Dik, kita memang disandingkan oleh perjodohan
Usia terpaut matahari dan prenjak bernyanyi
Hidupku sebagai detik membosankan, terbiasa serupa kewajiban
Sedangkan kau kidang kencana yang berlari di padang perburuan
Aku bersikukuh menukar nasib seumpama penangkar bahagia
Umur kukebiri sehingga samar kerut mata
Kau mencoba jadi kijang jinak yang melangkah anggun
Berusaha mengejar usia, acap dengan ucap dan sikap
Dik, maukah kau menjadi sigaran nyowo siang kerontang
Walau dijodohkan, aku mengharap kepastian tulus dan relung hati
Kau tetap sepi dan menunduk, ada sekilas senyum di bibir tipis dan pipimu semburat jambu
Dari sudut mata ada lirik yang binar seolah mengucap: Cinta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi ini mengisahkan perasaan seseorang yang menjalani perjodohan, dengan perbedaan usia yang mencolok antara dirinya dan pasangannya. Narator menggambarkan hidupnya sebagai detik yang berulang dan membosankan, sementara pasangannya digambarkan lincah seperti kidang kencana yang berlari bebas.
BalasHapusNamun, meski dijodohkan, ada harapan dalam hati narator untuk menemukan cinta yang tulus. Pada akhirnya, meski pasangannya tetap diam dan menunduk, ada secercah harapan yang terlihat dari senyum tipis dan semburat malu, yang mengisyaratkan adanya cinta tersembunyi.
Gaya bahasa yang indah dan metaforis menekankan perasaan dalam menghadapi nasib serta pencarian makna cinta dalam hubungan yang tidak sepenuhnya dipilih sendiri.