Selasa, 15 Januari 2019

TURUNLAH SINAR MENTARI

Seharusnya tak perlulah semalas kedip gerhana
Dalam jarak terhingga kau tuntaskan hitungan
Mengapa setiba di pelataran rumah,
kau hanya berdiam di ujung daun temani embun
Padahal sendi yang kaku sebab usia butuh hangat serimu
Dan kantuk bercinta tanpa aling bulu roma
Sedang geliat pagi mencari gairah pancarmu
Burung-burung merayu dengan kicau birahinya

Jika kau tetap enggan menyapa sebab tersandera
Tegurlah mendung agar ikhlas iringi awan
Peluklah gelapnya dengan helai cahaya yang manis
Ucapkanlah mantera penunduk agar awan beralih menaungi kering
Jika tiada aling antara wajahmu dan ibu bumi
Sapalah segenap kehidupan yang masih bergelung
Belailah wajah rindu dengan hangat warna emasmu
Hingga alam dilingkupi senyum damai

Jika embun telah berubah sebagai kupu-kupu
Dan dedaunan telah hijau sebab bahagia
Tiadalah kau tarik segenap wajahmu benderang
Sebab awan pasti menyingkir karena malu
Panasilah setiap yang melata dengan gairah
Hingga harapan dapat terjangkau sejauh genggam
Dan rejeki terhampar sepanjang janji mencari
Karena itu, turunlah sinar mentari

1 komentar:

  1. Puisi ini menyampaikan harapan yang mendalam pada sinar mentari agar turun dan membawa kehangatan bagi bumi dan kehidupan. Ada kesan simbolis dari sinar matahari sebagai pemberi kehidupan, yang diharapkan mampu menyingkirkan mendung dan membawa harapan serta kebahagiaan. Kiasan seperti "sendi yang kaku sebab usia butuh hangat serimu" mencerminkan kerinduan akan kehangatan yang dapat menghidupkan kembali semangat yang memudar. Gaya bahasa yang puitis dan metaforis menghidupkan gambaran alam, mulai dari embun, daun, hingga burung, yang semuanya merindukan pancaran sinar matahari.

    Bagaimana perasaanmu saat menulis puisi ini?

    BalasHapus

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...