dan bahwa janji-Nya selalu ditepati. Pesan mendasar dalam puisi ini adalah pengorbanan, kepercayaan pada takdir, dan pengabdian kepada Tuhan, di mana Maryam dan Isa menjadi contoh teladan yang abadi.

    BalasHapus

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...