Pagi bersayap kuning
Kupu-kupu kecil berselancar
Disekujur rindang daun
Menghela angin kembara
Pelangi di kelopak angsana
Kupu-kupu hilang warna
Tariannya erotis
Aromanya birahi
Siang penuh di langit timur
Matahari mengawasi dengan terik
Kupu-kupu berterbangan ke segala penjuru
Dan hilang di batas waktu
Kamis, 30 Januari 2020
Rabu, 29 Januari 2020
BICARALAH LEMBUT, CINTA
Sekejap mata terhenyak
Dan pedihnya beralih ungu
Kau jebak kata dengan onak
Pada tanya duka termangu
Prasangka membakar kata
Hanguslah hingga kecewa
Ketika luka telah meruyak
Maka mulut terdiam, hilang
Segenap angkara terpuruk
Meringkuk dalam lelah
Sekejap, kata mendapatkan kesadarannya
Bisikan pertamanya adalah cinta yang lembut
Dan pedihnya beralih ungu
Kau jebak kata dengan onak
Pada tanya duka termangu
Prasangka membakar kata
Hanguslah hingga kecewa
Ketika luka telah meruyak
Maka mulut terdiam, hilang
Segenap angkara terpuruk
Meringkuk dalam lelah
Sekejap, kata mendapatkan kesadarannya
Bisikan pertamanya adalah cinta yang lembut
Minggu, 26 Januari 2020
SAKIT
Sakit terpuruk di bale kayu asem
Tikarnya daun pandan
Mata nanar atap rumbia
Udara pengap asap pawon
Kening pening
Jaket bapa ke sawah
Tikarnya daun pandan
Mata nanar atap rumbia
Udara pengap asap pawon
Kening pening
Bau gerusan bawang
Demam sekujur tubuh
Demam sekujur tubuh
Jaket bapa ke sawah
dan kaos kaki ibu mengajar
Meringkuk memeluk
Malam lebih panjang dari waktu
Terperangkap dalam cahaya lampu sentir
Angin dari sela tembok kayu jati
Menggerayangi tubuh yang tergolek
Keringat di pelipis menempel ke jaket
Baunya bercampur ketiak
Panas telah semalaman
Wajah lesi sepagian
Meringkuk memeluk
Malam lebih panjang dari waktu
Terperangkap dalam cahaya lampu sentir
Angin dari sela tembok kayu jati
Menggerayangi tubuh yang tergolek
Keringat di pelipis menempel ke jaket
Baunya bercampur ketiak
Panas telah semalaman
Wajah lesi sepagian
Jumat, 24 Januari 2020
DAMAI, PADA AKHIRNYA
Sedikitnya, lidah meletakkan lelatu ke wajah amarah
Angin jua meniup merah bara hingga terbakar duka
Segala benci telah kunci hingga tutupi kata
Pandang jadi sembilu mengoyak
Di ruang senyap, rindu selalu berpapasan dan bergandeng tangan
Tembok mulai bata retak bangunannya
Dari celahnya segenap sinar menerobos deras bercerita
Rasa kikuk yang diam menelisik dengan sepenuh antusias
Pada akhirnya ruang membuka jendela hati
Segala prasangka yang tajam dan kotor tersapu kenangan
Sawang di langit-langit terbang terbawa angin kembara
Dalam diam bibir merekah senyum dan mata binar memandang
Angin jua meniup merah bara hingga terbakar duka
Segala benci telah kunci hingga tutupi kata
Pandang jadi sembilu mengoyak
Di ruang senyap, rindu selalu berpapasan dan bergandeng tangan
Tembok mulai bata retak bangunannya
Dari celahnya segenap sinar menerobos deras bercerita
Rasa kikuk yang diam menelisik dengan sepenuh antusias
Pada akhirnya ruang membuka jendela hati
Segala prasangka yang tajam dan kotor tersapu kenangan
Sawang di langit-langit terbang terbawa angin kembara
Dalam diam bibir merekah senyum dan mata binar memandang
Selasa, 21 Januari 2020
SALAM MARYAM
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat
Jadilah kehendakMu di bumi adanya
Hamba bernazar bagi kandungan
Serahkan usianya bagi Bait Allah
Kanda anak kita telah lahir
Hati dan tubuhku cemas
Nazar telah lepas laksana kuda tanpa kekang
Bagaimana menggenapinya jika perempuan?
Tetapilah nazar, dik
Sebab hutang harus dibayar
Yang Maha Menggenapi tidak pernah menyia-nyiakan janji
Cepat berkemas dan berangkat menuju Bait
Dari lindungan teduh mihrab
Terdengar suara lembut membalas salam
Tertatih sedikit bungkuk mendatangi pintu
Wajahnya bijak dan sabar. Wibawa
Ia imam Bait
Suami menggenggam tangan dan menciumnya
Mengutarakan kedatangannya
Menggenapi nazar istri
Namun, qodar, hanya memberi bayi perempuan
Bagaimana engkau menghukumi?
Di samping mihrab wajah bijak
Dibangun kamar sederhana di Timur
Dengan tabir untuk melindungi
Bagi nazar bayi perempuan
Disana ia ruku dan sujud merenungi keindahan dan kesucianNya
Satu hari wajah bijak mendatangi kamar
Di sisi perempuan itu rejeki di talam perak
Dari manakah gerangan buah-buahan ini?
Dari Sang Maha Memberi Rejeki
Dan diantar oleh utusanNya mulia
Puji dan syukur dipanjatkan bagi Sang Raja
Sujud dan rukulah sebagai tandanya
Bersama orang-orang yang sujud dan ruku
Genapi dengan puasa dan zakat
Malam sepertiga bintang berkedip
Kudus menaunginya
Perempuan itu bermunajat
Merenungi keindahan Ilahiah
Selarik sinar menembus kelam langit tujuh
Memancar kecepatan cahaya
Sayup ribuan pasang sayap mengepak
Utusan menghampiri tempat sujud
Kekudusan surgawi memenuhi ruang
Perempuan itu takjub dan takut
Sosok wajah tampan mendatangi
Utusan dari Yang Maha
Sesungguhnya aku berlindung dari kau
Agar jangan sampai berbuat buruk
Jika memang engkau termasuk orang yang takut
Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci
Bagaimana aku punya anak?
Belumlah tubuh dijamah lelaki
Bukanlah hamba ini pezina
Sang Maha berfirman
Perkara ini mudah bagiKu
Jika Aku berkehendak maka jadilah
Sang utusan meniup leher baju perempuan
Sebab tiup menuju rahim
Maka mengandunglah seorang anak laki
Lalu bersembunyilah di tempat yang jauh dari kaumnya
Ketika rasa sakit sering menyerang perut
Saat akan melahirkan
Maka perempuan itu bersandar di bawah pohon kurma
Aduhai, alangkah baiknya aku mati
Dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan
Sang utusan datang dari tempat rendah dan menghibur
Jangan bersedih
Di bawahmu ada anak sungai
Goyanglah pangkal pohon
Niscaya kurma segar akan jatuh di pangkuan
Makan dan minumlah rizki dariNya
Seterlah lahir bayi mulia
Digendongnya dengan kasih sayang
Dan dibawa dari tempat jauh ke desanya. Ke kaumnya
Para tetua menghardik
Hai, saudara perempuan Harun
Ayahmu bukanlah seorang jahat
Ibumu pun bukanlah pezina
Sungguh engkau telah melakukan hal yang sangat mungkar
Perempuan itu diam seribu bahasa
Dan menunjuk pada bayinya mulia
Isyarah bahwa bayi mulia akan menjawabnya
Para tetua menjawab dengan tidak percaya
Bagaimana kami dapat bicara dengan bayi
Yang masih menete air susu ibunya
Dan tidur dalam buaian
Bayi mulia itu dengan kuasaNya berbicara dengan fasih
Sesungguhnya aku adalah hambaNya
DiberiNya untukku kitab dan hikmah
Dan menjadikanku sebagai seorang utusan.
Aku seorang yang diberkati di mana saja berada
Dan dimerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup;
Menjadikanku seorang yang berbakti kepada ibu
Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku
Pada hari aku dilahirkan
Pada hari aku meninggal
Dan pada hari aku dibangkitkan
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat
Jadilah kehendakMu di bumi adanya
Hamba bernazar bagi kandungan
Serahkan usianya bagi Bait Allah
Kanda anak kita telah lahir
Hati dan tubuhku cemas
Nazar telah lepas laksana kuda tanpa kekang
Bagaimana menggenapinya jika perempuan?
Tetapilah nazar, dik
Sebab hutang harus dibayar
Yang Maha Menggenapi tidak pernah menyia-nyiakan janji
Cepat berkemas dan berangkat menuju Bait
Dari lindungan teduh mihrab
Terdengar suara lembut membalas salam
Tertatih sedikit bungkuk mendatangi pintu
Wajahnya bijak dan sabar. Wibawa
Ia imam Bait
Suami menggenggam tangan dan menciumnya
Mengutarakan kedatangannya
Menggenapi nazar istri
Namun, qodar, hanya memberi bayi perempuan
Bagaimana engkau menghukumi?
Di samping mihrab wajah bijak
Dibangun kamar sederhana di Timur
Dengan tabir untuk melindungi
Bagi nazar bayi perempuan
Disana ia ruku dan sujud merenungi keindahan dan kesucianNya
Satu hari wajah bijak mendatangi kamar
Di sisi perempuan itu rejeki di talam perak
Dari manakah gerangan buah-buahan ini?
Dari Sang Maha Memberi Rejeki
Dan diantar oleh utusanNya mulia
Puji dan syukur dipanjatkan bagi Sang Raja
Sujud dan rukulah sebagai tandanya
Bersama orang-orang yang sujud dan ruku
Genapi dengan puasa dan zakat
Malam sepertiga bintang berkedip
Kudus menaunginya
Perempuan itu bermunajat
Merenungi keindahan Ilahiah
Selarik sinar menembus kelam langit tujuh
Memancar kecepatan cahaya
Sayup ribuan pasang sayap mengepak
Utusan menghampiri tempat sujud
Kekudusan surgawi memenuhi ruang
Perempuan itu takjub dan takut
Sosok wajah tampan mendatangi
Utusan dari Yang Maha
Sesungguhnya aku berlindung dari kau
Agar jangan sampai berbuat buruk
Jika memang engkau termasuk orang yang takut
Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci
Bagaimana aku punya anak?
Belumlah tubuh dijamah lelaki
Bukanlah hamba ini pezina
Sang Maha berfirman
Perkara ini mudah bagiKu
Jika Aku berkehendak maka jadilah
Sang utusan meniup leher baju perempuan
Sebab tiup menuju rahim
Maka mengandunglah seorang anak laki
Lalu bersembunyilah di tempat yang jauh dari kaumnya
Ketika rasa sakit sering menyerang perut
Saat akan melahirkan
Maka perempuan itu bersandar di bawah pohon kurma
Aduhai, alangkah baiknya aku mati
Dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan
Sang utusan datang dari tempat rendah dan menghibur
Jangan bersedih
Di bawahmu ada anak sungai
Goyanglah pangkal pohon
Niscaya kurma segar akan jatuh di pangkuan
Makan dan minumlah rizki dariNya
Seterlah lahir bayi mulia
Digendongnya dengan kasih sayang
Dan dibawa dari tempat jauh ke desanya. Ke kaumnya
Para tetua menghardik
Hai, saudara perempuan Harun
Ayahmu bukanlah seorang jahat
Ibumu pun bukanlah pezina
Sungguh engkau telah melakukan hal yang sangat mungkar
Perempuan itu diam seribu bahasa
Dan menunjuk pada bayinya mulia
Isyarah bahwa bayi mulia akan menjawabnya
Para tetua menjawab dengan tidak percaya
Bagaimana kami dapat bicara dengan bayi
Yang masih menete air susu ibunya
Dan tidur dalam buaian
Bayi mulia itu dengan kuasaNya berbicara dengan fasih
Sesungguhnya aku adalah hambaNya
DiberiNya untukku kitab dan hikmah
Dan menjadikanku sebagai seorang utusan.
Aku seorang yang diberkati di mana saja berada
Dan dimerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup;
Menjadikanku seorang yang berbakti kepada ibu
Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku
Pada hari aku dilahirkan
Pada hari aku meninggal
Dan pada hari aku dibangkitkan
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat
Kamis, 16 Januari 2020
JALAN SUNYI
Jalan meletakkan sunyinya di bahu malam
Kesiur anginpun enggan melintas
Aku melangkah dengan menghitung sepi
Mengumpulkannya dalam ingatan
Kadang daun melayang jatuh dari pohon
Membawa kerutan dan kuning usia
Mencoba sembunyikan jalan dari sunyi sepi sendiri
Dan remahannya berserakan serupa bintang di langit
Jalan memerangkap sunyi dalam cahaya tandan kurma tua
Dari gelap malam temaram mengendap-endap
Menemani langkahku yang terbata
Berusaha menyamai bayangan
Di ujung penantian pertemuan
Jalan menemukan akhir langkahnya
Segenap lelah dihempas di haribaan
Dan menjelma menjadi sunyi yang lain
Aku melangkah dengan menghitung sepi
Mengumpulkannya dalam ingatan
Kadang daun melayang jatuh dari pohon
Membawa kerutan dan kuning usia
Mencoba sembunyikan jalan dari sunyi sepi sendiri
Dan remahannya berserakan serupa bintang di langit
Jalan memerangkap sunyi dalam cahaya tandan kurma tua
Dari gelap malam temaram mengendap-endap
Menemani langkahku yang terbata
Berusaha menyamai bayangan
Di ujung penantian pertemuan
Jalan menemukan akhir langkahnya
Segenap lelah dihempas di haribaan
Dan menjelma menjadi sunyi yang lain
Selasa, 14 Januari 2020
MATA LELAH
Matahari melesakkan silau
Tajam serupa sembilu
Tajam serupa sembilu
Langsung menghunjam
Dan tepi mata pun berkerut
Malam renta bintang luku
Semesta berdesakan menyesaki kamar
Lampu terengah berpijar
Perabotan tiada daya
Di cangkir hanya pahit
Puntung di asbak
Tubuh menangguk lelah
Namun mata tetap menampik mimpi
Matahari telah manjing di ufuk
Sinarnya lemah merambah kehidupan
Mata lelah dipejamkan
Dan tepi mata pun berkerut
Malam renta bintang luku
Semesta berdesakan menyesaki kamar
Lampu terengah berpijar
Perabotan tiada daya
Di cangkir hanya pahit
Puntung di asbak
Tubuh menangguk lelah
Namun mata tetap menampik mimpi
Matahari telah manjing di ufuk
Sinarnya lemah merambah kehidupan
Mata lelah dipejamkan
Namun pikiran serupa benang, kusut
Minggu, 12 Januari 2020
SEGO BERKAT
Malam masih muda namun terasa murung
Di selanya dedaunan ada dingin berebut
Gerimis meratap mengepung rumah
Di dalam api lampu bergoyang memancing serangga
Biyung duduk di ujung dipan
Menisik baju yang robek sebab usang
Bayangnya bergerak di tembok ikuti lenggangnya api
Aku dan adik meringkuk di tengah dipan didera lapar
Biyung meletakkan baju tisikannya
Kakinya mendatangi kelom
Dibesarkan api lampu hingga cahayanya kuning
Samar asap keluar dari semprong merambat para-para
Le, minum saja dulu air kendi
Segar dan bisa menahan lapar
Bopomu pulang sesudah Isya
Solat jama'ah dulu sesudah tahlilan
Biyung kembali melanjutkan menisik di ujung dipan kayu jati
Malam kian merangkak mengejar bintang
Aku dan adik kian terkungkung lapar dan dingin
Sedang kantuk memusuhi mata yang nyalang
Hujan telah lenyap hanya suara tetesan dari talang yang jatuh
Tiba-tiba pintu diketok perlahan dan Bopo uluk salam
Biyung bergegas menuju pintu sedang adik dan aku berhamburan berlari
Bopo di depan membawa besek berisi sego berkat lauk lengkap dan jajan pasar
Di selanya dedaunan ada dingin berebut
Gerimis meratap mengepung rumah
Di dalam api lampu bergoyang memancing serangga
Biyung duduk di ujung dipan
Menisik baju yang robek sebab usang
Bayangnya bergerak di tembok ikuti lenggangnya api
Aku dan adik meringkuk di tengah dipan didera lapar
Biyung meletakkan baju tisikannya
Kakinya mendatangi kelom
Dibesarkan api lampu hingga cahayanya kuning
Samar asap keluar dari semprong merambat para-para
Le, minum saja dulu air kendi
Segar dan bisa menahan lapar
Bopomu pulang sesudah Isya
Solat jama'ah dulu sesudah tahlilan
Biyung kembali melanjutkan menisik di ujung dipan kayu jati
Malam kian merangkak mengejar bintang
Aku dan adik kian terkungkung lapar dan dingin
Sedang kantuk memusuhi mata yang nyalang
Hujan telah lenyap hanya suara tetesan dari talang yang jatuh
Tiba-tiba pintu diketok perlahan dan Bopo uluk salam
Biyung bergegas menuju pintu sedang adik dan aku berhamburan berlari
Bopo di depan membawa besek berisi sego berkat lauk lengkap dan jajan pasar
Jumat, 10 Januari 2020
TAHLILAN
Senja datang mengenakan sarung dan kopiah
Berbondong menggenapi malam yang muda
Setelah salam senyap di balik pintu
Semua duduk saling berhadapan dengan bisu
Air dan kue berkeliling mendatangi tempat
Rokok dinyalakan dan menggantang asap
Ruang penuh bisik, batuk dan serangga malam
Pak Kiai berdeham membuka majelis doa
Orkestrasi dibuka dengan suluk monolog nan fitri
Sejenak akapela puja puji berisik diantara hadirin
Suara bariton mbah kiai kembali menggiring satu nada puja
Sambil menunduk memandang tikar, makmum berbisik
Dzikir telah diantar hingga batas langit
Hati telah kembali duduk berkumpul di majelis
Doa dilantunkan dengan tangan tengadah
Dan amin mengiringi hingga memenuhi ruang
Dari pawon beraroma kayu bakar
Piring-piring berbaris mendatangi majelis
Majelis menerima piring-piring yang mendatangi
Majelis dan piring-piring bersinergi dalam gerak yang sama
Usai makan dan minum, lalu mengepulkan asap rokok sambil berbincang
Dari sentong keluar asul-asul berbaris serupa ular
Menempati setiap orang yang bersila tidak tenang
Setelah genap, semua berdiri mengucap salam dan bergegas berebutan sendal
Berbondong menggenapi malam yang muda
Setelah salam senyap di balik pintu
Semua duduk saling berhadapan dengan bisu
Air dan kue berkeliling mendatangi tempat
Rokok dinyalakan dan menggantang asap
Ruang penuh bisik, batuk dan serangga malam
Pak Kiai berdeham membuka majelis doa
Orkestrasi dibuka dengan suluk monolog nan fitri
Sejenak akapela puja puji berisik diantara hadirin
Suara bariton mbah kiai kembali menggiring satu nada puja
Sambil menunduk memandang tikar, makmum berbisik
Dzikir telah diantar hingga batas langit
Hati telah kembali duduk berkumpul di majelis
Doa dilantunkan dengan tangan tengadah
Dan amin mengiringi hingga memenuhi ruang
Dari pawon beraroma kayu bakar
Piring-piring berbaris mendatangi majelis
Majelis menerima piring-piring yang mendatangi
Majelis dan piring-piring bersinergi dalam gerak yang sama
Usai makan dan minum, lalu mengepulkan asap rokok sambil berbincang
Dari sentong keluar asul-asul berbaris serupa ular
Menempati setiap orang yang bersila tidak tenang
Setelah genap, semua berdiri mengucap salam dan bergegas berebutan sendal
Senin, 06 Januari 2020
BAYANGAN MEMAIN
Bayangan menggandeng cahaya
Mengajak mendatangi setiap bidang ruang
Diantara dedaunan mereka bermain
Menari berselendang mentari
Di depan cermin ia mematut
Berputar dan menatap
Dibenahinya setiap lipatan
Lalu terbang menyongsong cahaya
Kala itu warna telah pelangi
Memain di para-para senja
Mengajak mendatangi setiap bidang ruang
Diantara dedaunan mereka bermain
Menari berselendang mentari
Di depan cermin ia mematut
Berputar dan menatap
Dibenahinya setiap lipatan
Lalu terbang menyongsong cahaya
Kala itu warna telah pelangi
Memain di para-para senja
Setiap geraknya ikuti musim
Setelah malam jatuh dalam remang
Lampu menemani bayang yang memudar
Hingga akhirnya hilang bersama kelam
Setelah malam jatuh dalam remang
Lampu menemani bayang yang memudar
Hingga akhirnya hilang bersama kelam
DONGENG IBU
Dongeng ibu sebelum tidur
Ketika itu mimpi merasuk
Sementara ibu menukas
adalah raksasa, peri dan putri
Bermuatan hikmah
Bermuatan hikmah
serta kantuk dan bisik lirih di telinga
Ketika itu mimpi merasuk
Sementara ibu menukas
raksasa, peri dan putri hilang sirna
sebab mata terpejam
Lampu dimatikan malam berganti
Kamar telah senyap dan hangat
Ibu beranjak merapikan dan mengemas dongeng
Lampu dimatikan malam berganti
Kamar telah senyap dan hangat
Ibu beranjak merapikan dan mengemas dongeng
Minggu, 05 Januari 2020
KEBIASAAN
Kebiasaan lama sulit berubah
Kecambahnya segera rekat melekat
Berkembang di dahan hati serupa benalu
Menghisap getah dari kehidupan
Ketika perilaku telah jelaga
Sulurnya mengakar kemana merana
Bagai kerakap tumbuh di batu
Pekerti hanya basa basi hilang arti
Setelah waktu beralih rutinitas
Sebagai buruk telah semestinya
Segenap terhalang akibat terantuk tabu
Kebiasaan telah mendarah daging
Kecambahnya segera rekat melekat
Berkembang di dahan hati serupa benalu
Menghisap getah dari kehidupan
Ketika perilaku telah jelaga
Sulurnya mengakar kemana merana
Bagai kerakap tumbuh di batu
Pekerti hanya basa basi hilang arti
Setelah waktu beralih rutinitas
Sebagai buruk telah semestinya
Segenap terhalang akibat terantuk tabu
Kebiasaan telah mendarah daging
Jumat, 03 Januari 2020
PEREMPUAN DI JALAN
Perempuan itu bertudung sore
Wajahnya bersimbah peluh
Bajunya kumal
Punggungnya menanggung beban
Kaki korengnya melangkah
Perutnya diganjal batu
Diraihnya makanan basi
Tangannya gemetar menyuap
Lapar telah lenyap
Senyum tipisnya gusi ompong
Wajahnya bersimbah peluh
Bajunya kumal
Punggungnya menanggung beban
Kaki korengnya melangkah
Perutnya diganjal batu
Diraihnya makanan basi
Tangannya gemetar menyuap
Lapar telah lenyap
Senyum tipisnya gusi ompong
Mata rabunnya mengonggok sampah
Tangannya tangkas menyibak bau
Tangannya tangkas menyibak bau
Rabu, 01 Januari 2020
MEMBODOHI SENDIRI
Katapun tersesat
Tajam menghunjam
Melesak ke dalam otak
Berkecambah dan diaspora di kesadaran
Kata menggenangi ingatan
Bersimbiosis sebagai prasangka
Sulurnya mengkait dan menggantung
Seolah tali di leher
Kata terlanjur telanjang
Hilang makna dan menyisakan bunyi
Dihadapannya wajah tanpa ekspresi
Hanyalah sunyi retorikanya
Tajam menghunjam
Melesak ke dalam otak
Berkecambah dan diaspora di kesadaran
Kata menggenangi ingatan
Bersimbiosis sebagai prasangka
Sulurnya mengkait dan menggantung
Seolah tali di leher
Kata terlanjur telanjang
Hilang makna dan menyisakan bunyi
Dihadapannya wajah tanpa ekspresi
Hanyalah sunyi retorikanya
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...