Tiba-tiba semua berwarna merah
Seperti darah, mengalir dan tumpah
Bermuara dengki bercampur resah
Tiap langkah menggiring hujah
Ucap berubah menjadi serapah
Mengalir ke kubangan dosa dan salah
Waktu merujuk sore terik berpeluh
Bermandi airmata mengupas kilah
Membiarkan ego menjadi suluh
Khilaf dan maaf terdiam dan kalah
Duka mengisi hari dengan pongah
Menepis damai melepas amarah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
keren
BalasHapusTerima kasih, ini seri pertama dari 3 puisi
BalasHapusPuisi "Trilogi AMARAH: I. BARA" menggambarkan intensitas kemarahan yang memuncak, menyelimuti semua dalam warna merah, simbol amarah dan kekerasan. Penggambaran ego yang membesar serta penyesalan yang terbungkam memperkuat kesan betapa sulitnya melepaskan amarah. Akankah ada kelanjutan dari trilogi ini?
BalasHapus