Matanya yang kecil berkaca-kaca menatap emaknya. Dari hidung peseknya mengalir ingus kental berwarna kehijauan. Perutnya yang buncit tidak dapat disembunyikan oleh bajunya karena kekecilan.
Seorang wanita usia pertengahan tiga puluhan menganggukkan kepalanya. Tubuhnya sintal cenderung gemuk, dengan kulit hitam. Di lengannya ada tatto nama.
"Iya, tapi enggak udah ditungguin. Kalo ngantuk tidur aja. Nanti emak kalo udah pulang pasti bangunin." Timpal wanita itu sambil mengelus sayang rambut kemerahan anaknya.
Lalu ia melangkah mengikuti di belakang seorang lelaki kurus setengah umur yang mendorong gerobak. Gerobak berisi dagangan. Kopi sachet, mie instan. Gelas dan mangkok. Jerigen air dan kompor kecil beserta gasnya.
Selepas maghrib mereka akan mangkal di dekat lapangan bersemak tinggi. Dekat pangkalan ojek dan beca. Menggelar dagangannya.
-------------------------------------------------------->>>
Telah sepuluh tahun aku tinggal bersama lelaki itu. Sepuluh tahun yang tidak dapat mengubah wajahnya. Wajah yang menyimpan sedih di kerutnya. Sepasang mata lelah berwarna merah keruh. Dan diamnya yang hampir serupa ritual jawaban.
Pada mulanya aku dipertemukan dengannya di rumah kardus di bawah jembatan kota.
Kami menempati ruang yang sama. Ruang yang kumuh dan bungkam. Hanya gerakan melipat kertas dan menata botol yang mengisyaratkan kehidupan.
Sedangkan setiap malam, dengan rok pendek dan kaus tanpa lengan bertuliskan LOVE ME, aku mengais rejeki di jalan. Kalau sedang hoki, mobil menghampiri dan mengajak kencan. Kalau apes, anak puber yang masih bau susu ibu dengan uang receh, menawar sorga dunia.
Satu malam hujan turun berlama-lama. Aku gelisah sebab tidak ada uang. Rokok kretek tinggal sebatang. Perut lapar karena tidak bisa mangkal.
Lelaki itu dalam diam, sambil makan nasi bungkus, menatapku. Ia tiba-tiba berdiri dan mendatangiku. Duduk di sebelahku dan membagi nasinya sebagian untukku. Sejak itu kami menjadi sekelamin binatang jalang yang saling meringkuk dan saling mengisi. Di atas tumpukan karton bekas.
-------------------------------------------------->>>
Lelaki itu memarkir gerobaknya di tempat yang biasa. Setelah roda diganjal baru, dari atas gerobak diturunkan kursi-kursi dan bangku. Menyalakan kompor lalu menjelang air.
Wanita itu membawa kardus-kardus ke balik semak. Ditatanya dengan rapi. Dicoba diduduki lalu diatur agar nyaman. Setelah itu dengan gontai ia mengambil gelas dan membuat kopi. Dibawanya kopi ke bangku di samping pohon. Sambil duduk dinyalakan rokok kretek dan dihembuskan asapnya ke langit. Kopi diseruput perlahan, lalu ia duduk termenung bertelekan pohon.
Satu dua tukang becak dan tukang ojek duduk dan memesan kopi. Dari toples di depannya, diambilnya rokok sebatang dan dinyalakan.
Omongan ngalor ngidul menemani kopi yang tinggal separo. Seorang tukang ojek memesan mie rebus lalu duduk menanti.
Setelah kopi dan mie habis, orang-orang membayar belanjaannya masing-masing. Seorang berhutang, kopi dan sebatang rokok. Belum ada penglaris, katanya.
Malam kian dalam, dingin semakin menusuk. Tiada seorangpun datang untuk sekedar ngopi atau beli rokok. Lelaki itu duduk termenung. Tatapan yang kosong memandang kejauhan.
Dari tikungan, sebuah motor mendatangi. Di parkirnya motor di bawah pohon. Seorang lelaki kelar bertato mendatangi lelaki itu. Lalu duduk di bangku memesan kopi tubruk. Tangannya langsng membuka stoples dan mengambil sebatang rokok.
Lelaki itu langsung membuat kopi pesanan lelaki kekar tadi. Tak lama kemudian kopi disajikan. Dalam hening angin malam, lelaki itu berkata, "maaf Bang, saya belum bisa bayar uang jaga. Habis penglarisnya baru sedikit. Sepi!".
"Haduh, kemaren udah kaga bayar. Sekarang kaga bayar lagi. Tekor bensin gua kalo begitu", ia ngomong lalu menyeruput kopinya.
"Dari pada gua rugi, gua minta kelonan ama bini lu aja dah".
"Yaelah, Bang. Dari tadi aye belum penglaris babar pisan. Masa udah mau lo naikin aje. Tekor dong gue", kata wanita itu sambil melempar puntung rokoknya ke jalan.
Lalu tangannya menggapai si lelaki kekar. Mengajaknya ke balik semak. " Tapi ini bayaran yang kemaren ama hari ini ya. Jadi lunas", lanjut si wanita.
Di balik semak terdengar rintihan dan teriakan birahi. Lelaki itu diam membeku menjaga dagangannya.
--------------------------------------------------->>>
Sudah sekian lintasan mentari kami bersama hidup. Siang mengumpulkan sampah. Malam dia melipat kertas dan kardus, lalu menumpuonya dengan rapi. Botol disusun agar tidak menghabiskan tempat. Sedangkan aku mangkal mencari tambahan dan rekreasi.
Jika aku terlambat bulan, cukup dengan nanas muda dan ragi, janin akan ambrol. Sehingga aku tetap bisa praktek. Kalau hamil biasanya rejekinya turun. Orang nggak mau gituan sama ibu hamil.
Satu hari, aku muntah-muntah. Semua makanan hanya mual. Buah muda dan kecut yang jadi idaman. Aku hamil!!!! Nanas muda dan ragi tidak mempan. Aku cemas dan perut kian besar. Aku tidak tahu ini anak siapa. Akhirnya setelah semua coba dan kalah, Aku pasrah. Perutku semakin besar.
Lelaki itu tidak banyak omong. Tangannya tetap sigap melipat. Memijat kakiku. Membawakan makanan.
Suatu malam dia mendatangiku, lalu berkata "dik, tempat ini kurang baik bagi bayi. Aku ada sedikit simpanan. Kita pindah ke rumah kontrakan di kampung kumuh. Sampah hasil kumpulanku juga sudah laku. Uangnya bisa untuk mulai usaha berjualan".
Aku hanya bisa diam. Mataku basah. Dan aku pasrah.
------------------------------------------------->>>
Malam kian kelam, sepi kian dalam.
Angin kadang menggoyang daun. Lampu jalan bersinar sendirian. Pelanggan telah pergi.
Lelaki itu beres-beres menutup dagangannya. Disapunya kotoran yang berserak. Kursi dan bangku dinaikkan.
Dari kaleng biskuit diambilnya gerakan uang kertas recehan dan dimasukkan di daku celana. Uang logam dibiarkan di sana.
Perlahan didorongnya gerobak menuju pulang.
Wanita itu sambil membawa kardus tempat kerjanya, berjalan perlahan di belakang gerobak sambil menghisap rokok kreteknya.
Tubuhnya lelah setelah setengah malam melayani empat orang. Terbayang sejuknya air yang disiramkan ke tubuhnya. Tentunya kasur kapuk di kamarnya yang hangat.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu, "Kang jangan lupa mampir ke warung. Beli chiki sama marinas untuk si thole".
------------------------------------------------END.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar