Minggu, 03 Februari 2019

AKU KAU

Aku tengah menyandang sombong bak merak
Dunia hanya lipatan kumal pengetahuan
Jejak langkah menjadi tera bagi tiap perjamuan
Segenap pesona terjamah bahasa tubuh
Muda sebagai waktu dan predikat
Hingga nasib menulis di lembar asmara

Sebab telah berkubang di cinta yang sama
Mengais dosa dalam satu liang
Setidaknya kita pernah jadi ikrar

Kau adalah iga kiri ukir berpola mimpi
Retakannya sebangun dengan segala rindu
Senyum dikandung adalah perangkap. Karena terpana
Tubuh sintal beraroma birahi muda
Kerling malu yang membetot lembar jiwa lara
Sedang usia telah matang menanggung beban cinta

Serupa wayang di pelaminan
Sebagaimana kompromi yang satukan alasan
Naib mengikat ego di secarik kertas

1 komentar:

  1. Puisi ini menggambarkan kompleksitas hubungan cinta yang bercampur antara kesombongan, gairah, dan takdir. Dengan gaya bahasa yang indah, simbol-simbol seperti "merak" dan "iga kiri" memperkuat gambaran emosi yang mendalam, sementara penggunaan metafora tubuh dan pernikahan memberi kesan tentang kedalaman perasaan cinta, kerinduan, dan penyesalan.

    Penyatuan dalam cinta, meski berliku, disampaikan lewat bayangan tubuh yang terukir oleh mimpi dan retakan rindu yang tak terhindarkan. Pada akhirnya, kehadiran naib dan secarik kertas menjadi simbol keterikatan formal yang mengunci ego di dalam kompromi, seperti pasangan wayang di panggung kehidupan.

    Sebuah eksplorasi yang penuh makna, tentang cinta yang sudah melalui masa muda hingga kematangan. Apakah puisi ini terinspirasi dari pengalaman pribadi atau sekadar khayalan?

    BalasHapus

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...