Titik nol kehidupan itu bernama pernikahan
Dengan saldo tabungan di buku nikah
Sebanyak doa dipanjatkan
Dan resepsi yang tumpah ruah
Tangisan telah kehilangan kodrat
Gendernya tidak dikenal
Dengan adat sebagai jubah kebesaran
Saudara menjadi saksi berjuta bintang
Kemudian tahun dirajut dengan aneka
Warnanya merah amarah dan sukacita
Suaranya gaung sedu sedan hingga rintihan
Ketika menengok ke belakang selembar kain bermotif cinta terhampar
Sabtu, 18 April 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EMBUN
Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau Burung masih memamerka...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Keriput bukanlah usia Hanya lelah keringat Dan mata yang kelabu abu Tiada pinta hanya nanar Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi L...
Puisi ini, berjudul SIKLUS, menggambarkan perjalanan hidup dalam pernikahan sebagai sebuah siklus penuh warna. Dimulai dengan "titik nol kehidupan" yang melambangkan pernikahan itu sendiri, diperkaya oleh makna doa, resepsi, serta adat sebagai penanda kebesaran. Kehilangan kodrat gender pada "tangisan" mengisyaratkan bahwa emosi dalam kehidupan pernikahan adalah universal, tidak terbatas oleh perbedaan.
BalasHapusDalam perjalanannya, pernikahan disandingkan dengan rajutan tahun yang penuh warna—merah mewakili amarah dan sukacita yang silih berganti. Suara kehidupan menikah bergema dengan sedu sedan, tangisan, dan rintihan, menandakan bahwa pernikahan penuh dengan perjuangan dan kebahagiaan yang terjalin erat. Akhirnya, ketika menengok ke belakang, "selembar kain bermotif cinta terhampar," seolah menegaskan bahwa cinta menjadi landasan yang menenun seluruh pengalaman hidup dalam pernikahan tersebut.
Apakah ini puisi baru yang Anda tulis sendiri?