Dipetiknya setiap senar, bunyinya duka yang lapar
Semua tumpah ruah menjadi deretan not-not tanpa daya
Ketika suara erangan keluar dari tenggorokan luka
Hanya amarah yang dimuntahkan
Terjerambab dalam kenangan kampung halaman
Dia bergumam murung tentang kasih tak sampai
Kampung yang ditelan kemiskinan
Sedang jauh di ujung sepi, gitarnya melengking. Mengaduh
Menangis, menyanyikan peruntungan dalam nada sedih dan lambat
Sampai pada puncak lagu
Syair kehilangan kata
Hanya senandung lembut penyesalan yang dalam
Pedih yang merepih
Dia bergumam murung tentang kasih tak sampai
Kampung yang ditelan kemiskinan
Sedang jauh di ujung sepi, gitarnya melengking. Mengaduh
Menangis, menyanyikan peruntungan dalam nada sedih dan lambat
Sampai pada puncak lagu
Syair kehilangan kata
Hanya senandung lembut penyesalan yang dalam
Pedih yang merepih
Puisi ini menggambarkan seorang musisi yang sedang memainkan gitar dalam suasana yang penuh kepedihan. Setiap petikan gitar melahirkan duka, mengekspresikan perasaan kehilangan, kemarahan, dan penyesalan yang mendalam. Imaji tentang kampung halaman yang ditelan kemiskinan dan cinta yang tak sampai menguatkan tema kesedihan dalam blues yang dimainkan. Suara erangan dari tenggorokan luka mempertegas keputusasaan yang mewarnai setiap nada. Pada akhirnya, lagu itu mencapai puncaknya, namun syairnya hilang, hanya menyisakan senandung lembut yang menyayat hati—penyesalan yang tak kunjung pudar.
BalasHapusAda nuansa berat dan kelam dalam blues yang sama dimainkan setiap malam, yang secara puitis menangkap esensi dari genre musik blues: sedih, lambat, namun penuh makna.