Tangan mengulek bumbu dengan ritmis
Mencuci beras di pancuran air
Sutil menari menggoreng lawuh
Keringat di pelipis bercampur bau badan
Daster bermotif luntur yang koyak di ujungnya
Sehingga ketek serta sedikit bh mengintip
Koyo bertengger di belakang leher
Rambut diikat karet gelang
Semua itu tersaji di pawon
Bercampur bau sangit asap kayu bakar
Wangi masakan mengundang birahi
Jelaga di tembok dan langit-langit
Kucing mendekam di bawah meja
Thole menangis di atas amben minta uang untuk jajan pentol
Erotis itu ketika
Garis tubuh disamarkan gaun longgar
Kain di bokong melenggang mengikuti gerak pantat
Dada rata dan hitam tertutup hanya pentil sedikit mendesak
Rambut sembunyikan si balik jilbab
Satu dua berontak di pelipis
Pandang ke bawah jika berucap
Ekor mata menelisik
Suara direndahkan hampir seperti bisik
Tangan diam dengan anggun
Kulitnya kuning temu giring
Ada cincin kecil di jari manis
Warna hitam mendominasi
Dengan aksen warna cerah mengundang
Membungkus seluruh tubuh namun tak menutupi sex appeal
Tanpa penutup wajah
Hanya senyum aling-alingnya
Dan malu perhiasannya
Puisi EROTIS ini menyampaikan sensualitas yang tak hanya datang dari penampilan fisik, tetapi juga dari aktivitas sehari-hari dan sikap sederhana. Dari dapur tradisional hingga busana yang tertutup, puisi ini menggambarkan erotisme sebagai sesuatu yang lebih subtil dan dalam, tersembunyi di balik detail-detail kecil. Pemilihan kata yang kuat, seperti "bau sangit asap kayu bakar" atau "rambut diikat karet gelang," menciptakan visual yang nyata dan menunjukkan bahwa daya tarik fisik dapat ditemukan dalam kesederhanaan hidup sehari-hari.
BalasHapusPuisi ini menantang pemahaman konvensional tentang erotisme, memperlihatkan bahwa daya tarik seseorang tidak selalu terletak pada kemolekan atau ketelanjangan, melainkan dalam kehadiran dan tindakan mereka, baik di ruang privat maupun publik.