Seraut wajah menanggung cantik
Garisnya lugu dusun sunyi
Mimpinya lampaui majalah usang
Tentang warna dan dunia
Seraut wajah mata buah badam
Rambutnya lebat kemiri hutan
Tatapnya teduh galih asam
Bersimpuh menyandingi teja senja
Seraut wajah rindu dendam
Iklan hiasi tembok hati
Di kamar berjendela angan
Tentang hiruk pikuk hidup
Seraut wajah lembut beludru
Senyumnya terbang jauh
Wanginya perawan desa
Angannya gadis kota
Senin, 30 September 2019
Rabu, 25 September 2019
SATU BABAK
Diambilnya kaca kecil dari meja rias dan didekatkan pada wajahnya.
Bola matanya merah kuning sebab lelah dan kurang tidur.
Ada kerut di sekitar mata dan dahi. Bibir tebal. Dagunya lebar.
Kaca diletakkan, lalu diambilnya sedikit kapas serta cairan pembersih. Dituangkan sedikit cairan itu ke kapas.
Dan dioleskan ke sekujur wajah, dada dan bahu.
Kemudian wajah dan leher diberi bedak hingga wajahnya pucat. Kontras dengan kulitnya yang gelap.
Setelah rata diambilnya pensil alis. Lalu digambarnya alis dengan hati-hati sehingga melengkung. Dan dengan ujung jari diratakan.
Diambilnya bulu mata palsu dari kotak hias. Ujungnya diberi lem, lalu ditempelkan mepet bulu mata asli. Setelah menempel rapi, diambilnya gunting alis untuk melentikkan bulu mata.
Kelopak mata diberi bayangan warna norak. Dan ujung mata ditambah garis hitam. Mirip patung Fir'aun.
Selesai mata, diambilnya kuas dari kotak rias. Dioleskannya warna kemerahan disekitar pipi agar terkesan ranum. Dan warna gelap untuk menyamarkan rahang agar terlihat tirus.
Selanjutnya diambilnya pewarna bibir berwarna merah cerah. Dioleskan pada bibirnya yang tebal.
Terakhir ditaburkan bedak ke seluruh wajah, leher dan dada. Dan dilanjutkan dengan memasang konde di rambutnya yang hitam karena pewarna rambut.
Dari lemari kecil, diambilnya kain batik, stagen dan penutup dada.
Dipakainya perlahan sambil mematut di cermin.
Dan selendang tidak lupa disampirkan di bahu.
Tiba-tiba kain penutup pintu tersibak. Sepotong wajah terlihat dan berkata dengan sedikit keras,
"No, Sugiono, iki wektune Sembodro metu. siap-siap'o. Engko nek gong'e muni metu yo! ".
Sugiono berjalan perlahan. Berjalan dengan gemulai menuju pintu.
Bola matanya merah kuning sebab lelah dan kurang tidur.
Ada kerut di sekitar mata dan dahi. Bibir tebal. Dagunya lebar.
Kaca diletakkan, lalu diambilnya sedikit kapas serta cairan pembersih. Dituangkan sedikit cairan itu ke kapas.
Dan dioleskan ke sekujur wajah, dada dan bahu.
Kemudian wajah dan leher diberi bedak hingga wajahnya pucat. Kontras dengan kulitnya yang gelap.
Setelah rata diambilnya pensil alis. Lalu digambarnya alis dengan hati-hati sehingga melengkung. Dan dengan ujung jari diratakan.
Diambilnya bulu mata palsu dari kotak hias. Ujungnya diberi lem, lalu ditempelkan mepet bulu mata asli. Setelah menempel rapi, diambilnya gunting alis untuk melentikkan bulu mata.
Kelopak mata diberi bayangan warna norak. Dan ujung mata ditambah garis hitam. Mirip patung Fir'aun.
Selesai mata, diambilnya kuas dari kotak rias. Dioleskannya warna kemerahan disekitar pipi agar terkesan ranum. Dan warna gelap untuk menyamarkan rahang agar terlihat tirus.
Selanjutnya diambilnya pewarna bibir berwarna merah cerah. Dioleskan pada bibirnya yang tebal.
Terakhir ditaburkan bedak ke seluruh wajah, leher dan dada. Dan dilanjutkan dengan memasang konde di rambutnya yang hitam karena pewarna rambut.
Dari lemari kecil, diambilnya kain batik, stagen dan penutup dada.
Dipakainya perlahan sambil mematut di cermin.
Dan selendang tidak lupa disampirkan di bahu.
Tiba-tiba kain penutup pintu tersibak. Sepotong wajah terlihat dan berkata dengan sedikit keras,
"No, Sugiono, iki wektune Sembodro metu. siap-siap'o. Engko nek gong'e muni metu yo! ".
Sugiono berjalan perlahan. Berjalan dengan gemulai menuju pintu.
MANGSA KE TIGA
Kemarau rantingnya meranggas kering
Daunpun menguning dan berguguran menjadi debu
Tanah retak mengeras luka lara
Akar bersilangan menembus. Haus
Angin bersedih meratap
Tangisnya lesus melepas amarah
Dikirimnya utusan ke segala penjuru
Sayembara bagi hujan yang turun
Daunpun menguning dan berguguran menjadi debu
Tanah retak mengeras luka lara
Akar bersilangan menembus. Haus
Angin bersedih meratap
Tangisnya lesus melepas amarah
Dikirimnya utusan ke segala penjuru
Sayembara bagi hujan yang turun
Selasa, 24 September 2019
DUDUK DI EMPERAN
Keriput bukanlah usia
Hanya lelah keringat
Dan mata yang kelabu abu
Tiada pinta hanya nanar
Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi
Lusuh dan robek oleh waktu
Selapis tipis sinis
Menutupi senyum harapan
Ketika duduk merunduk di emperan
Memunggungi matahari yang menyengat
Angin pun menabur debu
Bayang rebah di bawah teritis
Hanya lelah keringat
Dan mata yang kelabu abu
Tiada pinta hanya nanar
Sebenarnya wajah masih diselubungi mimpi
Lusuh dan robek oleh waktu
Selapis tipis sinis
Menutupi senyum harapan
Ketika duduk merunduk di emperan
Memunggungi matahari yang menyengat
Angin pun menabur debu
Bayang rebah di bawah teritis
Minggu, 22 September 2019
AKU AKAN
Andainya dua belas sebagai gerbang kiamat
Enam enam enam adalah kunci neraka berkarat
Sedang tujuh inkarnasi inisiasi para imam
Mulai pencerahan pengetahuan hingga orang tua di gunung
Adapun delapan tiada batas waktu yang serupa sembilan kemakmuran
Begitu juga lima seumpama pilar dan enam yakin
Tiga satu tiga mengalirkan aura gaib di tiap dzikir dan kemenangan
Sebagai jumlah kunci pembuka dari tujuh lajur langit
Aku akan....
Rintihan kedasih membetot nyawa dari ubun-ubun
Dan ular beludak melintasi nasib melewati baik buruk
Serta kucing hitam menatap karma dari gelap malam yang menghipnotis
Kokok ayam jantan di kentongan ke dua
Uluk salam pada utusan pembawa rahmat
Ringkik kuda memecah sepi malam durjana
Mengabarkan kesakitan dan cerita duka makhluk
Bekisar merah serta cemani sesaji keberkahan
Lolong anjing menyambut pemilik kegelapan
Demikian segala bulu meremang sebab kuduk dan lengan tergetar bersentuhan
Aku akan....
Kutuk adalah anak Haram setiap kata yang meluncur
Sumpah serapah letakkan benci di ujung amarah
Bait mantra mengikat jiwa-jiwa sesat
Gulungan jimat mengundang tangan gaib dendam
Ucap memohon lunasi hutang perjanjian
Segenap ujaran menghasut akal sehat
Aku akan....
Enam enam enam adalah kunci neraka berkarat
Sedang tujuh inkarnasi inisiasi para imam
Mulai pencerahan pengetahuan hingga orang tua di gunung
Adapun delapan tiada batas waktu yang serupa sembilan kemakmuran
Begitu juga lima seumpama pilar dan enam yakin
Tiga satu tiga mengalirkan aura gaib di tiap dzikir dan kemenangan
Sebagai jumlah kunci pembuka dari tujuh lajur langit
Aku akan....
Rintihan kedasih membetot nyawa dari ubun-ubun
Dan ular beludak melintasi nasib melewati baik buruk
Serta kucing hitam menatap karma dari gelap malam yang menghipnotis
Kokok ayam jantan di kentongan ke dua
Uluk salam pada utusan pembawa rahmat
Ringkik kuda memecah sepi malam durjana
Mengabarkan kesakitan dan cerita duka makhluk
Bekisar merah serta cemani sesaji keberkahan
Lolong anjing menyambut pemilik kegelapan
Demikian segala bulu meremang sebab kuduk dan lengan tergetar bersentuhan
Aku akan....
Kutuk adalah anak Haram setiap kata yang meluncur
Sumpah serapah letakkan benci di ujung amarah
Bait mantra mengikat jiwa-jiwa sesat
Gulungan jimat mengundang tangan gaib dendam
Ucap memohon lunasi hutang perjanjian
Segenap ujaran menghasut akal sehat
Aku akan....
Jumat, 20 September 2019
SKETSA
Seorang ibu keluar dari pintu belakang sebuah mobil lalu mendatangi tukang buah.
+ Itu yang kuning mangga apa, Bang?
- Gedong gincu, Nyah.
+ Berapa sekilonya?
- Dua puluh tujuh rebu.
+ Mahal amat! Kisut-kisut lagi.
- @#$_&-(() /*"':;!???
+ Arumanis berapaan sekilo, Bang?
- Tiga puluh rebu, Nyah.
+ Mahalnya.
- Wayah gini belon musim, Nyah.
Di pusatnya aja belon panen raya.
Ni kiriman sebab saya udah langganan
ama juragan.
+ Kok gak ada icip-icipnya, Bang?
- Mangga mah buah musiman, Nyah.
Jadi kaga bisa diicip.
Noh semangka ama pepaya bisa diicip.
Soalnya kaga ada musimnya.
+ Mangganya kecut nggak ya, Bang?
Nanti udah dibeli kecut lagi.
- ....................................................
Dipegangnya mangga-mangga itu lalu di timang-timang. Demikian ia beberapa kali melakukannya.
+ Dua-duanya sekilo tujuh belas ribu,
ya Bang?
- Waduh belon balik modal, Nyah.
Dua lima, Nyah.
Seorang wanita setengah baya dan gemuk mendatangi dari seberang lapak.
# Kang, nempil gincunya dua kilo.
Ada langganan lama nyari.
- Ambil aja.
# Berapa kalo nempil?
- Buat lo dua dua setengah aja.
+ Lho itu murah, Bang.
- Itu kan dijual lagi.
+ Ya udah, samain harganya sama ibu tadi,
ya.
- Iya deh. Beli berapa kilo, Nyah?
+ Gedong gincu setengah.
Arumanis setengah.
Uangnya dua dua, ya. Nih, Bang.
Kembali dua delapan.
- Kurang lima ratus.
+ Kortingan dong, Bang.
O ya, minta semangkanya dua iris untuk
icip-icip.
+ Itu yang kuning mangga apa, Bang?
- Gedong gincu, Nyah.
+ Berapa sekilonya?
- Dua puluh tujuh rebu.
+ Mahal amat! Kisut-kisut lagi.
- @#$_&-(() /*"':;!???
+ Arumanis berapaan sekilo, Bang?
- Tiga puluh rebu, Nyah.
+ Mahalnya.
- Wayah gini belon musim, Nyah.
Di pusatnya aja belon panen raya.
Ni kiriman sebab saya udah langganan
ama juragan.
+ Kok gak ada icip-icipnya, Bang?
- Mangga mah buah musiman, Nyah.
Jadi kaga bisa diicip.
Noh semangka ama pepaya bisa diicip.
Soalnya kaga ada musimnya.
+ Mangganya kecut nggak ya, Bang?
Nanti udah dibeli kecut lagi.
- ....................................................
Dipegangnya mangga-mangga itu lalu di timang-timang. Demikian ia beberapa kali melakukannya.
+ Dua-duanya sekilo tujuh belas ribu,
ya Bang?
- Waduh belon balik modal, Nyah.
Dua lima, Nyah.
Seorang wanita setengah baya dan gemuk mendatangi dari seberang lapak.
# Kang, nempil gincunya dua kilo.
Ada langganan lama nyari.
- Ambil aja.
# Berapa kalo nempil?
- Buat lo dua dua setengah aja.
+ Lho itu murah, Bang.
- Itu kan dijual lagi.
+ Ya udah, samain harganya sama ibu tadi,
ya.
- Iya deh. Beli berapa kilo, Nyah?
+ Gedong gincu setengah.
Arumanis setengah.
Uangnya dua dua, ya. Nih, Bang.
Kembali dua delapan.
- Kurang lima ratus.
+ Kortingan dong, Bang.
O ya, minta semangkanya dua iris untuk
icip-icip.
Kamis, 19 September 2019
PERTUNJUKAN GAMBAR HIDUP
Adegan mengusik layar
Mata hilang kedip. Menatap
Ketegangan meningkat
Sepasang remaja berciuman di pojok remang
Suara ledakan mengguncang
Api di mana-mana. Menari
Semua terhenyak di kursi
Dering gadget di baris depan
Layar telah kosong
Lampu temaram. Redup
Musik tetap berdentam
Pasangan menuruni undakan
Mata hilang kedip. Menatap
Ketegangan meningkat
Sepasang remaja berciuman di pojok remang
Suara ledakan mengguncang
Api di mana-mana. Menari
Semua terhenyak di kursi
Dering gadget di baris depan
Layar telah kosong
Lampu temaram. Redup
Musik tetap berdentam
Pasangan menuruni undakan
Rabu, 18 September 2019
KOTAK MUSIK
Kotak musik menyimpan suasana
Diterbangkan angin ke pucuk pagi
Turun ke bumi dalam rintik
Menabuh buluh perindu serumpun
Ketika nada disematkan
Kenangan terseret dan tenggelam
Bidadari sunyi melarung selendang
Menulis kabar selarik bait
Kotak musik mengalun rindu
Dimamahnya segala pedih perih
Kau mengendap ke dasar gaduh
Aku terpekur dalam kamar. Sendiri
Diterbangkan angin ke pucuk pagi
Turun ke bumi dalam rintik
Menabuh buluh perindu serumpun
Ketika nada disematkan
Kenangan terseret dan tenggelam
Bidadari sunyi melarung selendang
Menulis kabar selarik bait
Kotak musik mengalun rindu
Dimamahnya segala pedih perih
Kau mengendap ke dasar gaduh
Aku terpekur dalam kamar. Sendiri
Minggu, 15 September 2019
DI BELAKANG GARIS
Adalah garis penegas
Merangkum segala titik
Dan waktu mengikatnya
Di kedalaman tanpa dasar
Aku merentang jarak
Berdiri di kiri sendiri
Menatap keluasan jingga
Tepat disisi garismu
Sementara garis terus menggores
Sebagai pemisah
Aku tetap menanti, dan
kau dimanapun titik berhenti
Merangkum segala titik
Dan waktu mengikatnya
Di kedalaman tanpa dasar
Aku merentang jarak
Berdiri di kiri sendiri
Menatap keluasan jingga
Tepat disisi garismu
Sementara garis terus menggores
Sebagai pemisah
Aku tetap menanti, dan
kau dimanapun titik berhenti
Sabtu, 14 September 2019
BENDERA SETENGAH TIANG
Benderaku memanjat setengah tiang
Kabarkan duka lewat kibarnya
Angin kembara terbang ke penjuru
Menebar pesan menyemai haru biru
Benderaku memanjat setengah tiang
Tak kuasa naik sepenggalah
Sebab kabar adalah air mata pertiwi
Dan tiang sebagai penyangga langit
Kabarkan duka lewat kibarnya
Angin kembara terbang ke penjuru
Menebar pesan menyemai haru biru
Benderaku memanjat setengah tiang
Tak kuasa naik sepenggalah
Sebab kabar adalah air mata pertiwi
Dan tiang sebagai penyangga langit
Kamis, 12 September 2019
FRAGMEN
Dengan sedikit ragu, ia membuka slot kunci pagar. Didorongnya pagar perlahan hingga terbuka.
Dari pagar hingga beranda terbentang jalan kecil berkerikil. Di kiri kanannya ditanami krokot yang tumbuh subur.
Di beranda yang asri, bergantungan pot-pot dengan aneka tanaman. Juga seperangkat meja kursi terbuat dari besi. Kokoh.
Sesampai di depan pintu rumah, perlahan ia mengetuknya.
"Tok... tok... tok...".
" Assalamu'alaikum", suaranya parau.
Ditunggu sejenak, lalu diulanginya lagi mengetuk pintu.
"Tok... tok... tok... ".
" Assalamu'alaikum ", kembali ia uluk salam.
Diambilnya kertas lusuh dari kantong celana. Dibacanya alamat yang tertera. Dicocokkan dengan nomor rumah yang terpampang di samping pintu. Lalu, kertas lusuh itu dimasukkan kembali ke dalam kantong celana setelah dilipat rapi.
Sedikit jinjit, wajahnya diletakkan di kaca jendela. Matanya ditutupi jari tangannya menolak silau. Di dalam, ada seperangkat kursi dan lemari. Di tembok ada lukisan replika dan beberapa foto. Suasana asri dan sepi.
Kemudian, dicobanya lagi mengetuk pintu.
"Tok... tok... tok... ".
" Assalamu'alaikum ", suaranya lebih keras.
Ditunggu beberapa waktu, tetap tidak ada jawaban.
Dengan apa boleh buat, ia balikkan badan menuju pagar, lewat jalan kecil berkerikil yang di kiri kanannya ditanami krokot.
Dari pagar hingga beranda terbentang jalan kecil berkerikil. Di kiri kanannya ditanami krokot yang tumbuh subur.
Di beranda yang asri, bergantungan pot-pot dengan aneka tanaman. Juga seperangkat meja kursi terbuat dari besi. Kokoh.
Sesampai di depan pintu rumah, perlahan ia mengetuknya.
"Tok... tok... tok...".
" Assalamu'alaikum", suaranya parau.
Ditunggu sejenak, lalu diulanginya lagi mengetuk pintu.
"Tok... tok... tok... ".
" Assalamu'alaikum ", kembali ia uluk salam.
Diambilnya kertas lusuh dari kantong celana. Dibacanya alamat yang tertera. Dicocokkan dengan nomor rumah yang terpampang di samping pintu. Lalu, kertas lusuh itu dimasukkan kembali ke dalam kantong celana setelah dilipat rapi.
Sedikit jinjit, wajahnya diletakkan di kaca jendela. Matanya ditutupi jari tangannya menolak silau. Di dalam, ada seperangkat kursi dan lemari. Di tembok ada lukisan replika dan beberapa foto. Suasana asri dan sepi.
Kemudian, dicobanya lagi mengetuk pintu.
"Tok... tok... tok... ".
" Assalamu'alaikum ", suaranya lebih keras.
Ditunggu beberapa waktu, tetap tidak ada jawaban.
Dengan apa boleh buat, ia balikkan badan menuju pagar, lewat jalan kecil berkerikil yang di kiri kanannya ditanami krokot.
Selasa, 10 September 2019
KETIKA MUSIK USAI
Di beranda angin
Musik mengusik
Syair memilin
Menjadi lamun
Lagu meniti
Nadanya menggenggam emosi
Segala tumpah di pelupuk
Menitikkan rindu
Not pamungkas
Sayup menghilang
Ketika musik usai
Hati pun kosong
Musik mengusik
Syair memilin
Menjadi lamun
Lagu meniti
Nadanya menggenggam emosi
Segala tumpah di pelupuk
Menitikkan rindu
Not pamungkas
Sayup menghilang
Ketika musik usai
Hati pun kosong
Minggu, 08 September 2019
PISAU
Matanya rebah di batu asah
Kilapnya muram dan gelisah
Lembar ingatan tertusuk
Sayatnya dalam dan membusuk
Bilah setajam lidah
Digenggamannya segala niat
Ketika irisan merobek luka
Lengannya mengandung tekad
Pisau telah kilau wajah
Air hanyutkan dengki
Ujungnya menatap gagah
Pangkalnya segenap bumi
Kilapnya muram dan gelisah
Lembar ingatan tertusuk
Sayatnya dalam dan membusuk
Bilah setajam lidah
Digenggamannya segala niat
Ketika irisan merobek luka
Lengannya mengandung tekad
Pisau telah kilau wajah
Air hanyutkan dengki
Ujungnya menatap gagah
Pangkalnya segenap bumi
Kamis, 05 September 2019
PERJALANAN KE PUSAT MATA
Perjalanan berbahan bakar waktu menuju mata sebagai pikiran
Mengirim fragmen sketsa dan warna pada matra ke tiga
Retina pengejawantahan lapar dahaga dengan rakus melahap segala bentuk
Tanpa mengayak, remahan titik garis dan aksentuasi ditelannya jadi intuisi
Dunia fisik dan jagad Alit melebur dalam satu kilatan kedip
Serentak dengan segala sakit menyebar memenuhi segenap kesadaran fana
Saling bersimbiosis menjadi benalu hingga berfusi dalam benak
Dan dimuntahkan menjadi warna warni metalik psikedelik bernuansa manik
Mengirim fragmen sketsa dan warna pada matra ke tiga
Retina pengejawantahan lapar dahaga dengan rakus melahap segala bentuk
Tanpa mengayak, remahan titik garis dan aksentuasi ditelannya jadi intuisi
Dunia fisik dan jagad Alit melebur dalam satu kilatan kedip
Serentak dengan segala sakit menyebar memenuhi segenap kesadaran fana
Saling bersimbiosis menjadi benalu hingga berfusi dalam benak
Dan dimuntahkan menjadi warna warni metalik psikedelik bernuansa manik
Rabu, 04 September 2019
SEPATU COKLAT TUA
Sepatu kulit berwarna kaki
Talinya mengikat tujuan
Debu telah memudarkan jarak
Permukaannya kerut sebab usia
Kusam dan kelupas terantuk luka
Sebagai catatan jejak langkah
Sepasang kaki kurus mematut
Kaus kaki membungkus keringat
Sepatu coklat tua berjingkat
Talinya mengikat tujuan
Debu telah memudarkan jarak
Permukaannya kerut sebab usia
Kusam dan kelupas terantuk luka
Sebagai catatan jejak langkah
Sepasang kaki kurus mematut
Kaus kaki membungkus keringat
Sepatu coklat tua berjingkat
Selasa, 03 September 2019
ARUS BALIK
Malam menyematkan purnama
Diantara pasang naik lintang luku
Dan perahu cadik yang melaut
Angin buritan mengembang layar
Meniti gelombang lintasi samudera
Riaknya terdampar di pasir pantai
Nyiur menggapai mengajuk
Memanggil anak Adam di penjuru
Temui ibu bumi sepi sendiri
Diantara pasang naik lintang luku
Dan perahu cadik yang melaut
Angin buritan mengembang layar
Meniti gelombang lintasi samudera
Riaknya terdampar di pasir pantai
Nyiur menggapai mengajuk
Memanggil anak Adam di penjuru
Temui ibu bumi sepi sendiri
Senin, 02 September 2019
HUJAN BUNGA DI ATAS BUMI
Kelopak bertebaran
Harumnya antara magis
Merahnya muda dan lembut
Tanah dimana tumpah
Darah disana kisah
Air mengalir sampai jauh
Terbang hujan ratapan angin
Pepohonan gemetar dingin
Bunga dan daun jatuh
Harumnya antara magis
Merahnya muda dan lembut
Tanah dimana tumpah
Darah disana kisah
Air mengalir sampai jauh
Terbang hujan ratapan angin
Pepohonan gemetar dingin
Bunga dan daun jatuh
Minggu, 01 September 2019
ORANG TUA DI ATAS GUNUNG
Rajawali melintas mengintai kematian
Matanya sembilu menghujam mangsa
Dari ketinggian menukik mencengkram
Memburu dengan cepat tepat efektif
Anak-anak kehidupan aman tersembunyi di puncak karang
Dengan bulu harapan menanti suapan dahaga
Ketika sang Raja dan Wali mendatangi
Mereka dicekoki mimpi dan candu
Hidangan utama adalah doktrin
Melumpuhkan segenap ingatan
Menyisakan taklid dan setia buta
Kebenaran hanya satu garis sempit, ucap adalah hukum
Setelah gemblengan lahir batin candradimuka
Tugas pertama adalah ujian yang dimulai dengan ritual
Segenap benda adalah senjata mematikan
Tubuh dan pikiran pun senjata pembunuh
Jika pahala tunai dan kemenangan didapat
Di atas gunung menanti segala kenikmatan
Surga dengan sungai mengalir di bawahnya
Dan wanita eksotis bidadarinya
Matanya sembilu menghujam mangsa
Dari ketinggian menukik mencengkram
Memburu dengan cepat tepat efektif
Anak-anak kehidupan aman tersembunyi di puncak karang
Dengan bulu harapan menanti suapan dahaga
Ketika sang Raja dan Wali mendatangi
Mereka dicekoki mimpi dan candu
Hidangan utama adalah doktrin
Melumpuhkan segenap ingatan
Menyisakan taklid dan setia buta
Kebenaran hanya satu garis sempit, ucap adalah hukum
Setelah gemblengan lahir batin candradimuka
Tugas pertama adalah ujian yang dimulai dengan ritual
Segenap benda adalah senjata mematikan
Tubuh dan pikiran pun senjata pembunuh
Jika pahala tunai dan kemenangan didapat
Di atas gunung menanti segala kenikmatan
Surga dengan sungai mengalir di bawahnya
Dan wanita eksotis bidadarinya
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...