Lalu diam dan menanti di teras senja
Dengan santun mengetuk pintu
Wajahnya yang manis kurma nampak di sejauh horizon
Datangnya ditemani hujan dan angin
Ku sambut Ramadhan dengan riuh
Minyak goreng yang meroket
Bensin yang membumbung
Kebutuhan sehari-hari yang kian jauh dijangkau
Serta kemarau yang sembunyi entah di mana
Ramadhan tetap datang
Membawa oleh-oleh
Lapar dan haus
Saur dan buka
Waktu yang melambat
Tarawih
Qiroatul Qur'an
Malam Qodar
Ampunan
Dengan hadiah utamaNya, Fitri!.
Puisi ini menggambarkan kedatangan bulan Ramadhan dengan berbagai dinamika sosial dan spiritual yang menyertainya. Kontras antara keindahan Ramadhan yang penuh berkah dan realitas kehidupan yang semakin sulit, seperti kenaikan harga kebutuhan pokok dan masalah cuaca, menambah kedalaman makna dalam sambutan tersebut. Meski menghadapi tantangan, Ramadhan tetap menawarkan ketenangan, harapan, dan pengampunan, dengan puncaknya pada Fitri sebagai penutup yang suci. Kombinasi antara narasi sosial dan religius ini menciptakan resonansi yang kuat.
BalasHapus