Senin, 01 November 2021

PEMANGKU ILMU

Di podium ia menggelontorkan kata
Tumpah ruah ke khalayak hingga berbuih
Setiap mata yang lapar pengetahuan
Menatap pada satu titik, hikmah

Setelah sekian lama disiram ceramah dan panas mentari
Gerombolan mulai menyalak galak
Semua mulut menyeringai
Lalu dimamahnya setiap omong kosong

Sang pemangku ilmu tetap berbicara hingga kering
Menyuntikkan setiap dogma dan racun ke dalam pembuluh otak
Orang-orang kian buas dan mulai bertingkah liar
Sedangkan siang kian berkobar dibakar api kebencian

Tangan menjamah dan kaki menendang
Dirobeknya tenun persatuan hingga menetes darah. Merah
Dirubuhkannya sendi dan fondasi
Sementara pemangku tersenyum riang, tangannya berlumuran harta

1 komentar:

  1. Puisi ini menggambarkan ironi seorang pemangku ilmu yang seharusnya menjadi sumber kebijaksanaan, namun justru menggunakan kata-katanya untuk memanipulasi dan menghancurkan. Dengan pilihan kata yang tegas dan penuh simbolisme, penggambaran tentang pidato yang tumpah ruah hingga berbuih memperlihatkan betapa ucapan tersebut kehilangan makna. Kemarahan dan kebencian yang menyala di kalangan pendengar mengisyaratkan betapa mudahnya kata-kata dapat disalahgunakan untuk merusak persatuan. Pada akhirnya, sang pemangku ilmu, yang seharusnya menjaga keharmonisan, justru menjadi aktor di balik kehancuran, digambarkan melalui senyumnya yang riang dan tangannya yang berlumuran harta—simbol keserakahan.

    Puisi ini menyentuh tema tentang bagaimana kekuasaan, ilmu, atau retorika dapat diselewengkan untuk tujuan yang merusak, alih-alih mencerdaskan atau mendamaikan.

    BalasHapus

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...