Sabtu, 30 Oktober 2021

PAGI SESUDAHNYA

Bahwasanya pagi telah datang dengan memanggul mendung
Setelah malam yang hangat dan berkeringat

Sesungguhnya pagi selalu datang tepat waktu
Sehening apa pun malam yang pitam

Pagi dan malam nyaris saling berkejaran
Namun tak pernah saling menelikung

Setelah malam yang pekat terbit lah fajar sidik
Demikian tercatat dalam lembar rontal yang terjaga


Jumat, 29 Oktober 2021

INGATAN

Seperti rembesan air, 
ingatan memenuhi ruang pikir
Menjajah dengan purba sangka
Sebagai benalu menginfeksi akal sehat

Lalu suara-suara terperangkap ditangkap
Suara yang menghasut
Suara dari kesumat
Suara di kesunyian

Hati telah padam bara
Pikiran berangsur rembang
Setelah temaram menaungi
Namun, siapa yang tadi bersuara? 

Rabu, 27 Oktober 2021

HUJAN SIANG

Siang ini hujan datang tiada terburu
Menentang hegemoni kemarau yang kering
Dan angin bersekutu dalam hujan
Mengusir panas dari setiap lipatan

Namun panas tak hendak hilang
Titik air mengubahnya jadi sumuk
Sehingga keringat tetap mengalir
Haus tak juga ingin menghilir

Saat hujan berhenti
Di sekujur bumi hanya lah lembab
Tanah sedikit basah
Debu lepas dari dedaunan

Senin, 25 Oktober 2021

PANASNYA MALAM INI

Tiada guna jendela disibak
Sebab angin hanya menghantar panas
Keringat pun tak sedikit jua berkurang
Menetes di lantai hangat

Malam telah cukup tua
Tak ada tanda musim berganti
Bulan dan bintang manjing 
Daun jatuh debu beterbangan

Mata nyalang kantuk hilang
Sumuk seperti selimut yang pengap
Nyamuk mengganggu dan berdenging di kuping
Aku diam mencoba berkompromi

Ungkeb serasa menusuk hingga sumsum tulang
Memerah tubuh hingga peluh mengalir dari segenap pori
Sambil menanti berita cuaca
Aku rebahan setengah telanjang di lantai

Jumat, 22 Oktober 2021

CUACA EKSTREM

Mendung mondar mandir di atap langit desa
Tanpa sedikit jua membawa hujan
Bahkan angin yang dikirim pun tak hendak
Hanya terik yang menyusupkan panasnya ke rumah

Dari luar debu mendesak masuk
Menghindari siang yang temberang
Dijamahnya seluruh perabot rumah
Lalu terbang melintas melalui jendela

Mungkin kita perlu perangkap untuk menangkapnya
Sedikit uba rampe bagi ki Ageng Selo
Jika petir telah dilepas dan meraung liar
Tinggal menanti awan hitam dan angin menjelma hujan

TINGGAL LAH SEJENAK

Tak perlu lah menghabiskan waktu untuk pertemuan ini
Cukup senyum sebagai komunikasi
Kadang peluk diperlukan sebagai pengukuh
Saling merapat tubuh sebagai peneguh

Jika tiada waktu tersedia
Kirimkan saja merpati sebagai kabar
Di sepucuk surat yang bertuliskan rindu
Ku bacanya dengan hati mendelu

Makanya, mampir lah sejenak
Berbagi perhatian yang semanak
Beberapa menit sua sebagai berlian
Dan digenggam agar tak hilang jejak

Rabu, 20 Oktober 2021

HANYA SATU PEREMPUAN BIASA

Kulitnya tidak sehitam malam
Ada dekik di antara senyumnya
Tubuhnya yang ranum buah
Sedikit bau birahi di lehernya

Daster tiga per empat dan pilinan rambut ikal
Tak jua tutupi segenap impian
Di antara geraknya yang serupa tarian
Mataku nanar seperti matahari barat

Ketika di kelokan 
Sedikit bayangnya memanjang sinar
Sambil menoleh genit 
Dia menghilang di kaki langit

Senin, 18 Oktober 2021

WAKTU UNTUK KITA

Sebagaimana waktu yang pecah bagai ratna
Tercerai berai dipenuhi kesibukan
Ketika kita kumpulkan hati
Lalu disusun layaknya puzzle
Yang terlihat hanya cermin retak

Maka jika kita memang memiliki potongannya
Sebutkan saja niat dan sambunglah tekad
Walau banyak perselisihan yang mencegah pertemuan
Namun carilah kesamaan pijak dan pikir
Niscaya kita dapat bersua sebagai bijak

Seteliti apapun tindak
Sehati-hatinya ucap
Jika telah ungkap
Sebagaimana hadirnya
Hanya lah sebuah kisah tak sampai

JARAK

Sesungguhnya pada mulanya adalah jarak
Hingga dikuatkan oleh waktu
Arahnya saling memunggungi, menjauh
Hingga satu saat menoleh untuk istirah

Bahkan rindu membutuhkannya jika sampai
Seberat apapun beban perpisahan
Selalu ada saat untuk meratap
Dan memanggil segenap cinta yang bercerai berai

Jarak dan usia bertolak belakang
Kian jauh jika terkenang
Padahal semua berawal dari mimpi
Hingga akhirnya berhenti sendiri

Jumat, 15 Oktober 2021

FRIKSI

Hatiku berkata, ya, kau benar! 
Namun akalku tersandung kerikil
Dengan naiknya derajat emosi
Hati dan akalku beradu punggung

Dengan kata kita bangun jembatan
Penghubung antara emosi yang pedih
Diikat dan dililit sedu sedan
Dikuatkan pilu yang mendelu

Tali telah diikat dan direkatkan
Karena usia butuh kompromi
Maka setelah friksi pergi
Kita hanya tinggal senyum merekah

Selasa, 12 Oktober 2021

KABUR

Ketika itu malam gelap pekat
Sepekat bayang-bayang
Tiba-tiba petir merobek langit
Dan siluet tubuhku terpapar sejenak

Karena angin tak mengirimkan kabar
Ku naiki pagar dan melompat
Dari bayangan petir yang menua
Terungkap papan bertuliskan "Rumah Panti"

Kemudian hujan turun sebagai gerimis
Seperti isak tangis
Menghapus jejak dan kenangan
Maka aku melangkah mengikuti takdir

Senin, 11 Oktober 2021

HANYA MILIKI WAKTU

Karena hanya waktu yang memiliki luang
Maka ku pilah-pilah menjadi kebutuhan
Lalu ku simpan di ruang ingatan
Sebagai bilangan hingga purnama

Namun waktu kadang melesat
Meninggalkan masa lalu dalam kenangan
Mengikuti rotasi pada porosnya
Sambil bertawaf di garis lintasnya

Waktu memang tak dapat dikejar
Didekati pun ia tak hendak
Kita hanya bisa mengikutinya dengan terseok
Sambil merapal doa harapan

Jumat, 08 Oktober 2021

DI HARI-HARI ITU

Kita adalah semangat itu sendiri
Sedikit alkohol menjadikan kita sebagai singa podium
Dengan gembira berdebat tentang omong kosong
Dengan sejumput kesombongan kita meninju langit

Bertahun telah lewat musim berganti
Semangat terkikis oleh waktu
Batas kesombongan hanya lah kompromi
Semua mimpi digilas kebutuhan dan hanyut

Di kafe itu aku menatap gelas
Isinya masih separuh
Ada bayangan lelaki dengan kerut di matanya yang merah
Inikah wajah yang dahulu semangat? 

Kamis, 07 Oktober 2021

LIHAT! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN

Lihatlah lebih cermat
Betapa kata telah mengoyak
Memporak porandakan hubungan
Menjadi kepingan hati yang duka

Dengan air mata sebagai pelumas
Tajamnya kata menusuk serupa picis
Tak membunuh hanya meninggalkan perih
Seolah kau tak pernah ucapkan mantra

Namun di antar tangis pilu
Dan luka yang sembilu
Hati tetap merengkuh
Hingga tetes darah terakhir

Rabu, 06 Oktober 2021

BAYANGAN SENYUMMU

Bayangan senyummu terus memanjang
Mengikuti tenggelamnya matahari
Senja kian lembayung
Memberi aksen merah pada rindu dendam

Ketika lampu taman likat menyala
Senyummu beralih tembok rumah
Dimana serangga menerjang terang
Di sana percakapan yang hangat

Malam telah tiba pada larut
Tubuh lelah rebah di atas ranjang
Ku sematkan senyummu dalam pikiran
Agar dapat mendatangi mimpi

Selasa, 05 Oktober 2021

KENTUT

Kentut menyergap 
Menjauhkan yang dekat
Suaranya seperti terjepit 
Mampir di hidung

Bau, sepertinya nilai tambah
Nyasar ke telinga
Dan mulut berkata kotor
Hingga sumpah serapah

MENANTI GILIR

Nomor antri telah disematkan
Kursi berderet penuh orang
Sebahagian berdiri merapat tembok
Pendingin ruangan terengah mengusik panas

Percakapan sesama menjadi menu utama
Menghalau waktu menepis bosan
Terkadang diselingi kantuk dan batuk
Penantian menjadi ajang berbagi keluh

Pintu terbuka seorang suster keluar
Semua menatap dan berharap
Ketika sebuah nama diucapkan
Seorang nenek di ujung ruang berdiri

Minggu, 03 Oktober 2021

PENGAJIAN

Majelis ilmu di mana guru dan murid bersua
Dengan lampu petromak yang terengah
Sejumlah serangga menerjang dan mati
Diikuti kekhusyukan yang baka

Banyak tanya menggantung di mata
Menatap dengan keingin tahuan asali
Selembar bulu sayap malaikat jatuh di pangkuan
Karena hikmah kebijaksanaan genap dituai


Sabtu, 02 Oktober 2021

AKHIR PEKAN

Akhir pekan tak serta merta mendatangi bahagia
Ketika keperluan akhirnya mendesak
Semua janji batal demi butuh

Kita himpun bahagia yang murah
Di teras denganmu, dengan angin malam
Seperti omong klobot dan kopi

Kadang sibuk hanya lah diam
Di beranda tempat memilih rindu
Kita bertukar bahagia

Kebahagiaan kecil masih tercecer
Pada jam-jam pertemuan
Untuk melunasi akhir pekan

Jumat, 01 Oktober 2021

MEMBACA TANDA

Daun jatuh di permukaan
Membawa warnanya serta
Terkadang sebelum terkulai
Angin menerbangkannya kembali

Kumbang terbang di sela-sela angin
Sayapnya yang ringkih gemetar
Ketika bunga menampakkan merahnya
Kaki kecilnya mencengkeram di antara kelopak

Rumput bertahan dalam kering
Daunnya meranggas coklat
Namun umbinya tidur diselimuti musim
Hingga bertemu hujan pertama

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...