Burung bernyanyi di pohon
Bulunya biru kuning meriah
Berlompatan di ranting ringkih
Daun menari menangkap angin
Bertepuk ramai gemerisik
Bergerak segenap tingkah
Matahari membelah rindang
Helai sinarnya silau pukau
Sebagai kostum di panggung
Nyanyian kian kicau
Bersahutan di segenap rimbun
Layaknya acapella di udara
Ketika orkestrasi usai
Applause panjang daun dan angin,
iringi burung terbang ke langit
Sabtu, 30 Maret 2019
Kamis, 28 Maret 2019
TIDAK JADI
Perlahan mendung mengambil alih cakrawala
Mengikat angin di daun yang diam
Dan matahari tersangkut di awan
Kilaunya padam terbawa burung layang
Waktu berdetak dan gelap kian berat
Awan hitam memanggul titik air
Seketika petir peringatkan bumi
Akan seruan amarah langit
Ketika sekian masa terlewat senyap
Senja menambahkan warna pekat
Angin bebaskan diri dan meniup sepoi
Menggiring mendung jauhi genting rumah
Mengikat angin di daun yang diam
Dan matahari tersangkut di awan
Kilaunya padam terbawa burung layang
Waktu berdetak dan gelap kian berat
Awan hitam memanggul titik air
Seketika petir peringatkan bumi
Akan seruan amarah langit
Ketika sekian masa terlewat senyap
Senja menambahkan warna pekat
Angin bebaskan diri dan meniup sepoi
Menggiring mendung jauhi genting rumah
Rabu, 27 Maret 2019
SEPOTONG HARI DI DESA
I.
Sepotong hari
Mengerek terang
Di pucuk pohon
Waktu terbangun
Di pojok pawon
Bermandi asap
II.
Kendaraan meraung
Menerjang ramai
Mengejar jarak
Wajah-wajah seragam
Bergegas langkah
Menuju lonceng
III.
Emak menggosip
Bakul mengipasi
Sayur menonton
Matahari lompat
Lewati penggalah
Pagipun menguap
Sepotong hari
Mengerek terang
Di pucuk pohon
Waktu terbangun
Di pojok pawon
Bermandi asap
II.
Kendaraan meraung
Menerjang ramai
Mengejar jarak
Wajah-wajah seragam
Bergegas langkah
Menuju lonceng
III.
Emak menggosip
Bakul mengipasi
Sayur menonton
Matahari lompat
Lewati penggalah
Pagipun menguap
Selasa, 26 Maret 2019
ANTRI
Mengantri mengantar lelaku
Waktupun bergeser lambat
Layaknya bercumbu
Setiap langkah puncaki orgasme
Sabar sebagai buah sebab jenuh
Wajah tanpa nama hanya garis abstrak
Keluh menyebar endemik seumpama zikir
Kerinduan pertemuan serupa punguk dan purnama
Secermat khatamnya ekstase urutan
Di loket terjadi manunggal ing kawula gusti
Berkaspun diteliti kesahihannya
Dan pendosa mendapa nomor antrian lain
Waktupun bergeser lambat
Layaknya bercumbu
Setiap langkah puncaki orgasme
Sabar sebagai buah sebab jenuh
Wajah tanpa nama hanya garis abstrak
Keluh menyebar endemik seumpama zikir
Kerinduan pertemuan serupa punguk dan purnama
Secermat khatamnya ekstase urutan
Di loket terjadi manunggal ing kawula gusti
Berkaspun diteliti kesahihannya
Dan pendosa mendapa nomor antrian lain
BENDERA
Di timur matahari
Di kaki langit yang miring
Sang saka melambai
Di tiang tertinggi
Bendera berkibar dihempas angin
Menyapa burung melintas
Di kaki langit yang miring
Sang saka melambai
Di tiang tertinggi
Bendera berkibar dihempas angin
Menyapa burung melintas
Menatap luasan langit
Sambil mengawasi pertiwi
Di jantungnya Agustus
Saat di puncak kemarau
Perayaan diulang
Sumpah dipiwulang
KANDANG
Lewati sawah
Harum jerami
padati kandang
Sapi melenguh
Pedhet menyusu
ekornya menyibak
Amoniak merebak
Genteng bergeser
Mentari mengintip
Harum jerami
padati kandang
Sapi melenguh
Pedhet menyusu
ekornya menyibak
Amoniak merebak
Genteng bergeser
Mentari mengintip
Sabtu, 23 Maret 2019
HAMPARAN SAWAH
Hamparan sawah
Terpapar langit
Menangkap musim
Layangan meliuk
Menunggang angin
Lintasi senja
Anak berlari
Menginjak rumputan
Bajunya berkibar
Terpapar langit
Menangkap musim
Layangan meliuk
Menunggang angin
Lintasi senja
Anak berlari
Menginjak rumputan
Bajunya berkibar
PANEN PADI
Panen datang dengan ramah
Senyumnya mentari pagi
Berwarna kuning bulir padi
Bau rumput basah
Embun belum sembunyi
Kaki menjejak becek
Senyumnya mentari pagi
Berwarna kuning bulir padi
Bau rumput basah
Embun belum sembunyi
Kaki menjejak becek
ANAK GEMBALA
Anak gembala mengendap
Melirik kiri kanan
Memanjat pohon tani utun
Memetik mangga muda
Sigap berlari baju berkibar
Menuju kambing merumput
Duduk santai di bawah jati
Menggigit mangga tangsel lapar
Melirik kiri kanan
Memanjat pohon tani utun
Memetik mangga muda
Sigap berlari baju berkibar
Menuju kambing merumput
Duduk santai di bawah jati
Menggigit mangga tangsel lapar
MENYELAMI PIKIRAN
Menyelami pikiran
Terkadang melompat
Serupa menerjang
Menyelami pikiran
Sering menerkam
Hujamkan kuku
Menyelami pikiran
Melewati terjal
Berupa perangkap
Menyelami pikiran
Mengejar tanda
Tiada rambu
Terkadang melompat
Serupa menerjang
Menyelami pikiran
Sering menerkam
Hujamkan kuku
Menyelami pikiran
Melewati terjal
Berupa perangkap
Menyelami pikiran
Mengejar tanda
Tiada rambu
Rabu, 20 Maret 2019
NYARIS TENAR
Ceritanya pasti menarik
Plotnya rumit
Ada kilas balik
Melompat ke masa depan
Mundur menuju silam
Dibumbui sub plot sebanyak terkira
Ritme lambat
Kian cepat mendekati klimaks
Penokohan abu-abu
Kawan jadi lawan
Lawan bernegasi
Cerita dalam cerita
Rahasia dibalik rahasia
Tokohnya rumit
Secara jiwa dan sosial
Ahli yang kesepian
Cerdas menyendiri
Sigap dalam senyap
Gagap gaul
Memuja remang
Buku terbit berseri
Cerita melar mengkeret
Menyentuh keingintahuan
Menjadi penjualan terlaris
Terpampang di segala gerai
Eksamplar berurutan edisi
Sampul tebal dan sampul tipis
Cetak koleksi atau kertas koran
"Maaaaassssss........!!!!"
Teriak nyaring bangunkan khayal
Aku terkejut dan melonjak
Mata nanar mencari kiri kanan
Layar komputer kosong
Judul, besar, terpampang
Kursor berkedip
Dan khayalan yang hilang
Kamis, 14 Maret 2019
MALAM INI HUJAN TIDAK DATANG
Malam ini hujan tidak datang
Tiada kabar hanya angin berdesir
Langitpun tersenyum bisu
Sembunyi di gumpalan awan
Kunang-kunang berhamburan
Menantang bintang
Pamer kedip kelip
Merambah lembar malam
Malam ini hujan tidak datang
Sekedar rintik pun tiada sapa
Hanya janji bila kan tandang
Sebab cuaca menegas jumpa
Bulan pucat tertusuk ranting
Bulatnya penuh tiada mendung
Serangga terbang dan menari
Setangkai warna menghias malam
Tiada kabar hanya angin berdesir
Langitpun tersenyum bisu
Sembunyi di gumpalan awan
Kunang-kunang berhamburan
Menantang bintang
Pamer kedip kelip
Merambah lembar malam
Malam ini hujan tidak datang
Sekedar rintik pun tiada sapa
Hanya janji bila kan tandang
Sebab cuaca menegas jumpa
Bulan pucat tertusuk ranting
Bulatnya penuh tiada mendung
Serangga terbang dan menari
Setangkai warna menghias malam
Senin, 11 Maret 2019
WAKTU TIDAK MENANTI
Waktu lahir dari rahim dimensi
Melesat pesat tunggangi semesta
Hilang rintang hindar lengkung
Tinggalkan sesal di kenang
Ketika bersua pikir mengukir takdir
Waktu merambat ikuti suasana hati
Lama jadi api, lambat bila sunyi
Sedangkan lintasan telah tetap
Seperti sungai rindu pada muara
Waktu menembus batas langit
Luluh lantakkan ruang
Lebur dalam keabadian hampa
Melesat pesat tunggangi semesta
Hilang rintang hindar lengkung
Tinggalkan sesal di kenang
Ketika bersua pikir mengukir takdir
Waktu merambat ikuti suasana hati
Lama jadi api, lambat bila sunyi
Sedangkan lintasan telah tetap
Seperti sungai rindu pada muara
Waktu menembus batas langit
Luluh lantakkan ruang
Lebur dalam keabadian hampa
Minggu, 10 Maret 2019
PUISI-PUISI PENDEK : MARET
Sebaris garis
Seluas ruas
Mengais tangis
Menukas lekas
Selaras kilas
Selintas kias
Meretas batas
Segenap hilap mengisi hati setiap tetes air mata membilas luka
------------------------------------------
Baris kata
Di lembar senyap
Mengeja makna
Selarik tanya
Menukas hening
Menyimpan jawab
-------------------------------------------
Tinggalkan hati
selepas purnama
sebab takdir
Onak dan kerikil
renggangkan arah
Jauhi bayangmu
----------------------------------------------
Hari di ujung lintasan
Teja merangkul temaram
Lamunan merebak
Merenda pikir dan luka
-----------------------------------------------
Banyak tahun genapi janji
Amarah dan air mata tenunan cinta
Biduk nyaris menepi
Menyingkap riak
Memecah gelombang
Tautan hati dan kata
Jembatani keniscayaan
Torehkan kabar
------------------------------------------------
Kepala lelah
Mencoba rebah
Pikiran ramai
Mendebat kantuk
Mata memerah
Letakkan lelah
Nyamuk mendenging
Merebut kantuk
------------------------------------------------
Kenangan tinggalkan usia
Merambah senja
Perlahan hilang
Jadi riak kecil kesadaran
Seluas ruas
Mengais tangis
Menukas lekas
Selaras kilas
Selintas kias
Meretas batas
Segenap hilap mengisi hati setiap tetes air mata membilas luka
------------------------------------------
Baris kata
Di lembar senyap
Mengeja makna
Selarik tanya
Menukas hening
Menyimpan jawab
-------------------------------------------
Tinggalkan hati
selepas purnama
sebab takdir
Onak dan kerikil
renggangkan arah
Jauhi bayangmu
----------------------------------------------
Hari di ujung lintasan
Teja merangkul temaram
Lamunan merebak
Merenda pikir dan luka
-----------------------------------------------
Banyak tahun genapi janji
Amarah dan air mata tenunan cinta
Biduk nyaris menepi
Menyingkap riak
Memecah gelombang
Tautan hati dan kata
Jembatani keniscayaan
Seperti musim
Angin datang dan pergiTorehkan kabar
------------------------------------------------
Kepala lelah
Mencoba rebah
Pikiran ramai
Mendebat kantuk
Mata memerah
Letakkan lelah
Nyamuk mendenging
Merebut kantuk
------------------------------------------------
Kenangan tinggalkan usia
Merambah senja
Perlahan hilang
Jadi riak kecil kesadaran
-------------------------------------------------
Lidah api
Mengejar bayang
Membakar kayu
Abu berserak
Rebah di pawon
Terpapar bara
--------------------------------------------------
Menyapu lantai
Melap debu
Bersihkan hati
Matahari pagi
Masuki jendela
Buka cakrawala
---------------------------------------------------
Lidah api
Mengejar bayang
Membakar kayu
Abu berserak
Rebah di pawon
Terpapar bara
--------------------------------------------------
Menyapu lantai
Melap debu
Bersihkan hati
Matahari pagi
Masuki jendela
Buka cakrawala
---------------------------------------------------
Senin, 04 Maret 2019
UDARA YANG DIHIRUP
Setiap tarikan nafas adalah kematian
Paru terasa penuh terisi jelaga
Nasib terpangkas sembilu congkak
Usia tenggelam dalam ratap serapah
Pagi ketika udara mengirim bau
Lewat kayu bakar dan kotoran
Cerobong berlomba melukis hitam di langit
Anak mengulum upas memamah debu
Di jalan setiap roda adalah sang maut
Memanggul knalpot menyandera hidung
Wajah hanya bayang tak acuh
Tiada senyum kecuali derum gas menyalak
Matahari terik udara tipis
Tubuh tersandera di balik tembok
Menghirup udara sintetis
Berulang hingga mabuk
Jendela pun enggan mengembun
Pintu berderit sebab karat mengerat
Kita terpenjara dalam mesin inkubasi
Sehingga dingin mengering
Malam menurunkan tirai
Dikepungnya kamar oleh racun sebab iklan
Dibakar, disemprot, dioles bahkan diminum
Malaikat maut pun enggan menyambangi
Paru terasa penuh terisi jelaga
Nasib terpangkas sembilu congkak
Usia tenggelam dalam ratap serapah
Pagi ketika udara mengirim bau
Lewat kayu bakar dan kotoran
Cerobong berlomba melukis hitam di langit
Anak mengulum upas memamah debu
Di jalan setiap roda adalah sang maut
Memanggul knalpot menyandera hidung
Wajah hanya bayang tak acuh
Tiada senyum kecuali derum gas menyalak
Matahari terik udara tipis
Tubuh tersandera di balik tembok
Menghirup udara sintetis
Berulang hingga mabuk
Jendela pun enggan mengembun
Pintu berderit sebab karat mengerat
Kita terpenjara dalam mesin inkubasi
Sehingga dingin mengering
Malam menurunkan tirai
Dikepungnya kamar oleh racun sebab iklan
Dibakar, disemprot, dioles bahkan diminum
Malaikat maut pun enggan menyambangi
Minggu, 03 Maret 2019
SAJAK AKROSTIK
Rentang sebagaimana usia meregang
Empati seumpama refleksi mata hati
Tiada angan semisal pijak nurani
Nanar pandang sebagai kilau kemilau janji
Olah segenap harap kerap menghadap
Gelap hamparan malam terpana bintang
Alihkan kantuk dan cemas serupa gairah
Lembar kata mendobrak terserak
Intuisi berubah jadi kalimat mengikat
Hendaknya ide menjadi tinta pengikat hati
Waktu hanyalah angka terbilang
Impian sesaat yang kadang berulang
Jejaknya berhenti menetap di ujung
Anganpun terbang terbawa angin
Yang menebar senyum dalam senyap
Adapun seri wajahmu teduh serupa gumpalan awan
Namun tiap kilah yang terungkap
Tiada tinggalkan kisah renggang menggenang
Inisiasi keberanian layaknya ucap jawab
Empati seumpama refleksi mata hati
Tiada angan semisal pijak nurani
Nanar pandang sebagai kilau kemilau janji
Olah segenap harap kerap menghadap
Gelap hamparan malam terpana bintang
Alihkan kantuk dan cemas serupa gairah
Lembar kata mendobrak terserak
Intuisi berubah jadi kalimat mengikat
Hendaknya ide menjadi tinta pengikat hati
Waktu hanyalah angka terbilang
Impian sesaat yang kadang berulang
Jejaknya berhenti menetap di ujung
Anganpun terbang terbawa angin
Yang menebar senyum dalam senyap
Adapun seri wajahmu teduh serupa gumpalan awan
Namun tiap kilah yang terungkap
Tiada tinggalkan kisah renggang menggenang
Inisiasi keberanian layaknya ucap jawab
MENGAPA BERMIMPI
Telapak bersedekap
Punggung lengan meraih pipi
Menahan beban mimpi
Mata sembap
Rebah di hamparan bawah sadar
Kupas segala luka nganga
Segenap duka lara
Berpilin di sekujur ingatan
Celah mimpi koyak
Robek tercabik
Masuki belantara liar
Tiada lekang meradang
Seperti kendali
Mimpipun terkulai
Mengetuk jendela hati
Tuntas di akhir hari
Punggung lengan meraih pipi
Menahan beban mimpi
Mata sembap
Rebah di hamparan bawah sadar
Kupas segala luka nganga
Segenap duka lara
Berpilin di sekujur ingatan
Celah mimpi koyak
Robek tercabik
Masuki belantara liar
Tiada lekang meradang
Seperti kendali
Mimpipun terkulai
Mengetuk jendela hati
Tuntas di akhir hari
TIADA CINTA DI JANTUNG KOTA
Nyala api rokok
Seperti kunang-kunang
Menembus merkuri
Menebar bau kretek murahan
Campuran tembakau dan cengkeh
Berdiri di bawah lampu
Serangga menerjang ajal
Hujan mulai rintik
Baju tak kuasa menolak dingin
Rokok dihisap dalam
Campakkan pahitnya pada hidup
Malam kian renta
Orang lalu lalang tinggal satu dua
Pedagang kecil mangkal
Di semak samar cekikikan genit
Bau arang bara tercium angin
Penjual sate lewat
Ting... ting..., suara piring beradu sendok seng
Penjual sekoteng tawarkan hangatnya jahe
Becak mangkal di perapatan
Dilindungi sorot lampu jalan
Hati mulai was-was
Tiada langganan cinta mendatangi
Menawar murah pelukan asmara
Perut keroncongan
Seharian tiada nasi masuki tubuh
Hanya air kendi
Dibakar batang rokok terakhir
Berjalan gontai pindah mangkal
Siapa tahu ada mangsa
Terutama anak puber ingin tahu
Wajah tersorot lampu kuning merkuri
Riasannya tebal dan lelah
Tubuh kurus bayang muram
Dihisapnya rokok hingga asap penuhi paru-paru
Menekan sedikit gelisah di otak
Menipu perut dengan kenyang palsu
Jam lewati sepertiga terakhir
Tanpa langganan menghampir
Terpaksa kembali ke gubuk
Di sisi barat rel berkarat
Dengan harap tiada pukul dan tendang
Juga serapah kotor karena tak bawa receh
Sebelum dia meniduri tubuh lelahku
Di atas tikar lusuh berwarna kumal
Seperti kunang-kunang
Menembus merkuri
Menebar bau kretek murahan
Campuran tembakau dan cengkeh
Berdiri di bawah lampu
Serangga menerjang ajal
Hujan mulai rintik
Baju tak kuasa menolak dingin
Rokok dihisap dalam
Campakkan pahitnya pada hidup
Malam kian renta
Orang lalu lalang tinggal satu dua
Pedagang kecil mangkal
Di semak samar cekikikan genit
Bau arang bara tercium angin
Penjual sate lewat
Ting... ting..., suara piring beradu sendok seng
Penjual sekoteng tawarkan hangatnya jahe
Becak mangkal di perapatan
Dilindungi sorot lampu jalan
Hati mulai was-was
Tiada langganan cinta mendatangi
Menawar murah pelukan asmara
Perut keroncongan
Seharian tiada nasi masuki tubuh
Hanya air kendi
Dibakar batang rokok terakhir
Berjalan gontai pindah mangkal
Siapa tahu ada mangsa
Terutama anak puber ingin tahu
Wajah tersorot lampu kuning merkuri
Riasannya tebal dan lelah
Tubuh kurus bayang muram
Dihisapnya rokok hingga asap penuhi paru-paru
Menekan sedikit gelisah di otak
Menipu perut dengan kenyang palsu
Jam lewati sepertiga terakhir
Tanpa langganan menghampir
Terpaksa kembali ke gubuk
Di sisi barat rel berkarat
Dengan harap tiada pukul dan tendang
Juga serapah kotor karena tak bawa receh
Sebelum dia meniduri tubuh lelahku
Di atas tikar lusuh berwarna kumal
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...