Jumat, 10 Agustus 2018

UTUSAN KABAR GEMBIRA KABAR CELAKA: Sebuah Prosa Lirik

Siang itu matahari gurun terik menyibak awan
Di ujung oase pelepah kurma kering merunduk
Seorang tua terbungkuk menatap lautan pasir
Perlahan ia berjalan ke barat dengan harap
Ke timur melangkah kerap mencari
Matanya nanar karena silau yang kemilau
Menanti di lautan pasir tiada batas kafilah lalu
Wajah suasanya bermata teduh dan cerdas
Tubuh terpapar cahaya
Siluetnya menghitam di pasir kering

Dari arah matahari terbit terlihat rombongan melintas
Dengan cepat mendatangi pak tua berkulit suasa
Mereka muda seumur seukur sebentuk serasi
Berpakaian putih dan bersih hilang debu
Tampan berwibawa sedap dipandang
Tak terlihat letih perjalanan di wajah dan baju
Setelah dekat mereka uluk salam "Assalamu 'alaik"
Di jawab dengan gembira hati
"Wa 'alaikumus salaam wa rohmatullahi wa barokaatuh"
"Silahkan datang dengan aman dan sejahtera
Rebahkanlah penat di tenda sederhana"
Dengan sigap disilahkan rombongan masuk tenda
Mereka duduk berjajar dan diam seribu bahasa
Hanya pandangnya bening di kandung kudus

Dengan tergesa pak tua berjalan ke belakang
"Istriku, masakkan sapi muda yang tadi pagi dipotong"
"Kita kedatangan tamu temani makan siang
Menumpang istirahat dari terik gurun yang menggigit"
"Masaklah semua daging sapi muda
Yang lezat aroma bumbu istimewa"
"Kelihatannya mereka bukan sembarang orang
Jangan meletakkan kecewa di wajah mereka
sebab kurang adat dan sopan"

Hidangan telah dihidangkan di hadapan
Aromanya memenuhi tenda beratap samak kulit
Dengan santun pak tua berkulit suasa merobek daging
Memberi potongan besar pada pimpinan rombongan
Mereka hanya diam dengan wajah wibawa
Curiga dan takut mulai merayapi sekujur tubuh uzur
Dengan santun pemimpin rombongan menegur
"Hai, bapak tua berkulit suasa
Aku adalah pesuruh hamba dan utusan
dari Rabbmu, Raja Segala Raja
Penguasa Langit dan Bumi
Pemilik Qodho dan Qodar"

"Kami diutus memberi kabar gembira
Istrimu akan memiliki anak yang cakap dan perkasa
Dijadikannya dia nabi dan utusanNya
Diwajibkan atasnya shalat puasa dan zakat
Diberikan padanya keturunan sebanyak bintang di langit
Sebagian keturunannya akan menjadi nabi bagi bangsanya"

Dengan wajah pasi kakek suasa berbisik terbata
Setengah tak percaya
"Wahai, istriku telah renta dan mandul
Kami berusia hampir seratus lintasan matahari
Kami telah sekian lama purnama tanpa sentuh birahi
Bila kerahmatan tersebut akan tersemat  pada kami?"
"Bagi Allah tak ada yang tak mungkin
Cukup berfirman "Jadi" maka tanpa kejap jadilah"

"Telah cukup kabar gembira dari langit kau terima
Kami akan melanjutkan perjalanan
Menuju rumah saudaramu satu kakek
Di kota maksiat terlaknat berlumur dosa lendir
Kami di utus memberi kisikan padanya
tentang azab Yang Maha Perkasa wajib bagi kaumnya"
Lalu rombongan wajah mulia berputih destar lanjut berjalan
Langkah mereka hilang jejak menuju matahari terbenam

Kota purba, kota makmur di tengah lautan pasir kerontang
Dengan oase berair jernih dan barisan kanopi pohon kurma
Penduduknya memuja lingga dan yoni dengan brutal
Didatangi pria dengan dosa bersama laki-laki hamba nafsu
Berpeluk gadis dan wanita bersyahwat tanpa kenal malu
Durjana menjadi kehormatan diantara pesta orgi masyuk
Tuak merantai kesadaran dengan api birahi sejenis
Menipu dan merampok adalah kejantanan gaya hidup
Memalsu timbang takar seni berdagang

Malam nyaris tegak vertikal mendongak pada bintang
Ternak telah lelap tanpa mimpi
Binatang nokturnal mengendap mencari mangsa
Penduduk mengisi sibuk malam gurun
Berbaring dengan nafsu yang keji
Bercumbu dengan sesama
Mengintai membegal membunuh di malam apes nyawa

Di sebuah rumah beratap pelepah korma
Terpencil dari kerumunan rumah dosa maksiat
Serombongan lelaki putih santun berwibawa berdiri
Mereka muda seumur seukur sebentuk serasi
Berpakaian putih dan bersih hilang debu
Tampan berwibawa sedap dipandang
Tak terlihat letih perjalanan di wajah dan baju
Mengetuk bilah pintu dan mengucap "Assalamu 'Alaikum"

Dari dalam rumah terdengar seret sendal beradu tanah
Cahaya redup lentera menerangi mata tua terkantuk
Di bukanya pintu perlahan dan
seraut wajah lembut lelah berucap "Wa alaikumus salam"
Dilihatnya serombongan laki-laki bagus indah perkasa
Penuh wibawa bersinar kudus bermata permata

Tiba-tiba hatinya berdebar gelisah
Takut pada kenyataan kaumnya akan beringas
medapati keelokan sempurna surgawi
Lalu merajam mereka dengan nafsu nista yang keji memuakkan
Dipersilahkannya mereka masuk menghindari dingin malam
Sembunyi dari pandang liar nafsu binatang
Sebab sebagai tuan rumah memiliki tanggungjawab
melindungi dan mengayomi tamu yang lapar dan lelah

Istri pak tua berwajah lembut menyelinap
Lewat pintu belakang tanpa palang menyilang
Berlari tergesa nafas memburu
Menuju rumah tetua di ujung kebun kurma rimbun berbuah
Dikisikkan perihal kedatangan kecantikan surgawi
Menyeru penduduk agar merebut tamu pak tua lembut
Minta imbalan berita lelaki pahatan dewata

Mereka berbondong membawa obor
Dengan muka beringas syahwat mengeras
Mendatangi rumah pelepah kurma
Lalu berteriak menggetarkan malam yang nestapa
"Hai pak tua berhati lembut
Berikan tamumu pada lapar birahi kami
Agar terpuaskan kami pada cakap indah nafsu binatang
Engkau tahu kami adalah pemuja nafsu bebas tanpa karma"

Dari dalam pak tua menyahut dengan serak tua kecemasan
"Enyah kalian semua, hati bejat tatap durhaka
Tamuku dalam lindungan
Demi kehormatanku pergilah kalian
Jika birahimu memuncak, kuberi anak-anak perempuanku
Mereka ranum, muda bersusu penuh dan halal
Janganlah kebejatanmu merusak kehormatanku sebagai tuan rumah"

Tiba-tiba sang pemimpin putih nirwana mendekat
"Tak usah cemas bapak tua berhati lembut
Kami adalah utusan dan pesuruh dari langit
Di utus oleh Sang Maha Perkasa, Raja di Raja
untuk mendatangkan kutuk bencana bagi kaummu
sebab kedegilan dan kedurhakaan mereka pada jalan kebenaran"
"Subuh nanti, kami akan mengirimkan laknat bencana. atas ijinNya,
dan memberi kisikan pada orang percaya agar terhindar azab"

"Malam telah tua dan subuh telah dekat
Bangunkan anak-anak
Panggil semua orang percaya
Siapkan bekal seperlunya
Kenakan baju yang melekat
Pergilah ke arah bukit gosong di pelupuk
Jangan sekalipun menatap belakang
Tinggalkan istrimu sebab ia durhaka dukana"

"Dengan nama Allah, berjalanlah dengan tetap"
"Tak nanti kaum keji melihat lintasmu"
Tergesa mereka berjalan di kejar cemas
Langkahnya buta di gelap malam gerhana
Tertatih menginjak kerikil jalan menanjak
Subuh mengejar hadap waktu
Harap menemui tempat berlindung atas siksa
Di ceruk batu padas kelabu mereka berkumpul
Duduk bersinggungan terengah kantuk hilang
Tegang dan takut terkejar durjana birahi gila

Di langit awan hitam bergulung menutupi pandang
Tiba-tiba suara gemuruh menggetarkan bumi yang durjana
Cahaya berkelip silau melatari amuk awan
Dari langit berjatuhan kerikil panas dan tajam layaknya hujan
Deras berjatuhan membawa amarah langit
Tangis dan erangan menyusul derak batu menghujam
teriak putus asa meregang memenuhi jalan desa
Tumbukan batu merajam  insan maksiat
Rumah ternak dan pohon rata telungkup di bumi yang luka
Tak ada kehidupan yang terhindar amarah
Dibalikkan tanah hingga kota tertimbun gersang
Tersisa kekosongan memilukan hati yang tandus
Sebagai peringatan bagi jiwa yang lupa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...