Sabtu, 29 Februari 2020

SUNYI

Sepertinya sunyi menyebar di kerumunan wajah
Hanya gumam tak jelas dari lagu yang menusuk ingatan
Ketika mencoba kenali dan menjadi teman
Kian intens kita mengoleksi ramai

Sekali dua kita pernah bertatap sua
Untuk menghabiskan beberapa patah kata kosong
Selebihnya hanya bahasa tubuh canggung
Sebab ramai telah habis dikoleksi

Sekiranya sunyi telah berubah menjadi entitas asing
Hanya dapat diraba buta tidak dinikmati
Setidaknya masih tersisa mata hati
Yang mengoleksi ramai sebagai rambu

Rabu, 26 Februari 2020

DIKEPUNG HUJAN

Sampah tentu salah
Menghalangi Sunatullah
Kita benar adanya

Iklim pasti ekstrim
Dituding anomali
Kita tetap benar adanya

Tanah hilang resap
Gorong-gorong dan rob
Kita memang tetap benar adanya

Pohon tiada cengkeram
Beton mencakar langit
Kita pasti memang tetap benar adanya

Senin, 24 Februari 2020

JONGGRANG

Malam belum lagi renta
Bulan magrong-magrong
Jonggrang gelisah
Terpana di jendela sentong

Dinaungi kegelapan
Berkejaran dengan malam
Candi nyaris genap hitung

Emban diutus ke desa
Gadis-gadis dibangunkan dari mimpi
Lesung ditalu bersahutan
Ayam kaget

Sumpah serapah bagi dewata
Kutuk tercetus sebab kecewa
Jonggrang arca melengkapi
Bandawasa berduka

Minggu, 23 Februari 2020

SUMBI

Menendang dengan kecewa
Pada lesung bertalu
Pada kokok ayam dini hari
Pada kasih tak sampai

Tangisan putus asa
Pada darah bersimbah
Pada dewata angkara
Pada kasih tak sampai

Janji pun terbelah
Pada doa puja
Pada dosa meruyak
Pada kasih tak sampai

Sabtu, 22 Februari 2020

MENDUT

Di hari pasaran
Syahwat sebagai hisapan ke dua
Dan lintingan tembakau
Dibakar pagi

Bekas bibir
Serta liur di daun jagung
Candu bagi kelakian
Supremasi gender

Rabu, 19 Februari 2020

PERHITUNGAN

Kutiup buhul tali di nyalinya malam
Saat bintang timur menggagahi luku
Hatiku merapal lafadz namamu. Hanya namamu
Mengeja tiap hurufnya dengan mengheningkan wajahmu

Niat ingsun matek aji
Hai jin peri ifrit jembalang mara kayangan
Dengan perantaraan buhul tundukkan hati si Fulanah
Tusukkanlah rasa rindu dan cinta birahi di keningnya

Pandangnya hanya sanggup menatap gambarku
Kiri kanan menjelma sirrku
Depan belakang terpeta wajahku
Rindunya sakit hanya dapat disembuhkan dengan sua

Kakang kawah adi ari-ari
Masukkan ke tujuh lubang Fulanah segala sihir
Cintanya birahi bergidik bulu roma
Tiada nafsu makan dan minum menyakiti segala rasa

Berkah karomah yang mbaurekso tanah tumpah
Nur Nabi cahaya Rajanya Wali
Kirimkan mahabbah ini ke dalam jiwa Fulanah
Ikat hatinya tambatkan cintanya hanya padaku
Tetapkan rindunya merana sebelum bertemu dan kusentuh

Malam telah mencapai sepertiga terakhir
Angin menerbangkan segenap mantera
Kemenyam ditambahkan ke dupa nyala
Asapnya menebar wangi
Tali buhul diletakkan di atas bara api
Perlahan berubah menjadi abu

Senin, 17 Februari 2020

KAWIN

Kucingku birahi
Di kandang ia gelisah
Suara gerengnya dalam
Tiada nafsu makan

Pintu dibuka
Kucing langsung lompat
Tubuhnya digosok ke tembok
Lalu lari menuju semak

Sore kandang kosong
Makanannya dirubung semut. Melempem
Malam kandang tetap kosong
Sayup suara kucing menggeram. Berkelahi

Pagi itu kucingku meringkuk di dekat kandangnya
Kepalanya diletakkan sebab lelah
Bulunya kotor sedang di wajahnya ada luka mengering
Kupanggil namanya dan ia mendatangi dengan pincang

HILANG

Tiada kunang-kunang di taman kota
Hilang terpapar asap knalpot
Dan pepohonan pun sakit

Di desa mereka terusir 
Karena modernisasi
Tembok bata menggantikan semak gulma

Hutan jati ketika kemarau adalah api
Semua terbakar hingga putus asa
Tak ada tempat sembunyi

Pestisida adalah senjata pamungkas
Lebih keras dari feromon
Lebih lekas menghabisi

Jumat, 14 Februari 2020

PAWON

Sepagian pawon menolak dingin
Baunya sangit antara kayu basah
Mata yang masih menyimpan kantuk
Dan secangkir kopi gula aren

Teko menjerit pantatnya hitam gosong
Dari lehernya uap berebut merayapi udara
Kayu dilahap oleh lidah api, menjadi bara
Gelas-gelas diisi gula, teh dan air panas

Kayu ditambahkan pada unggun yang abu
Wajan disirami minyak klentik
Bumbu digoreng untuk menyamarkan basi
Nasi amer digoreng untuk sarapan

Pagi mengangkat cadarnya. Merah keemasan
Pintu pawon menganga menangkap angin
Sentir masih menangkap bayangan
Suara, bau dan warna bangunkan seisi rumah

Rabu, 12 Februari 2020

HARI PASAR

Hari pasar menghampir di desa
Lapangan jadi berwarna pagi
Sisa hujan semalam sebagai embun
Serta rumputan yang bercampur lumpur

Dari lembur, hasil bumi dipanggul
Obor menunjukkan arah
Di tanah lapang semua kebutuhan digelar
Dari jajan pasar untuk si thole hingga pupur untuk si mbok

Matahari telah lewati sepenggalah
Lapar mendatangi bakul sego
Sepincuk sego pecel lawuh tahun tempe
Dan segelas teh nasgithel, nikmat sungguh

Di ujung desa dekat pos ronda
Di bawah beringin sungsang, 
mbok Jum menjual kopi dan jajanan

Sambil menunggui kopi aren
Dihisapnya rokok lintingan kawung 
Tembakau campur cengkeh

Ketika itu siang telah genap
Orang-orang berkumpul dengan pikulannya
Beriring mereka meninggalkan desa 
Menuju jalan setapak menanjak
Melangkah beriringan ke lembur



Sabtu, 08 Februari 2020

SEMUA DALAM INGATAN

Ingatan dikoleksi dari debu sejarah 
dan diseleksi oleh waktu
Gradasinya dari sedih mengeluh 
hingga buram dukana
Terangnya silau berkilau 
sampai jauh terpukau

Catatan menyimpan ingatan di lembar rontal mantra
Memilah hurufnya menjadi kutuk dan amarah
Dari puja puji lingga yoni 
hingga sutra Kama Ratih

Ingatan sebagai pustaka usia 
Catatan kakinya serupa kata hati
Dibisikkan ke dalam nalar dengan riang hingga berwarna terang
Lalu berterbangan ikuti arah angin

Jumat, 07 Februari 2020

UDARA YANG KUHIRUP

Kuhirup udara pagi desa
Paru-paruku disesaki pohonan dan lumpur sawah
Di jalan motor meraung
Dari pawon asap dan lelatu berterbangan

Bau humus merayap
Bercampur sedikit embun
Dari kandang terdengar lenguh sapi
Ayam bertelur di tumpukan jerami

Nafasku sedikit tersengal
Mobil tersedak dan batuk
Di jalan kuda berak
Anak-anak berseragam memanggul tas

Senin, 03 Februari 2020

REFLEKSI

Cermin menangkap bentuk serta memasung cahaya
Garis tubuhnya sebangun oleh tatap mata

Bahkan ketika tirai menghalangi hingga ruang jiwa berangsur remang
Gerak tetap terperangkap di kedalaman dimensi

Ketika pandang menjelajahi luasan tanpa batas dan mencari ujung cahaya
Didapati semua bentuk lebur menjadi cipta rasa

Mimpi kadang menyelinap memberi corak warna pastel di tepinya
Ada haru dan sedih sebagai pemanis serupa pita rambut gadis kecil

Garis pandang telah sejajar dan lebur hingga impian semusim
Segenap berbaur menjadi satu dan hilang aku

Wajah keingintahuan berpaling sebab silau pukau
Menarik semua janji hati dan menautkan kancing pada baju

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...