Diiringi yel-yel yang menyihir
Darah yang menyuburkan pertiwi
Menyembur deras dari leher dukana
Perpisahan oleh jarak dan waktu
Juga oleh ideologi dan dengki
Saudara yang dijagal
Sebagai korban persembahan anak altar
Kemenangan dengan dalih pembebasan
Pembebasan yang menindas
Seperti mata pisau keadilan
Yang hanya mau menusuk
Tidak mengasah
Setelah tahun-tahun yang menangis
Kesaktian dibungkus segala dongeng
Dihiasi mitos dewa dewi durjana
Mata hanya menerima silau
Segala omong kosong pengamalan dan penghayatan
Menjadi agama baru bagi perut buncit
Disuntikkan ke jiwa yang kosong
Sehingga kebenaran menjadi hak penguasa
Puisi "SAKTI" ini menggambarkan sebuah kritik tajam terhadap sejarah yang dibungkus mitos dan retorika kekuasaan. Dengan gaya bahasa yang kuat, puisi ini mengaitkan kesakitan ribuan nyawa yang hilang dengan kemenangan yang dilandasi oleh penindasan. Terdapat ironi dalam "pembebasan yang menindas" dan keadilan yang tidak benar-benar menyeluruh, hanya menjadi alat kekuasaan.
BalasHapusMitos yang dibangun setelah tragedi besar menjadi sorotan utama, di mana cerita-cerita heroik diciptakan untuk menyelimuti kekejaman yang sebenarnya terjadi. Penggunaan kata "dongeng," "dewa dewi durjana," dan "omong kosong pengamalan" memperkuat kesan bahwa kebenaran menjadi ilusi yang dikendalikan oleh penguasa, sementara rakyat biasa terjebak dalam kebohongan yang menutup mata mereka dari realitas.
Puisi ini memberikan renungan tentang bagaimana sejarah dan mitos dipelintir untuk kepentingan kekuasaan, dan bagaimana kebenaran sering kali dikorbankan demi kekuasaan dan keuntungan pribadi.