Kamis, 30 Januari 2020

KUPU-KUPU

Pagi bersayap kuning
Kupu-kupu kecil berselancar
Disekujur rindang daun
Menghela angin kembara

Pelangi di kelopak angsana
Kupu-kupu hilang warna
Tariannya erotis
Aromanya birahi

Siang penuh di langit timur
Matahari mengawasi dengan terik
Kupu-kupu berterbangan ke segala penjuru
Dan hilang di batas waktu

Rabu, 29 Januari 2020

BICARALAH LEMBUT, CINTA

Sekejap mata terhenyak
Dan pedihnya beralih ungu
Kau jebak kata dengan onak
Pada tanya duka termangu

Prasangka membakar kata
Hanguslah hingga kecewa
Ketika luka telah meruyak
Maka mulut terdiam, hilang

Segenap angkara terpuruk
Meringkuk dalam lelah
Sekejap, kata mendapatkan kesadarannya
Bisikan pertamanya adalah cinta yang lembut

Minggu, 26 Januari 2020

SAKIT

Sakit terpuruk di bale kayu asem
Tikarnya daun pandan
Mata nanar atap rumbia
Udara pengap asap pawon

Kening pening
Bau gerusan bawang
Demam sekujur tubuh

Jaket bapa ke sawah 
dan kaos kaki ibu mengajar
Meringkuk memeluk

Malam lebih panjang dari waktu
Terperangkap dalam cahaya lampu sentir
Angin dari sela tembok kayu jati
Menggerayangi tubuh yang tergolek

Keringat di pelipis menempel ke jaket
Baunya bercampur ketiak
Panas telah semalaman
Wajah lesi sepagian

Jumat, 24 Januari 2020

DAMAI, PADA AKHIRNYA

Sedikitnya, lidah meletakkan lelatu ke wajah amarah
Angin jua meniup merah bara hingga terbakar duka
Segala benci telah kunci hingga tutupi kata
Pandang jadi sembilu mengoyak

Di ruang senyap, rindu selalu berpapasan dan bergandeng tangan
Tembok mulai bata retak bangunannya
Dari celahnya segenap sinar menerobos deras bercerita
Rasa kikuk yang diam menelisik dengan sepenuh antusias

Pada akhirnya ruang membuka jendela hati
Segala prasangka yang tajam dan kotor tersapu kenangan
Sawang di langit-langit terbang terbawa angin kembara
Dalam diam bibir merekah senyum dan mata binar memandang

Selasa, 21 Januari 2020

SALAM MARYAM

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat

Jadilah kehendakMu di bumi adanya
Hamba bernazar bagi kandungan
Serahkan usianya bagi Bait Allah

Kanda anak kita telah lahir
Hati dan tubuhku cemas
Nazar telah lepas laksana kuda tanpa kekang
Bagaimana menggenapinya jika perempuan?

Tetapilah nazar, dik
Sebab hutang harus dibayar
Yang Maha Menggenapi tidak pernah menyia-nyiakan janji
Cepat berkemas dan berangkat menuju Bait

Dari lindungan teduh mihrab
Terdengar suara lembut membalas salam
Tertatih sedikit bungkuk mendatangi pintu
Wajahnya bijak dan sabar. Wibawa
Ia imam Bait

Suami menggenggam tangan dan menciumnya
Mengutarakan kedatangannya
Menggenapi nazar istri
Namun, qodar, hanya memberi bayi perempuan
Bagaimana engkau menghukumi?

Di samping mihrab wajah bijak
Dibangun kamar sederhana di Timur
Dengan tabir untuk melindungi
Bagi nazar bayi perempuan
Disana ia ruku dan sujud merenungi keindahan dan kesucianNya

Satu hari wajah bijak mendatangi kamar
Di sisi perempuan itu rejeki di talam perak
Dari manakah gerangan buah-buahan ini?
Dari Sang Maha Memberi Rejeki
Dan diantar oleh utusanNya mulia

Puji dan syukur dipanjatkan bagi Sang Raja
Sujud dan rukulah sebagai tandanya
Bersama orang-orang yang sujud dan ruku
Genapi dengan puasa dan zakat

Malam sepertiga bintang berkedip
Kudus menaunginya
Perempuan itu bermunajat
Merenungi keindahan Ilahiah

Selarik sinar menembus kelam langit tujuh
Memancar kecepatan cahaya
Sayup ribuan pasang sayap mengepak
Utusan menghampiri tempat sujud

Kekudusan surgawi memenuhi ruang
Perempuan itu takjub dan takut
Sosok wajah tampan mendatangi
Utusan dari Yang Maha

Sesungguhnya aku berlindung dari kau 
Agar jangan sampai berbuat buruk 
Jika memang engkau termasuk orang yang takut

Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci

Bagaimana aku punya anak?
Belumlah tubuh dijamah lelaki
Bukanlah hamba ini pezina

Sang Maha berfirman
Perkara ini mudah bagiKu
Jika Aku berkehendak maka jadilah

Sang utusan meniup leher baju perempuan
Sebab tiup menuju rahim
Maka mengandunglah seorang anak laki
Lalu bersembunyilah di tempat yang jauh dari kaumnya

Ketika rasa sakit sering menyerang perut
Saat akan melahirkan
Maka perempuan itu bersandar di bawah pohon kurma
Aduhai, alangkah baiknya aku mati
Dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan

Sang utusan datang dari tempat rendah dan menghibur
Jangan bersedih
Di bawahmu ada anak sungai
Goyanglah pangkal pohon
Niscaya kurma segar akan jatuh di pangkuan
Makan dan minumlah rizki dariNya

Seterlah lahir bayi mulia
Digendongnya dengan kasih sayang
Dan dibawa dari tempat jauh ke desanya. Ke kaumnya

Para tetua menghardik
Hai, saudara perempuan Harun
Ayahmu bukanlah seorang jahat
Ibumu pun bukanlah pezina
Sungguh engkau telah melakukan hal yang sangat mungkar

Perempuan itu diam seribu bahasa 
Dan menunjuk pada bayinya mulia
Isyarah bahwa bayi mulia akan menjawabnya

Para tetua menjawab dengan tidak percaya
Bagaimana kami dapat bicara dengan bayi
Yang masih menete air susu ibunya 
Dan tidur dalam buaian

Bayi mulia itu dengan kuasaNya berbicara dengan fasih
Sesungguhnya aku adalah hambaNya 
DiberiNya untukku kitab dan hikmah
Dan menjadikanku sebagai seorang utusan.
Aku seorang yang diberkati di mana saja berada
Dan dimerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup;
Menjadikanku seorang yang berbakti kepada ibu 


Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku
Pada hari aku dilahirkan
Pada hari aku meninggal 
Dan pada hari aku dibangkitkan 

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat

Kamis, 16 Januari 2020

JALAN SUNYI

Jalan meletakkan sunyinya di bahu malam
Kesiur anginpun enggan melintas
Aku melangkah dengan menghitung sepi
Mengumpulkannya dalam ingatan

Kadang daun melayang jatuh dari pohon
Membawa kerutan dan kuning usia
Mencoba sembunyikan jalan dari sunyi sepi sendiri
Dan remahannya berserakan serupa bintang di langit

Jalan memerangkap sunyi dalam cahaya tandan kurma tua
Dari gelap malam temaram mengendap-endap
Menemani langkahku yang terbata
Berusaha menyamai bayangan

Di ujung penantian pertemuan
Jalan menemukan akhir langkahnya
Segenap lelah dihempas di haribaan
Dan menjelma menjadi sunyi yang lain

Selasa, 14 Januari 2020

MATA LELAH

Matahari melesakkan silau
Tajam serupa sembilu
Langsung menghunjam 
Dan tepi mata pun berkerut

Malam renta bintang luku
Semesta berdesakan menyesaki kamar
Lampu terengah berpijar
Perabotan tiada daya

Di cangkir hanya pahit
Puntung di asbak
Tubuh menangguk lelah
Namun mata tetap menampik mimpi

Matahari telah manjing di ufuk
Sinarnya lemah merambah kehidupan
Mata lelah dipejamkan
Namun pikiran serupa benang, kusut

Minggu, 12 Januari 2020

SEGO BERKAT

Malam masih muda namun terasa murung
Di selanya dedaunan ada dingin berebut
Gerimis meratap mengepung rumah
Di dalam api lampu bergoyang memancing serangga

Biyung duduk di ujung dipan
Menisik baju yang robek sebab usang
Bayangnya bergerak di tembok ikuti lenggangnya api
Aku dan adik meringkuk di tengah dipan didera lapar

Biyung meletakkan baju tisikannya
Kakinya mendatangi kelom
Dibesarkan api lampu hingga cahayanya kuning
Samar asap keluar dari semprong merambat para-para

Le, minum saja dulu air kendi
Segar dan bisa menahan lapar
Bopomu pulang sesudah Isya
Solat jama'ah dulu sesudah tahlilan

Biyung kembali melanjutkan menisik di ujung dipan kayu jati
Malam kian merangkak mengejar bintang
Aku dan adik kian terkungkung lapar dan dingin
Sedang kantuk memusuhi mata yang nyalang

Hujan telah lenyap hanya suara tetesan dari talang yang jatuh
Tiba-tiba pintu diketok perlahan dan Bopo uluk salam
Biyung bergegas menuju pintu sedang adik dan aku berhamburan berlari
Bopo di depan membawa besek berisi sego berkat lauk lengkap dan jajan pasar

Jumat, 10 Januari 2020

TAHLILAN

Senja datang mengenakan sarung dan kopiah
Berbondong menggenapi malam yang muda
Setelah salam senyap di balik pintu
Semua duduk saling berhadapan dengan bisu

Air dan kue berkeliling mendatangi tempat
Rokok dinyalakan dan menggantang asap
Ruang penuh bisik, batuk dan serangga malam
Pak Kiai berdeham membuka majelis doa

Orkestrasi dibuka dengan suluk monolog nan fitri
Sejenak akapela puja puji berisik diantara hadirin
Suara bariton mbah kiai kembali menggiring satu nada puja
Sambil menunduk memandang tikar, makmum berbisik

Dzikir telah diantar hingga batas langit
Hati telah kembali duduk berkumpul di majelis
Doa dilantunkan dengan tangan tengadah
Dan amin mengiringi hingga memenuhi ruang

Dari pawon beraroma kayu bakar
Piring-piring berbaris mendatangi majelis
Majelis menerima piring-piring yang mendatangi
Majelis dan piring-piring bersinergi dalam gerak yang sama

Usai makan dan minum, lalu mengepulkan asap rokok sambil berbincang
Dari sentong keluar asul-asul berbaris serupa ular
Menempati setiap orang yang bersila tidak tenang
Setelah genap, semua berdiri mengucap salam dan bergegas berebutan sendal

Senin, 06 Januari 2020

BAYANGAN MEMAIN

Bayangan menggandeng cahaya
Mengajak mendatangi setiap bidang ruang
Diantara dedaunan mereka bermain
Menari berselendang mentari

Di depan cermin ia mematut
Berputar dan menatap
Dibenahinya setiap lipatan
Lalu terbang menyongsong cahaya

Kala itu warna telah pelangi
Memain di para-para senja
Setiap geraknya ikuti musim

Setelah malam jatuh dalam remang
Lampu menemani bayang yang memudar
Hingga akhirnya hilang bersama kelam

DONGENG IBU

Dongeng ibu sebelum tidur 
adalah raksasa, peri dan putri
Bermuatan hikmah 
serta kantuk dan bisik lirih di telinga

Ketika itu mimpi merasuk
Sementara ibu menukas 
raksasa, peri dan putri hilang sirna
sebab mata terpejam

Lampu dimatikan malam berganti
Kamar telah senyap dan hangat
Ibu beranjak merapikan dan mengemas dongeng

Minggu, 05 Januari 2020

KEBIASAAN

Kebiasaan lama sulit berubah
Kecambahnya segera rekat melekat
Berkembang di dahan hati serupa benalu
Menghisap getah dari kehidupan

Ketika perilaku telah jelaga
Sulurnya mengakar kemana merana
Bagai kerakap tumbuh di batu
Pekerti hanya basa basi hilang arti

Setelah waktu beralih rutinitas
Sebagai buruk telah semestinya
Segenap terhalang akibat terantuk tabu
Kebiasaan telah mendarah daging

Jumat, 03 Januari 2020

PEREMPUAN DI JALAN

Perempuan itu bertudung sore
Wajahnya bersimbah peluh
Bajunya kumal
Punggungnya menanggung beban

Kaki korengnya melangkah
Perutnya diganjal batu
Diraihnya makanan basi
Tangannya gemetar menyuap

Lapar telah lenyap
Senyum tipisnya gusi ompong
Mata rabunnya mengonggok sampah
Tangannya tangkas menyibak bau

Rabu, 01 Januari 2020

MEMBODOHI SENDIRI

Katapun tersesat
Tajam menghunjam
Melesak ke dalam otak
Berkecambah dan diaspora di kesadaran

Kata menggenangi ingatan
Bersimbiosis sebagai prasangka
Sulurnya mengkait dan menggantung
Seolah tali di leher

Kata terlanjur telanjang
Hilang makna dan menyisakan bunyi
Dihadapannya wajah tanpa ekspresi
Hanyalah sunyi retorikanya

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...