Kamis, 30 Juni 2022

DUNIA AKHIR

Ketika itu bencana jadi sokoguru
Kematian sebagai awal kelahiran
Menampakkan wajahnya lara
Dan kehidupan bersemi mengharu

Sakit penyakit adalah industri multi
Mencekik harapan seperti mata terbelalak
Lebih intens diagnosa lebih dekat liang lahat
Kecuali uang berbicara lewat akun

Makam jua ada kastanya
Berhias marmer atau nisan kayu sengon
Nyatanya nyawa tak jua kembali
Namun kelahiran tumpah ruah di gubuk-gubuk

Sedang kehidupan begitu menyesakkan dada
Berebut nafas dengan cerobong jelaga
Kiamat belum lagi tiba
Namun nasab terpuruk serta nasib dirundung

Rabu, 22 Juni 2022

HARI DAN MUSIK

Musik mengikuti kebiasaannya sendiri
Canon prenjak dan derkuku
Desir angin kering musim kemarau
Bahkan lelah dan keringat ketika jatuh di lantai

Waktu membawa genre musiknya sendiri
Pagi yang riuh bercampur asap dapur
Derap langkah anak menuju sekolah
Derum motor sebagai ilustrasi latar

Saat gemilang adalah orkestrasi senja dengan keheningan purba
Di atas awan bangau membentuk barisan
Dalam sunyi yang melodius
Teja tenggelam sebagai suara dan warna

Senin, 20 Juni 2022

DARIPADA ITU HARI AYAH

Tubuhmu getas sebab kehidupan
Wajah tak kuasa menebak usia
Dengan mata merah karena asap rokok
Sinarnya hampir redup terkena katarak

Tanganmu mengangkat nyaris semua beban
Lalu diletakkan di bahu ringkih
Mulutmu selalu terkatup 
Kumis dan janggot dwi warna memagari

Tak pernah janji terucap
Diam sebagai jawabnya
Lalu bekerja kian keras
Berkeringat kian deras

Jika malam telah turun
Semua berkumpul di bale. Termasuk kantuk
Ayah duduk diam sambil asyik merokok dan menghirup kopi
Sambil mendengar uyon-uyon dari radio tua

Minggu, 19 Juni 2022

TIADA PESTA YANG TAK USAI

Sedekat apa kita dipertemukan
Seperti kutub magnet, 
kenangan saling menarik
Diantara gelas-gelas yang berdenting

Serekat apa rindu menautkan
Tahun datang dan pergi
Musim berganti
Wajah yang memudar dalam ingatan

Seriang apa tawa dan jerit dikumandangkan
Dikeriuhan pertemuan suka duka lama
Lunas semua kabar berita
Kembali sebagai rutinitas yang membosankan

Kamis, 16 Juni 2022

MENUA BERSAMA

Telah sekian tahun kita mengumpulkan purnama
Wajahmu yang cantik dengan kerut selembut sutera
Seperti tatapan musim penghujan
Masih membayangi usia

Kita pun menabung di mimpi yang sama
Tentang kemarau yang meranggas
Suka duka yang dipilin dari air mata dan amarah
Dan pancaroba cinta yang tersapu bediding

Di beranda angin dengan daun jatuh
Kita duduk bersama menikmati kopi dan kehidupan
Tak ada kata terucap hanya helaan nafas panjang
Kita telah sampai pada titik dimana tak dapat kembali

Rabu, 15 Juni 2022

DI MEJA MAKAN

Di meja makan, 
makanan dan ucapan berbaur
Ditimpali bunyi sendok terantuk piring
Hanya ibu yang menyuap dengan tangan

Ada tanya ada jawab
Mulut sibuk mengunyah kata
Air di gelas tinggal separuh
Dan ayah memegang sendok garpu sebagai dirigen

Kucing di bawah meja
Dengan kaki dan sandal
Teraling taplak
Menanti remahan yang jatuh

Kehangatan turun menaungi
Sedikit keringat karena kenyang
Satu per satu pindah
Piring dan gelas tertinggal kotor

Sabtu, 11 Juni 2022

PERHELATAN

Senja turun di pelaminan
Sebagai melati ronce di sanggul perawan
Turun beriring beserta gerimis
Seperti tangis bahagia seorang gadis

Malam telah cantik berhias 
Lampu dan bunga berpilin jadi bayang
Di meja dan kursi yang resam
Janji suci seia sekata terucap

Di renda baju pengantin
Dan senyum tersipu malu
Ada bahagia dikulum

Lampu satu per satu padam
Rumput telah terkulai
Taman senyap dan gelap

Rabu, 08 Juni 2022

KETIKA HATINYA BERDZIKIR

Karena tiada yang gratis di dunia ini
Maka menyebut namaNya adalah harga
Dan minta ampun sebagai barternya

Niat ingsun matek aji
Lalu di keheningan pikiran segala kehendak
Setiap keinginan dihaturkan

Maka ketika keinginan telah menjadi
Dengan jumawa hati berkata
"Inilah hasil upayaku sendiri! "

Sabtu, 04 Juni 2022

HUJAN JUNI

Hujan memilih siang sebagai destinasi
Dengan woro-woro suara geledek di kejauhan
Sebelumnya mendung menutupi langit dunia
Dari pagi hingga matahari

Bau tanah basah merasuk lewat jendela
Diikuti  detak ritmis hujan yang sejuk
Tatap mataku melanglang jauh
Nun di ufuk hatiku terpaut

Hujan kian intens mendera
Siang telah hilang entah ke mana
Demikian pula matahari yang berapi
Sosoknya lenyap bersembunyi

Rabu, 01 Juni 2022

DI PERSIMPANGAN PANCASILA

Di persimpangan, 
Pancasila menatap masa depan
Bulu sayapnya lusuh nyaris tercerabut
Namun ia tetap terbang di angkasa Nusantara

Intoleransi adalah penyakit kronis
Cakar pun tak dapat mencengkeramnya
Sebab ia bersembunyi dalam pikiran

Satu ketika Pancasila coba dicangkok ke alam pikiran
Pohonnya subur 
daunnya rimbun
Namun akarnya serabut, 
hingga mudah tumbang diterpa angin

Kebhinekaan sebagai anak kandung Pancasila
Tumbuh subur di hutan dan padang ilalang, laut dan danau, 
kota dan desa, 
sawah dan ladang

Jika rentang sayapnya dikebiri
Maka yang tersisa hanya Tunggal

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...