Minggu, 29 April 2018

KEMARAU: #2

Kemarau datang dalam diam
Ikuti hembusan lembut angin
Lewati celah awan kelam
Menebar panas serupa jala

Tatapan mentari terik
Sinarnya mengepung bumi
Warnanya kering
Terangi siang kerontang

Musim mencapai kulminasi
Panas menjadi peluh dan keluh
Bayangpun tersandera

Seteguk air membilas haus
Setampuk atap menangkap semilir
Kemarau tetap tiada beranjak

Sabtu, 28 April 2018

SEKARAT

Akhir jejak kehidupan
Mencicipi maut
Tubuh terbujur
Genapi tulisan nasib

Isak perlahan tertahan
Garis tangan terbaca jelas
Perkara langit kering tertulis
Atma kembali ke alam kasunyatan

Saatnya membuka timbunan dosa
Saatnya menghitung recehan amal
Saatnya meraih segala sesal

Handai terpana
Taulan menangis
Saudara terpekur

Innalillahi wa inna Ilaihi roji'uun

Kamis, 26 April 2018

OPERASI

Wajah pias hati gundah
Periksa darah 
Liver, ginjal dan paru-paru

Denyut nadi serta detak jantung
Emosi stabil
Takut sedikit pasrah

Pesan kamar menanti tanggal
Sanak melayat dengan buah tangan
Doa dan harap

Perawat senyum dokter datang
Lewati selasar dan gundah
Ruang operasi peralatan listrik

Lampu pucat tembok pucat
Tangan terampil gas tertawa
Kilau pisau senyap gelap.

Jumat, 20 April 2018

RUMAH

Aku rindu rumah
Kamarku kotak sejarah
Diterangi lampu 10 watt memerah
Teman kadang bertandang ketika senja merekah
Omong kosong campur kopi hingga lapar tumpah
Pawon, ke sanalah kita melangkah
Mengaduk nasi setampah
Mencari bumbu di wadah
Menggoreng dengan meriah
Dini hari, semua terbujur tertidur mendengkur, lelah
Beranda tempat merenung berkah
Ada kursi kayu tua dan rapuh
Angin sepoi menyapa kisah
Siang terik, pepohonan menghalangi, merebah
Ruang tengah, pusat semesta rumahku beredar, bercat putih
Dihiasi seperangkat kursi kulit imitasi bercorak merah
Di atas lemari, disamping foto-foto lusuh
Bertahta televisi hitam putih, barang termewah
Diskusi ringan adalah kudapan menonton termurah
Ada gosip tetangga sebelah
Rasan-rasan tetangga jauh
Pembicaraan seputar sawah
Sapi yang akan di perah
Satu demi satu kami tunduk pada malam, kantuk dan letih
Musim hujan ketika cemara basah
Ketika air meresap hingga titik terendah
Rumah tempat terbaik untuk berteduh
Sambil menggadangi air yang berjatuhan dengan riuh
Udarapun berangsur dingin merengkuh
Sarapan adalah saat yang indah
Kantuk masih mendera parah
Di meja tersedia sego pecel, tempe tahu dan kerupuk sebagai lawuh
Aku makan dengan riuh hingga peluh jatuh
Makan siang adalah saat paling di pilih
Masakan emak, pindang goreng dan tewel di sayur lodeh
Nasi di bakul harum tumbukan tadi subuh
Menggoyang lidah memuaskan lapar dan perih
Abah memerah sapi sebelum pagi merekah
Ketika sapi hendak diperah mereka melenguh
Setelah matahari mengitip, abah berangkat ke sawah
Pulang ketika matahari tepat di kepala, lapar dan badan lemah
Pulang untuk istirahat dan ibadah
Pulang untuk makan siang dengan nasi lodeh dan gereh
Pulang untuk menanti cuaca agak teduh
Pulang untuk nanti kembali bekerja mengarit di sawah
Aku rindu rumah
Dengan handai yang berpapasan di pagi cerah
Dengan segala pernik dan suasananya yang bertuah
Dengan semua rutinitasnya yang menjadikan peluh
Dengan seluruh bentuk dan warna yang melimpah ruah
Dengan setiap jengkal bau kotoran bercampur asap dapur yang luruh
Terutama pada Abah dan Emakku yang telah sepuh

Rabu, 18 April 2018

Trilogi AMARAH: III. SESAL

Telah senyap Kurusetra
Telah lenyap badai amarah
Telah lelap Durga Kala
Telah silap netra memerah

Telah hilap Sangkuni Drona
Telah genap emosi tertumpah
Telah lengkap Cakra Syiwa
Telah sigap membuka langkah

Telah gelap Sang Surya
Telah tetap akal islah
Telah siap Bisma moksa
Telah kasip sesal merekah

Jumat, 13 April 2018

AKU DAN RUMAH KOST

(Terinspirasi dari novelnya H. Mahbub Junaedi)

Aku adalah seekor kucing. Kucing kampung biasa. Betina. Warnaku telon. Katanya warnaku mirip warna ibuku yang entah kemana setelah menyapih aku dan saudara-saudaraku. Sedang ayahku, aku tidak pernah mengetahuinya. Mungkin kucing garong belang coklat yang matanya picek, atau si pincang, kucing tetangga yang doyan mengawini setiap kucing betina yang birahi.

Aku kucing setengah umur dengan susu menggantung, karena sering menyusui anak-anakku yang kerap lahir akibat pergaulanku dengan kucing-kucing garong jantan yang tak terbatas.
Aku tinggal di pojokan, bawah tangga dari sebuah rumah kost yang penghuninya perempuan semua. "Istanaku" itu, jika malam hangat dan jika siang tidak panas, karena kain-kain gombal dan peralatan bersih-bersih seperti selang, sapu, lap pel ember, dan yang lainnya tersimpan rapi di bawah tangga dan menutupi sarang tempat tidurku, dan tempat melahirkan anak-anakku.

Kos-kosan majikanku, bisa dibilang majikan karena dia pemilik rumah kost ini dan aku tinggal di pojok rumahnya, terdiri dari dua tingkat dan berbentuk huruf U. Kamar-kamarnya selalu penuh terisi oleh para pelajar putri, mahasisiwi, karyawati yaitu para penyewa kamar. Mereka selalu baik padaku. Kadang mereka melempar makan untuk ku santap dan untuk dimakan oleh anak-anakku. Sebagai timbalbaliknya, aku selalu mengawasi dan menjaga kamar-kamar mereka dari gangguan kucing dan tikus yang banyak berkeliaran di sekitar rumah kost. Terutama pada pagi dan siang hari, ketika para penyewa kamar sedang malakukan kegiatannya. Biasanya, ketika rumah kost kosong, mulailah kucing garong, kucing kumel, kucing jorok dan kucing-kucing lainnya mendatangi rumah kost. Mereka mencari makanan sisa. Biasanya mereka pertama menyerbu tempat sampah.Sukur-sukur kalau masih ada makanan sisa atau makanan basi. Kadang mereka, para kucing itu, berkelahi dengan tikus-tikus warok yang tidak takut sama sekali dengan gerombolan kucing kurang gizi itu. Mereka berebut makanan.

Penghuni kost, karena semua wanita, mereka jika sedang ada di kost selalu ramai. Ada saja yang dibicarakan, digosipkan, diperhatikan. Mereka berkumpul disalah satu kamar kost, dengan berpakaian minim. Celana pendek dan baju kaos tanpa lengan. Biar nyaman katanya. Ada yang tiduran, ada yang duduk. Tapi kebanyakan main hp atau gadget lainnya sambil sebentar-sebentar berkomentar. O iya, mereka biasanya ngumpul sambil makan cemilan, sambil bertanya kepada temannya, "Beb aku sepertinya makin gemuk ya? kok pipiku chubby!!!, sambil tangannya dengan rajin masuk ke dalam bungkusan camilan yang berisi karbohidrat, garam dan vetsin.
Jadi kombinasi pakaian seksi, gadget dan camilan adalah seragam wajib malam hari.
Malam semakin beranjak tua, dan para gadis mulai mengantuk, lalu kembalilah mereka ke kamar masing-masing untuk merenda mimpi yang terputus tadi pagi.

Jika siang, biasanya aku leyeh-leyeh di ruang depan. Ruang tamu untuk para gadis kost. Ruang yang menjadi saksi kisah romansa para penghuni kost.
Ada kisah bahagia, ketika sang wanita di tembak pujaan hatinya dengan sekantong coklat impor.
Ada juga yang bersenda dengan kekasihnya sambil merenda masa depan.
Ada juga yang setiap bertemu saling memasang muka kencang. Marah. Kok bisanya ya menjalin hubungan dengan marah-marah.
Ada juga yang mengakhirinya dengan pernikahan dan boyong, pindah mengikuti suaminya.
Bahkan ada pasangan yang putus di bangku ruang ini.

Matahari siang biasanya bersinar terik. Karena sekarang adalah akhir musim hujan. Angin sepoi-sepoi melewati ruang tamu dengan nyaman, sehingga membuatku yang sedang memandangi taman kecil di sebelah ruang, jadi terkantuk dibelai sang angin.
Perut masih kenyang karena tadi pagi mendapat sisa mie ayam di tempat sampah.
Untuk soal makan memang di sini terjamin. Mereka cenderung membuang makan malamnya karena takut gemuk, tapi memakan kudapan kering dengan kalap dalam jumlah banyak.

Jika sedang santai, biasanya aku berpikir dan menanya dalam hati, siapakah ayahku? Apakah si pincang, atau si burik, atau si picek. Mereka semua adalah kucing garong jantan di daerahku. Ibuku sendiri tidak pernah memberitahu aku siapa yang menghamilinya sehingga terlahir anaknya, yaitu aku dan saudara-saudaraku.
Ibuku sendiri adalah kucing yang flamboyan (atau kucing lonte, ya?!?), banyak kucing garong jantan dikencaninya sehingga saking sering beranak, semua susunya jadi kendor, besar dan menggantung ke bawah. Dengan kata lain, sebagian kucing yang berada di daerah ini mempunyai pertalian darah dengan ku, terutama lewat jalur ibu.

Bila siang mulai condong menghadap asar, satu per satu pemilik kamar pulang dari kegiatannya. Setiap mereka datang, pintu gerbang selalu di buka lalu di tutup dan di  gembok. Kemudian mereka memarkir motornya dan melepas helm. Lalu dengan gontai mereka masuk ke kamar masing-masing. Pelan-pelan di setiap kamar mulai ada kehidupan. Suara-suara yang akrab di telinga mulai terdengar. Mereka ada yang mandi, ada yang langsung rebah di tempat tidur, ada yang main hp, ada yang makan snack. Kehidupan mulai merayap di rumah kost.

Mengenai makan, seperti sudah disinggung sedikit di atas, selain mencari di tempat sampah, kadang-kadang ada anak kost yang baik hati meberi dan melemparkan sisa makanan kepadaku. Selain itu juga, aku tetap berburu seperti cecurut, laron jika musim hujan, kupu-kupu, lipan. Beburu itu selain mendapat makanan, juga baik sebagai olahraga, untuk kesehatan tubuh, juga untuk mengasah instingku.
Sebenarnya tikus besar banyak di sana, karena rumah kost dekat dengan sawah. Tapi, aku takut memburu mereka, karena mereka sangat berani dan giginya tajam sekali. Tubuhnyapun besar mendekati  tingginya tubuhku. Jika mereka sedang mencari makan di tempat sampah, aku mengalah menunggu mereka berlalu dulu, baru aku mencari sisa makanan dari sisa-sisa makanan yang telah di makan oleh para tikus warok. Kadang-kadang aku memakan rumput. Untuk memperlancarkan pencernaan, kata ibuku dulu waktu mengajari aku keterampilan kaum kucing.


Selain gangguan dari tikus warok itu, kehidupan di rumah kosat sangat menyenangkan. Makanan berlimpah, sehingga aku dapat membesarkan anak-anakku dengan tenang dan nyaman. Juga banyaknya kucing pejantan yang datang mengajak aku kencan sambil mengharapkan mendapat bagian sisa makanan yang ada di tempat sampah. Hidup bagimana lagi yang engkau dustakan, teman?

Jika sedang tidak ada kegiatan, aku biasanya leyeh-leyeh. Selain di ruang tamu, biasanya di ujung gang dekat lemari es. Sambil menjilati seluruh buluku agar bersih dan terlihat cantik (agar bisa menarik bagi kucing garong jantan). Sayup-sayup dari kamar aku mendengar suara anak kost menggosip. Mereka biasanya membicarakan pria gebetan atau pacarnya. Mereka menilai fisik, pakaian, selera bahkan kebiasaan kecil mereka. Selain membicarakan laki-laki, mereka biasanya kuatir dengan tubuhnya. Takut gemuklah, takut bunderlah mukanya, sambil makan makanan kecil. Mereka juga kadang saling tukar informasi mengenai makanan yang enak di seputaran kota. Tempat membeli aksesori yang bagus dan murah. Salon yang baik. Perawatan tubuh yang terjangkau. Dan sedikit tentang pelajaran beban pekerjaan.

Malam menggantung di langit. Suara suara nokturnal mulai menghiasi bulan sabit nun di atas. Dari kamar terdengar samar-samar suara player mp3 melantunkan lagu-lagu kekinian mengantar lelap para penghuni rumah kost. 

Aku menggeliat membuang semua malas lalu menjilati seluruh tubuhku. Mempercantik diri. Malam ini aku harus mendapatkan kencan yang mengasyikkan. Menonton para pejantan berkelahi sambil mengeluarkan suara-suara sengau (yang menurutku seksi) untuk memperebutkan cintaku. Ah, asyik. Dan pemenangnya akan kuajak bercengkrama di lantai atas. Sebelumnya kuajak dinner dulu di tempat sampah depan rumah.

Beberapa bulan kemudian aku melahirkan kucing-kucing kecil dan lemah hasil cintaku dengan kucing garong pilihanku. Susuku kembali ngelembreh dan tubuhku kurus karena kurang makan dan susuku selalu disedot. Buluku brodol karena kurang perawatan. Anak-anakku cepat besar, cepat belajar dan cepat kutinggal untuk mandiri. Setelah anak-anak kucing sialan itu pergi, kumulai lagi rutinitas sebagai kucing betina.

Kamis, 12 April 2018

HIRUK PIKUK DI DESAKU

     Desaku, Desa Grogol, terletak di tlatah Kediri Hadiningrat, di kaki gunung Wilis. Tanahnya kering, sehingga hanya bisa ditanami padi sekali setahun, sisanya ditanami palawija. Itupun hanya tanaman singkong.

     Tanaman keras yang tumbuh di desaku, yang bernilai ekonomis, hanya randu, jati dan mangga, Sedikit rambutan dan jeruk disana-sini. Dan primadonanya adalah mangga podang yang endemik hanya ada di daerah desaku dan sekitarnya.

     Kehidupan di sana, hanya di seputar pertanian, beberapa pedagang, beberapa pegawai negri rendahan seperti guru, pegawai kecamatan, pamong yang biasanya menjadi panutan, selain kiai desa pemangku mesjid desa.

     Sebagian besar adalah keluarga sederhana yang hidup dari pertanian  yang tergolong ekonomi lemah, menengah ke bawah. Putaran ekonominya seputaran panen, dan gaji pegawai negri yang tidak seberapa. Sebagian kegiatan ekonominya adalah menjadi pelanggan bank perkreditan rakyat keliling, alias rentenir.

     Suatu ketika, sebuah perusahaan besar, perusahaan rokok nasional, Gudang Garam, meluaskan cengkraman ekonominya dengan merencanakan pembuatan bandara internasional di Kediri.

     Setelah survey ke sekeliling tlatah Kediri, akhirnya diputuskanlah daerah Grogol yang akan dijadikan Bandara internasional. Berarti desaku yang tercinta. Dan daerah yang akan dibangun adalah lahan pertanian dan sebagian rumah rakyat.

     Mulailah hiruk pikuk penjualan dan pembelian lahan-lahan tersebut. Para makelar mulai bergerilya ke rumah-rumah penduduk menawarkan harga untuk tanah-tanah mereka yang akan dijadikan bandara.

     Harga jual terus melangit, seiring kebutuhan lahan bandara yang sangat luas. Dari puluhan, ratusan hingga milyaran rupiah berpindah dari Gudang Garam kepada para pemilik lahan yang notabene orang-orang kecil yang tidak pernah bermimpi bahkan melihat uang ratusan juta bahkan milyaran.

     Bank-bank nasional mengirimkan mobil transfernya ke desaku. Mereka memonitor orang-orang yang bertransaksi seperti alap-alap mengejar mangsa. Mereka berlomba menservis para petani utun sebab uang Gudang Garam yang tiba-tiba membanjir.

     Mobil-mobil itu dilengkapi dengan antena parabola besar yang menghadap ke langit. Seperti mobil para pencari UFO yang sedang menunggu sinyal dari luar angkasa.

     Mereka, para petani yang tanahnya terdampak bandara,  menjadi milyuner mendadak. Kendala uang menjadi bukan masalah bagi mereka. Dan mereka mulai membeli barang-barang yang diinginkan. Barang-barang yang dulu tidak bisa mereka beli seperti mobil, motor, tanah, emas, istri mungkin, atau bahkan membeli akherat (maksudnya umroh!!!).

     Mobil-mobil keluaran terakhir dan seri tertinggi berjajar di halaman rumah mereka. Mereka belum mempunyai garasi. Mobil-mobilnya kebanyakan avanza dan xenia (tapi tipe terbaru!!!). Beberapa ada yang membeli mobilio. Beberapa membeli dua atau lebih mobil yang selalu terparkir di depan rumahnya.

     Untuk motor, sepertinya semua jenis dan merk berseliweran di desaku. Setiap kepala dalam satu rumah memiliki sebuah motor. Motor menjadi kendaraan rakyat, seperti halnya sepeda pada jaman dulu kala.

     Hampir tiap keluarga memiliki ELF. Jika ditanya, kenapa membeli ELF, mereka menjawab untuk urusan pergi jauh dan bisa menampung keluarga besar. Kalau sedang tidak dipakai, sukur-sukur ada yang menyewa untuk pemasukan tambahan.

     Mungkin kalau satu keluarga akan pergi jauh, maka mereka akan menggunakan ELF tetangganya, sedangkan ELF nya sendiri disewakan ke keluarga lain. Hmm.... gotongroyong yang aneh!!!

     Para tetanggaku yang menjadi milyuner, banyak yang berubah menjadi borjuis. Sombong. 

     Ada yang bilang (dengan dada membusung dan emosi tinggi) Anake sopo? Anake Si Mulya..... mangkane mulyo sak anak turune.

     Ada yang kemaruk membeli sawah dimana-mana. Mereka membeli tanpa membuat sertifikat. yang penting punya tanah banyak. jadi tuan tanah.

     Ada yang membeli banyak mobil dan motor. Seperti cerita di atas. Teman saya, punya anak banyak. Saking banyaknya sampai ada guyon, kalau sendalnya disatukan dengan sendal istrinya, maka pasti istrinya bisa mengandung.

     Dia membeli mobil dan motor satu untuk tiap anaknya, masa bodoh anaknya masih kecil. yang penting punya dulu. Kemana-mana selalu naik mobilnya. Bahkan untuk belanja ke warung tetangga.

     Dalam hal membangun rumah, sawah mereka beli dan dibangunlah istana-istana kecil bertingkat berarsitektur dan berwarna norak yang tidak harmoni dengan sekitar. Padahal sawah-sawah tersebut rencananya akan menjadi daerah penunjang bandara, sehingga kemungkinan akan digusur lagi.

     Saudara saya, dulunya lugu. Setelah mendapat durian runtuh, uang yang bergepok-gepok, dia membeli tanah di ujung jalan lalu membangun rumah dan kost-an disana. Setelah itu membeli mobil. Mobilnya setiap hari dipakai. Jarak Kediri kota desa grogol dilalui selama 2 jam. Katanya, biar aja lama, kan lama-lama juga kalo udah lanyah bisa cepet. Cuma kagetnya, setelah beli mobil, dia baru ingat kalau rumahnya di gang kecil yang tidak bisa dimasuki mobil.

     Ada lagi yang lain, mendapat uang banyak malah bingung, ada yang di taruh di bawah bantal biar ayem katanya. Ada yang jatuh sakit karena kaget dan takut uangnya dirampok.

     Ada juga yang mendapatkan uang lalu meninggal. Meninggalnya sih bukan karena kaget, tapi karena kanker. Dia mati tanpa meninggalkan anak. Akhirnya hartanya, hasil penjualan tanah kepada Gudang Garam, sebanyak sekian milyar menjadi rebutan keponakan-keponakannya, baik dari pihaknya maupun dari pihak almarhum istrinya. Tidak bisa menikmati, tapi malah meninggalkan bom waktu bagi keluarga yang ditinggalkan. Ironis.

     Tidak semua berubah sih, tetangga saya walaupun mendapat uang banyak, dia tetap bekerja sebagai kuli bangunan dan makan masakan istrinya. Kalau ditanya uangnya buat apa, yah buat adem-ademnya ati makanya ditaruh di bank.

     Ada lagi yang tiap hari hanya makan sebesar Rp 10.000,- per hari. Ia seorang nenek tua tanpa suami. Sebenarnya dia punya rumah dan uangnya banyak karena sawahnya sebagian besar terkena proyek bandara itu. Tapi tiap malam dia tidur di rumah anaknya. Bergiliran. Dan jika ditanya uangnya buat apa, dia menjawab untuk anak cucunya. Sungguh bahagia anak cucunya yang mendapat warisan itu!!!!!
     
     Tapi desaku tetap desa yang bersahaja, yang ke sawah tetap ke sawah. Yang pegawai negri tetap ngantor atau mengajar. Yang nganggur tetap bangun siang. Yang punya ternak tetap mengarit.

     Sarapan tetap di warung bik Siti dan ngopi di warung man Soleh. Sisanya makan di rumah jika istri masak.

     Malam tetap kongkow di perempatan dan menikmati lontong sayurnya bik Bin sambil menggosip dan mendengar kabar terbaru tentang desa tercinta diiringi kepulan asap rokok kretek.

    Mungkin yang berubah, jika bandara telah jadi adalah suara bising pesawat yang menggantikan kicauan burung dan mahalnya mangga podang ketika panen.

DOLANAN

Teman-teman
kita  main, yuk...
Main perang-perangan, mau?
Mau, ya?!?
Pilih senjatanya
ada pistol,
stengun,
bazoka,
senapan.
Atau pilih pisau,
atau pedang,
atau tombak.
Semua ada!
Oke, semua sudah pegang senjata
Aku jadi pemimpin, ya? Oke!
Kita berperang dimana, teman?
Di hutan asyik
Di kota seru
Di pantai bisa
Baiklah kita berperang di sana saja
Sekarang, semua bersiap!
Pilih posisi masing-masing
cari yang strategis,
nyaman, dan
mulai memandangi gadget masing-masing
dan menarilah jari dan jempol.....

Teman-teman
Mari kita olah raga
Bagaimana jika sepakbola?
Setuju semua? Oke, kita main.
Kita berbagi posisi, ya
Kau di depan
Aku di tengah
dan kamu sebagai gelandang
Kamu, kamu dan kamu,
jadi back ya!
Siapa yang mau jadi kiper?
Baiklah engkau saja teman.
Bagaimana dengan klubnya?
apa klub luar negri,
klub yang top,
klub juara terus ,
juaranya juara,
juara liga awang-awang?
Tentunya, klub lokal juga.
Klub sudah dipilih
dan posisi sudah ditentukan
Sekarang, semua bersiap!
Pilih posisi masing-masing
cari yang strategis,
nyaman, dan
mulai memandangi gadget masing-masing
dan menarilah jari dan jempol.....

Dahulu teman bermain selalu
keringat,
bau badan,
haus,
lelah,
kulit kusam,
luka,
jatuh,
mencuri buah di kebun tetangga,
serapah kakek pemilik kebun,
sembunyi,
berlari,
mengejar,
tertawa,
marah,
berkelahi karena karet,
hitungan 100 yang lompat,
kecurangan kecil yang menyenangkan,
gendong menggendong,
dan langkah lemas mendekati maghrib
saat matahari surup,
teriakan ibu menyuruh mandi.
Semua berganti menjadi
Sekarang, semua bersiap!
Pilih posisi masing-masing
cari yang strategis,
nyaman, dan
mulai memandangi gadget masing-masing
dan menarilah jari dan jempol.....

Rabu, 04 April 2018

DEMAM

Sakit menegurku tergagap dalam senyap
Meradang di setiap sendi
Merintih di simpul saraf
Suhu merayapi tubuh
Sisakan panas yang membakar
Sedang otak terisi fragmen mimpi
Berkelebat di pelupuk
Mulut, muara segala dosa
Kering dan pahit
Dipenuhi liur dan serapah.
Kamar seakan menjauh serasa mendekat
Ikuti irama nafas
Suara-suara seakan peka dan bergema
Berdenging di kuping
Menulikan ruang
Tubuhku terbaring lemah
Mencari keringat ditiap lipat selimut
Meletakkan kepala di bantal kumal
Di alas sprei lusuh
Mulut, ya kembali mulut, menginisiasi tubuh
Melebur semua luka
Meneguk pahit obat
Harap yang melegakan. Lemah
Akhirnya, perlahan kesadaran kembali direbut
Tubuh tergolek lemah menghitung waktu
Langit-langitpun kembali diam di tempat
Sedangkan suasana tersapu angin
Bau obat dan keringat. Lega.

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...