Mataku sulit terpejam
Pikir bergerak liar
Mengeja lengking irama blues
Merobek malam tak berangin
Kafein tuntas sandera kantuk
Pahitnya tersisa di dasar cangkir
Kokok jago menyapa waktu
Wajahmu hadir menemani sunyiku
Selasa, 22 Mei 2018
MAUT
Jejakmu sisakan kematian
Aromanya bersimbah penyakit
Raungan tinggalkan tangis
Serangan sporadis.
Mengirim kuman
Menjajal kekuatan tubuh
Daya tahan dan darah putih
Perang skala lokal terjadi
Tubuh menggebah Maut
Sehat kian terajam
Senjata pembunuh ditebar
Menginfeksi organ tubuh
Degenerasi gerogoti usia
Pola hidup pamungkas
Segenap kerusakan kunyah penuaan
Kegagalan organ
Tumor, sirosis dan kanker
Pikun serta infeksi
Serangan erat dengan nasib
Di ebar jala di tiap titik hidup
Sebagai ranjau jebak nyawa
Celaka dan musibah
Sebagian ranjau yang ditebar di medan kehidupan
Tanda kehadiran nasib dan Sang Maut
Upaya akhir curi jiwa
Tanpa isyarat maupun jejak
Tiada sebab ataupun janji
Jamahanmu menyisakan kematian
Tanpa tanda maupun jejak
Tiada sebab ataupun janji
Aromanya bersimbah penyakit
Raungan tinggalkan tangis
Serangan sporadis.
Mengirim kuman
Menjajal kekuatan tubuh
Daya tahan dan darah putih
Perang skala lokal terjadi
Tubuh menggebah Maut
Sehat kian terajam
Senjata pembunuh ditebar
Menginfeksi organ tubuh
Degenerasi gerogoti usia
Pola hidup pamungkas
Segenap kerusakan kunyah penuaan
Kegagalan organ
Tumor, sirosis dan kanker
Pikun serta infeksi
Serangan erat dengan nasib
Di ebar jala di tiap titik hidup
Sebagai ranjau jebak nyawa
Celaka dan musibah
Sebagian ranjau yang ditebar di medan kehidupan
Tanda kehadiran nasib dan Sang Maut
Upaya akhir curi jiwa
Tanpa isyarat maupun jejak
Tiada sebab ataupun janji
Jamahanmu menyisakan kematian
Tanpa tanda maupun jejak
Tiada sebab ataupun janji
SANG MAUT
(Kolaborasi dengan M. UTSMAN AFFAN)
Kita dan Sang Maut layaknya seteru
Tak pernah bersatu seperti sisi mata uang
Tak pernah bersua hingga takdir mengumpulkannya di satu medan tempur
Celakalah kau maut
yang tersumpal takdir tak terbendung
Tak kan terbuai kami pada rayu gelapmu
Maka sanggupkan tubuhmu akan muslihatku
Bakar lautan itu,
maka akan kau tahu sulitnya padamkan semangatku
Jika kau datang dari depan,
maka ku halang kau dengan barisan pedang semangat juang ku
Ini hidupku, siapa pula yang sudi malu
Jika kau datang dari belakangku,
maka akan ku adu dengan kuatnya perisai laksana dinding besi
Ini perihal diri yang tidak sudi terima kalah olehmu
Jika kau datang ke sisiku,
maka ku pilih tangan kosong ku dan ku hajar kau dari empat sudut hadap yang kau tatap
Tak perlu ragu 'tuk aku lakukan itu
Maka datanglah, sebaik-baiknya kau datang
Tak ada kata sambut untukmu
Tak ada kata tunggu untuk menunggumu
Datanglah di hadapanku maka akan ku lawan kekalahanku sejenak
Selama-lamanya, sekuat-kuatnya, dan seagung-agungnya
Kekalahanku telak
Kita dan Sang Maut layaknya seteru
Tak pernah bersatu seperti sisi mata uang
Tak pernah bersua hingga takdir mengumpulkannya di satu medan tempur
Celakalah kau maut
yang tersumpal takdir tak terbendung
Tak kan terbuai kami pada rayu gelapmu
Maka sanggupkan tubuhmu akan muslihatku
Bakar lautan itu,
maka akan kau tahu sulitnya padamkan semangatku
Jika kau datang dari depan,
maka ku halang kau dengan barisan pedang semangat juang ku
Ini hidupku, siapa pula yang sudi malu
Jika kau datang dari belakangku,
maka akan ku adu dengan kuatnya perisai laksana dinding besi
Ini perihal diri yang tidak sudi terima kalah olehmu
Jika kau datang ke sisiku,
maka ku pilih tangan kosong ku dan ku hajar kau dari empat sudut hadap yang kau tatap
Tak perlu ragu 'tuk aku lakukan itu
Maka datanglah, sebaik-baiknya kau datang
Tak ada kata sambut untukmu
Tak ada kata tunggu untuk menunggumu
Datanglah di hadapanku maka akan ku lawan kekalahanku sejenak
Selama-lamanya, sekuat-kuatnya, dan seagung-agungnya
Kekalahanku telak
Minggu, 20 Mei 2018
RUMAH SAKIT
Di rumah sakit ruang dan waktu memiliki hukumnya sendiri
Malam semakin panjang dan siang kian merambat
Semesta mengecil selebar tempat tidur dan seluas kursi tunggu
Hiasan termewah hanya tabung oksigen, tubuh terbaring lemah dan senyum perawat
Tetangga kita terdiri dari deretan tempat tidur, lorong panjang dan penyakit
Tamu yang rajin menyambangi adalah dokter dan perawat
Datang bersama dokter muda seperti seregu polisi patroli
Seperti semut dan nyamuk yang tak pernah absen menyasari remah dan resah
Keluarga tercenung nanar menatap langit malam menanti qodar
Kurang tidur, kurang makan, kurang kopi, terlalu sedikit pembunuh waktu lengang
Dokter seperti "tuhan", memutuskan siapa pulang dan mana dirawat
Apa yang dimakan dan mengapa dilarang
Memutus ini itu tanpa ada penyanggahan
Hanya anggukan mafhum dokter muda dan senyuman perawat berusaha mengerti
Perawat dipanggil lewat bel untuk sekadar membetulkan letak bantal atau hanya untuk iseng
Kadang untuk mengganti popok yang bersemu kuning karena pipis bercampur faeses lembek dan berbau khas
Di jam senyap mereka menghampir ranjang memeriksa kondisi
Mencatat semua parameter untuk konsumsi "tuhan"
Bicara makanan, menu rumahsakit layaknya resto bintang Michelin minus rasa
Dibuat hanya untuk dibuang
Handai taulan.....
Ah, mereka hanya sekali datang beramai dan hanya membawa buah serta meninggalkan gaduh
Kadang sebaris doa.
Selebihnya adalah tubuh-tubuh tanpa wajah
Suara detak jam yang menyisakan detik dan bosan. Sepi dan menggigit
Selain semua kekurangan yang menyertai, rumah sakit adalah hunian yang lebih baik dari hotel prodeo tapi lebih buruk dari hotel kelas melati
Ada hitungannya setiap akhir perjamuan atau jasad tersandera sebesar rupiah terhutang
Malam semakin panjang dan siang kian merambat
Semesta mengecil selebar tempat tidur dan seluas kursi tunggu
Hiasan termewah hanya tabung oksigen, tubuh terbaring lemah dan senyum perawat
Tetangga kita terdiri dari deretan tempat tidur, lorong panjang dan penyakit
Tamu yang rajin menyambangi adalah dokter dan perawat
Datang bersama dokter muda seperti seregu polisi patroli
Seperti semut dan nyamuk yang tak pernah absen menyasari remah dan resah
Keluarga tercenung nanar menatap langit malam menanti qodar
Kurang tidur, kurang makan, kurang kopi, terlalu sedikit pembunuh waktu lengang
Dokter seperti "tuhan", memutuskan siapa pulang dan mana dirawat
Apa yang dimakan dan mengapa dilarang
Memutus ini itu tanpa ada penyanggahan
Hanya anggukan mafhum dokter muda dan senyuman perawat berusaha mengerti
Perawat dipanggil lewat bel untuk sekadar membetulkan letak bantal atau hanya untuk iseng
Kadang untuk mengganti popok yang bersemu kuning karena pipis bercampur faeses lembek dan berbau khas
Di jam senyap mereka menghampir ranjang memeriksa kondisi
Mencatat semua parameter untuk konsumsi "tuhan"
Bicara makanan, menu rumahsakit layaknya resto bintang Michelin minus rasa
Dibuat hanya untuk dibuang
Handai taulan.....
Ah, mereka hanya sekali datang beramai dan hanya membawa buah serta meninggalkan gaduh
Kadang sebaris doa.
Selebihnya adalah tubuh-tubuh tanpa wajah
Suara detak jam yang menyisakan detik dan bosan. Sepi dan menggigit
Selain semua kekurangan yang menyertai, rumah sakit adalah hunian yang lebih baik dari hotel prodeo tapi lebih buruk dari hotel kelas melati
Ada hitungannya setiap akhir perjamuan atau jasad tersandera sebesar rupiah terhutang
KERETA
Kereta malam melesat
Menyibak pekat
Mengejar silam
Menyibak pekat
Mengejar silam
Di rel berkarat
Ku letakkan penat
Mimpiku terserak sepanjang perjalanan
Bergoyang antara sambungan gerbong
Ditarik loko yang terengah
Kangenku telah mendahului laju
Melompati tiap stasiun dengan sayap rindu
Menembus malam sepanjang jarak
Membisikkan datangku di sisi ranjangmu
Ku letakkan penat
Mimpiku terserak sepanjang perjalanan
Bergoyang antara sambungan gerbong
Ditarik loko yang terengah
Kangenku telah mendahului laju
Melompati tiap stasiun dengan sayap rindu
Menembus malam sepanjang jarak
Membisikkan datangku di sisi ranjangmu
KEMARAU DI KAMAR
Panas menampar wajah
Sisakan peluh di dahi
Lelah sekejap menyergap
Letakkan kantuk di pelupuk
Daun rontok
Tinggalkan rimbun pohon
Jatuh berserak di bumi
Sisakan warna kuning
Angin lambung bertiup
Bungkuk memikul musim
Tertatih lintasi kemarau
Tersuruk terpuruk kering
Matahari jauhi timur
Awan terperangkap di jendela
Aku terpekur menatap ufuk
Memahat wajahmu di luasan hati
Sisakan peluh di dahi
Lelah sekejap menyergap
Letakkan kantuk di pelupuk
Daun rontok
Tinggalkan rimbun pohon
Jatuh berserak di bumi
Sisakan warna kuning
Angin lambung bertiup
Bungkuk memikul musim
Tertatih lintasi kemarau
Tersuruk terpuruk kering
Matahari jauhi timur
Awan terperangkap di jendela
Aku terpekur menatap ufuk
Memahat wajahmu di luasan hati
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...