Aku tak membawa cukup air mata
Kabar tentangmu datang dengan cepat
Karena kepedihan membawanya lewat duka. Tercekat
Tiba ke haribaanku dengan isak yang kumal
Aku terpana di kursi kayu
Dunia seperti berhenti berputar
Segenap gundah di kepala
Semua cemas berkalang hati
Serta merta menjadi kepastian
Dengan sisa kata yang masih kusimpan
Kularung doa untuk menemani perjalananmu menuju padang perburuan abadi
Puisi ini mengungkapkan rasa kehilangan mendalam yang hadir dalam sekejap, mengisyaratkan ketidakmampuan untuk mengucapkan selamat tinggal secara langsung. Kekuatan perasaan ditangkap melalui citra duka yang tiba-tiba dan beratnya kenyataan yang menghampiri. Gambaran "tak membawa cukup air mata" menunjukkan keterkejutan dan ketidakmampuan untuk segera mengekspresikan rasa sedih. Kursi kayu yang diam seolah mewakili diri yang terpaku, beku oleh kabar kepergian.
BalasHapusDoa sebagai pelarungan, memberi ketenangan bahwa meskipun tidak ada kehadiran fisik dalam perpisahan, ada penghormatan rohani yang mengiringi kepergian tersebut. Akhir yang lirih, "menuju padang perburuan abadi," memberikan kesan keheningan yang dalam, seolah perpisahan ini adalah perjalanan terakhir menuju tempat abadi.
Apakah puisi ini terinspirasi dari pengalaman pribadi atau khayalan semata?