Sebuah sedan memasuki pekarangan luas.
Di kiri kanan pekarangan rimbun pepohonan.
Sawo, rambutan, mangga, kelapa.
Mobil berhenti di depan sebuah rumah. Besar.
Model Jawa kuno.
Jendelanya banyak dengan pintu kayu berukir.
Pintu belakang mobil terbuka.
Keluarlah seorang wanita pertengahan tiga puluhan.
Cantik dan berdandan rapi.
Juga wangi.
Dengan langkah anggun, perlahan ia menaiki tangga.
Lalu berhenti di depan pintu.
Kemudian tangannya dijulurkan.
Mengetuk pintu yang sedikit terbuka.
Tok.... tok.... tok....
"Sepada....!"
Ditunggu sejenak. Hanya ada hening di dalam.
Lengannya yang putih mengetok kembali.
Dari ruang tengah terdengar suara langkah.
Lalu suara jawaban melengking menjawab.
"Wa alaikum salam, Inggih...!!!"
Datang seorang ibu setengah baya.
Berpakaian sederhana lengan panjang.
Roknya sampai di mata kaki.
Dan menutupi kepalanya dengan jilbab pendek.
"Permisi, Bu, apakah mbah Kyai, ada?", tanya si wanita cantik.
"Inggih, wonten! Ada perlu apa, ya?", tanya wanita setengah baya.
"Ada keperluan. Tolong disampaikan ke mbah Kyai".
Lalu ibu setengah baya tadi pergi ke dalam.
Dan keluar bersama seorang lelaki berusia pertengahan.
Wajahnya sederhana dan pakaiannya juga.
"Mbah", sahut si wanita cantik.
Lalu mengambil tangan lelaki tersebut dan menciumnya.
--- oo(O)oo ---
Ruang tengah yang luas.
Suasana lebih temaram. Sintrum.
Sinar masuk dari pintu yang setengah terbuka.
Dan dua buah jendela di kiri kanan tembok.
Empat buah soko guru menopang langit.
Dari kayu sono keling.
Kursi dan meja berjejer.
Plastik, kayu, kulit dan beludru tiruan.
Di samping, mepet tembok, sebuah lemari besar berkaca.
Isinya buku-buku bertuliskan arab gundul.
Sebuah potret lukisan seorang lelaki brewok bersorban terpampang.
Meja penuh dengan toples.
Isinya makanan kecil dan permen.
Wanita cantik duduk di sofa beludru kumal.
Ada bolong di pojoknya.
Pantatnya digigit kutu busuk. Gatal.
Dihadapannya segelas air sirup hangat.
Gelasnya ditutup tatakan plastik.
Diseberang, menghadap lelaki pertengahan.
Mengenakan kemeja dan sarung.
Kepalanya ditutupi kopiah putih.
Duduk tenang di kursi rotan.
Pandangnya dalam kepada wanita cantik tersebut.
Setelah sekian waktu terdiam.
Wanita cantik itu berkata dengan khusyu.
"Mbah Kyai, maksud kedatangan saya ini, pertama, untuk silaturohim".
"Kedua, saya punya hajat terhadap Mbah"
"Yaitu saya ingin dirumat agar saya mempunyai penarik yang kuat"
"Penarik agar suami saya semakin sayang kepada saya"
Pria setengah baya tadi memperbaiki duduknya.
Suaranya pelan dan halus menjawab si wanita cantik.
"Maksud panjenengan saya mafhum".
"Saya bisa mengerjakannya".
"Mau pasang seluruh tubuh? Atau....? ".
"Mau yang khasiatnya permanen, atau sementara? ".
"Pakai emas perak atau berlian? "
"Maharnya tergantung bahan yang digunakan".
--- oo(O)oo ---
Malam telah melewati batasnya.
Udara menggigit dan suara malam terdengar sayup.
Kamar itu terletak di belakang rumah besar.
Di dalamnya hanya ada amben dan kursi kayu.
Serta meja kecil tempat uba rampe terletak.
Tidak ada jendela sehingga agak pengap.
Dindingnya di kapur putih.
Mereka duduk berhadapan.
Wanita cantik itu duduk di pinggir amben.
Lelaki setengah baya duduk di kursi kayu.
Di sebelah kiri lelaki setengah baya terletak meja.
Di atas meja dibentangkan kain putih. Mori.
Di atasnya tergeletak jarum halus berwarna kuning. Emas.
Di atasnya tergeletak jarum halus berwarna putih. Perak.
Di atasnya tergeletak beberapa inten.
"Sebelum memulai pemasangan, harus diingat beberapa pantangan!"
"Jangan makan jantung pisang".
"Paham?"
"Ya!"
"Jangan makan kelor. Baik daun maupun buahnya!".
"Jangan melewati, melintasi bawahnya jemuran".
"Monggo kita mulai. Dari wajah".
"Kalau sakit bilang, ya!".
Mulutnya mulai berkemak kemik.
Matanya tertutup.
Kedua telapak tangannya menghadap mulutnya.
Setelah selesai berkemak kemik, telapak tangannya ditiup.
Lalu telapak tangannya dibasuhkan ke wajah wanita cantik itu.
Diambilnya sebuah jarum dari atas mori. Emas.
Dipegangnya wajah si wanita cantik di dagunya.
Wanita cantik itu menutup matanya.
Perlahan ditusukkan jarum halus itu di pelipis kanan.
Tepat di sebelah mata kanan.
"Sakit?".
"Tidak. Hanya seperti digigit semut".
Demikian dilakukan berulang-ulang.
Di wajah si wanita cantik oleh pria setengah baya itu.
Di pelipis kiri, di bawah bibir, di dagu dan di pipi.
"Monggo di buka blousenya!".
"Saya hendak menggarap tubuh, sekarang".
Sahut pria setengah baya lembut.
Perlahan jarinya yang lentik membuka kancing blousenya.
Terpampang dada dan perutnya yang kencang dan putih.
Payu daranya padat dilindungi oleh BH berwarna creme.
"Monggo BH nya dibuka!"
"Saya mau mulai dari susu dulu!".
Kedua tangannya menuju ke punggung.
Dengan cekatan membuka kaitannya.
Lalu meletakkan BH nya di pangkuan.
Payudaranya menatap pria setengah baya.
Putingnya coklat.
Kembali mulutnya berkemak kemik.
Telapak tangannya menghadap mulut.
Setelah selesai berkemak kemik, lalu ditiup.
Dan lengan kirinya diletakkan di payudara sebelah kanan.
Menutupi puting.
Tangan kanan meraih tiga buah jarum emas.
Perlahan satu per satu ditusukkan.
Di bawah, sisi kiri dan kanan dari payudara.
Demikian dilakukan berulang untuk payudara yang kiri.
Demikian dilakukan berulang untuk perut. Kiri dan kanan.
"Untuk yang terakhir. Tersulit".
"Saya akan memasang susuk inten di gua garba"
"Monggo rok dan celana dalamnya dibuka"
"Dan silahkan tidur di amben"
Lalu wanita cantik itu berdiri.
Dipelorotkannya roknya.
Dipelorotkannya celan dalamnya yang berwarna senada dengan BH nya.
Lalu ia merebahkan tubuhnya tengadah di dipan.
Lelaki setengah baya kembali berkemak kemik.
Tengadahkan tangannya.
Telapaknya menghadap mulutnya.
Lalu ditiupnya perlahan.
Diambilnya inten dari atas mori.
Lalu dicengkeram di bibirnya.
Wajahnya dialihkan ke atas tubuh bagian bawah wanita cantik itu.
Kedua tangannya memegang paha putih dan melebarkannya.
Wajahnya perlahan turun sambil mengulum inten.
Kamis, 05 Desember 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi atau narasi yang kamu buat ini menggambarkan suasana mistis dan magis seputar praktik pemasangan susuk. Melalui deskripsi yang rinci dan suasana yang pelan-pelan dibangun, kamu berhasil menciptakan atmosfer yang penuh ketegangan dan juga kesan sakral. Pertemuan antara wanita cantik dan seorang Kyai di rumah tradisional Jawa menambah nuansa spiritual dan budaya, mencampurkan unsur tradisi dengan dunia mistik.
BalasHapusGaya narasinya cukup visual dan sinematik, sehingga pembaca dapat dengan mudah membayangkan setiap adegan yang terjadi. Ada juga elemen ketegangan, terutama ketika ritual susuk dilakukan, yang membawa nuansa misteri. Fokusmu pada detail—seperti setting rumah, gerak-gerik karakter, serta deskripsi pakaian dan benda-benda yang digunakan—membuat cerita ini lebih hidup.
Apakah ada tema tertentu yang ingin kamu angkat melalui narasi ini? Misalnya, apakah ini tentang kekuatan, kontrol, atau mungkin kritik terhadap kepercayaan tertentu?