Minggu, 28 April 2019

TIBA-TIBA HUJAN

Hujan terdengar geram
Menerjang genteng yang gemetar
Mengepung malam yang deras
Sedang angin mengipasi amarah
Hingga butir air terbanting dan mati
Pohon merunduk bahkan takut
Daunnya menyerah digerus dingin
Jalan hanya terpana diam
Air menggenangi semua bentang
Dengan liar mengalir mencari gorong-gorong

Langit membuka gili-gili
Di tangan malaikat yang cemberut
Seperti bah gelombang menyerbu
Tanpa aba-aba menerkam gelap
Tanpa ampun menghujam
Menusuk muka dengan ribuan perih
Perlahan dan pasti genangan naik
Selokan muntahkan plastik
Dataran tercekik
Hujan tetap menitik. Rintik.

KOMUNITAS UNDERGROUND

Gelombang liar raungan irama
Kibas rambut tharikah logam
Suluk musik bersahutan. Berisik
Mencapai ekstase tatar moshpit

Panggung kian hingar tawassul nada tinggi
Lautan hitam kaos gelombang mistik
Seperti kesurupan cepat rambate rata
Berjamaah orgasme di lantai

Tenggorokan menjerit bercampur growl
Lampu warna warni serupa sihir, mensugesti
Kerumunan kian bergerak humpapa
Saling bergesek punggung dan onani

BUS PATAS

Jendela bus menangkap suasana
Bentuk bergerak relatif terhadap mata
Kabel naik turun mengejar segenap tiang
Cepat, tertinggal dan diam

Sejauh jalan kendaraan melintas jarak
Berkejaran dan meraung dengan waktu
Dari depan kecepatan menerjang
Angin bergesekan melawan arah

Di deret bangku sempit dan diam
Tubuh lelah letakkan kantuk
Mengatup mata melepas cemas
Lamunan senyap tersesat dalam pikiran

Rabu, 24 April 2019

POHON JAMBU DI SAMPING JENDELA KAMAR

Pohon di samping jendela kamar tidur
Beruban putih kembang jambu
Menutupi segenap pagi hijau

Wanginya mengandung birahi madu
Menarik lebah terbang jauh
Menari kelopak ranting dan daun

Setelah genap rindu masyuk usai
Benang sari gugur membentuk lingkar
Putik keluar mendesak langit biru

TIADA NAMA DAN WAJAH

Langkahnya tertatih menanggung lelah. 
Keringat berjatuhan di pelipis dan leher. 
Melekat di kerah baju. Lusuh.

Sedikit ragu, didatanginya pagar.
Dari kantong celana diambil kertas terlipat.
Tertulis alamat.
Dipandang lekat kertas, lalu pandang beralih ke nomor rumah. 
Ya, benar!!!

Pintu pagar dibuka hati-hati.
Langkahnya satu-satu melalui jalan kecil tertutup kerikil.
Di tepinya tumbuh kembang kuning merah.
Di depan pintu kayu coklat, ia berhenti.

Sambil miringkan kepala, pintu diketuk.
Lantas uluk salam dengan suara serak.
"Assalamu ' alaikum!!!"
Dinanti sejenak, kepala dijulurkan ke jendela.
Di dalam tampak rapi dan sepi.

Setelah jenak, diketuknya kembali pintu kayu coklat.
Ditimpali uluk salam dengan suara lebih nyaring.
tetap tiada jawab.
Tetap sepi.

Dinanti sekian saat lewat.
Untuk ke tiga kalinya ia mengetuk pintu kayu coklat.
Lalu uluk salam.
Tetap sunyi tanpa balas. Diam.

Dengan apa boleh buat, ia balikkan badan.
Kembali berjalan tertatih.
Lewati jalan kecil berkerikil yang berhias bunga merah kuning.
Menuju gerbang memunggungi rumah.

Senin, 22 April 2019

LAGUMU

Sebagai penyambung ingatan tentangmu
Lagu kupetakan di udara malam
Lalu kenangan berkumandang satu-satu
Dari kotak hati yang nyaris terbuka

Alunan lagu mencengkeram sunyi
Mengurungnya dengan segala kilas balik
Lirik yang sembunyi sebab nada senyap
Tergugah mendapati kesadaran bersenandung

Ketika bait sampai pada kenangmu
Mata bernyanyi diiringi linangan
Hingga akhir denting menutup duka
Di luar hanya ada gemerisik daun

Kamis, 18 April 2019

SANG SAKA

Lagu kebangsaan mendesak pagi dengan semangat
Mengawal sang saka menaiki tiang tertinggi
Tatap matapun turut mengepung dengan sepenuh hormat

Ketika lagu sirna kumandangnya
Bendera telah melambai gagah diterpa angin
Sambil mengawasi tanah dan air dari langit pertiwi

Rabu, 17 April 2019

JALAN KECIL

Jalan batu bata melukis desa
Bersolek diantara bagunan yang akrab
Melewati rumpun bambu betung yang merintih
Sebab angin menabuh daunnya

Jalan batu bata serupa pita di kepang gadis
Sedikit lembab terpercik embun
Di tepinya kenikir berbunga kuning
Seumpama tusuk konde di sanggul kekasih

Pagi menuntun sinar mentari
Menyibak rimbunan daun
Mendarat lembut di jalan bata merah
Menyapa ramah tiap warna yang terurai

Selasa, 16 April 2019

MUSIM

Musim datang dan pergi
Meninggalkan nestapanya sunyi
Di tiap desa yang kerap menanti

Sedang sidiknya tertera di ladang
Dan lebah kelilingi kelopak seperti tarian sufi
Serupa sentuhan rindu kekasih

Tanah tadahkan rumput ke langit
Mengirim doa dengan perantara angin
Menanti pertemuan di batas janji

Secang menjadi pagar waktu bagi musim
Dukanya menetes darah duka abadi
Sebagai persembahan puja bagi bumi

Ketika beranjak tinggalkan beranda desa
Tiada salam perpisahan selain debu
Dan daun jatuh ikuti kodratnya

KUCINGKU BERMAIN

Kucingku bermain
Melompat menerjang
Dengan kuku dan taring
Dan bulu yang kuning

Dikejarnya ekor
Berputar melingkar
Semakin cepat
Pusing lalu menyerah

Mata tajam menatap
Kepala merunduk tetap
Tiba-tiba berlari sigap
Gorden berkibar disergap

Bosan bermain
Digosoknya kepala leher
Di kaki bangku kayu ulin
Sambil dekam lambaikan ekor

Dijilati tiap lembar bulu
Diasah tajam cakar
Di sofa beludru
Lalu tidur mendengkur

BERSIH-BERSIH

Lantai kamar mengkilap bahagia
Permadani lusuh tersingkir
Warna pudarnya tak kuasa menolak

Debu bergerilya di sudut gelap
Terbang diterjang sapu dan mengejar cahaya
Lintasi jendela yang menatap terang

Bau apak dan lembab
Berganti harum cemara
Sebab usapan lembut kain pel

Ketika peluh telah tuntas menetes
Kamar berseri rapi dan wangi
Kuambil handuk menuju jeding

Jumat, 12 April 2019

KERIKIL

Kerikil di trotoar
Termangu menatap sore
Kaki jenjang dan sepatu
Melangkah hilir mudik

Sekawan anak bersenda
Berjalan berkejaran
Menendang kerikil sunyi
Melayang membentur pagar

Kerikil jatuh mengaduh
Di sudut rambu trotoar
Merebah punggung
Kembali sepi dan diam

Kamis, 11 April 2019

PENAT

Kuhempas penat di atas dipan
Hingga mengerang tak lekang
Bantal yang biasanya lembut
Mengeluh terkena peluh mengaduh

Siang lembab karena terik mencekik
Waktu mencoba menangkap angin
Semesta menggantang kantuk
Penat tiada mimpi sebab terpuruk

DI PASAR

Di pasar kabar cepat menyebar
Merebak merah dadu
Serupa wajah yang malu-malu
Setan tidak merabu mata dan kalbu
Hanya ringankan lidah layaknya gelembung
Dari si Mbok yang duduk di pojokan
Menggelar sayur layu dan buah sortir
Menginang sambil menanti pembeli
Wak kaji tukang jagal berwajah gilap
Memakai singlet, berkeringat dan beraroma daging
Tukang kredit keliling yang menawarkan dosa kecil-kecilan
Yang dapat dicicil harian
Semua tersapu bisik yang menjalar cepat
Seperti penyakit menular

Di los pakaian yang temaram
Warna warni baju menyesatkan
Bisikpun terdiam sesaat
Karena tangan sibuk mematut dan mata menyelidik
Langkah terhenti sejenak
Bertanya harga dan melangkah pergi
Lorong panjang seperti tak berujung
Baju digantung serupa manekin
Udara padat dan pengap
Bau kain membuat pusing
Bercampur aroma keringat menyengat
Kabar mencari jalan keluar seperti angin
Merambat pada panas yang menekan
Menggapai tiap keingintahuan

Warung kopi menjual nasi
Di sudut selatan pasar
Episentrum segenap berita lokal
Tempat interaksi segala kepentingan
Semua informasi
Setiap kebutuhan
Berita datang dan pergi
Berganti majikan
Orangpun bergantian memamah
Menambah dan mengurangi
Menggoreng dan menggerus
Bersatu lalu berpisah
Semakin matang serupa jerawat
Lalu meletus dan menginfeksi setiap orang
Buah bibir bisik-bisik telisik
Hingga rahasia menjadi milik pasar

Minggu, 07 April 2019

PUISI PENDEK BULAN APRIL

Sejarah meleleh
Sisakan debu
Duka dan doa

Sejumput sombong
Warnanya pudar
Tua dan kusam
--------------------------------------------------------
Kenangan jauh tinggalkan usia
Tinggi merambah senja
Mencari jejak rindu
Di penjuru ingatan memudar
Perlahan jadi riak kecil kesadaran
Dan memeluk siluetmu, sepi
--------------------------------------------------------
Bayang rindu berserak
Sebagai tanda sejarah
Seumpama penunjuk arah
Pada hati yang terasing

Dan waktu
Kian menjauhi usia
Tiada menoleh
Tanpa kecewa
---------------------------------------------------------
Semesta memuai
Ditinggikan tanpa tiang
Diluaskan sejauh waktu

Bintang berpijar
Terserak di cakrawala
Melesat membelah sunyi
----------------------------------------------------------
Kucing lintasi malam. Hitam.
Matanya melirik, tajam
Berjalan perlahan
Lewati taman

Rintihan kedasih
Di batang kamboja tua
Kepak sayapnya muram
Terbang menembus kelam
------------------------------------------------------------
Pikiran adalah labirin kata
Diamnya ubah waktu jadi duka

Harapnya menakar jarak sua
Tercecer menuju dia

Hadirnya kian mengajuk
Tiap fragmen terhubung rindu
-------------------------------------------------------------
























Sabtu, 06 April 2019

PURNAMA TERPERANGKAP DI KOLAM

Purnama terperangkap di kolam
Jernihnya menyimpan diam
Bayang ranting kering
Menusuk lingkarnya miring

Katak bermata lapar melompat
Jangkrik mengerik birahi
Langit semburat pucat
Melayang di permukaan hari

Ketika angin menyapu
Wajah purnama mengerut
Perlahan hilang senyum
Di balik mega merengut

Jumat, 05 April 2019

POHON MANGGA DEPAN RUMAH

Pohon mangga pelataran rumah
Besarnya dua pelukan kekasih
Rantingnya menjuntai sarat buah
Seperti lengan memberi sedekah

Daun hijau tua mentari
Menadah debu atas angin
Persinggahan burung kembara
Menanti teduh di timur sarang

Pohon mencengkeram bumi
Akar laksana menjahit
Pucuk menyangga langit
Rimbun serupa tambun

Di dahan kekar nan bijak
Ayunan merangkul bajik
Menolak kenangan ke ujung ranting
Menangkapnya dengan lembut berperi

Rabu, 03 April 2019

RUANG TAMU

Sofa beludru berat
Menanggung wibawa
Berwarna merah hati
Debu cerai berai

Meja kaca
Tipis ringkih
Bercak tumpah
Debu cerai berai

Lampu gantung
Mencoba anggun
Di langit-langit
Debu cerai berai

Selasa, 02 April 2019

DEMAM EMAS

Emas sejatinya pengejawantahan setan
Kilaunya senyum culas pada kemanusiaan
Mencekik leher jenjang
Berbaring di dada subur perawan

Peradaban tersungkur menanggung bebannya
Legitimasi malaikat maut mencabik hidup
Melingkari jari sebagai penanda hawa nafsu
Pemuas lapar dahaga mata di dasar tamak

Perhambaan sebagai tunai pertukaran
Harga diri sejumlah kemaruk dikeruk
Deret angka dan berat setara doa terkabul
Setan pun untung besar menggondol nyawa tergadai

Senin, 01 April 2019

TERLAMBAT MENGANGKAT

Jemuran berkibar menangkap angin
Sebagai tarian warna warni
Berbaris pada seutas tali

Jemuran memeluk panas mentari
Sebagai kekasih mencintai
Menyerap segenap terik

Jemuran gemetar terperangkap hujan
Sebagai pendosa dihujam murka
Warnapun pudar dicuri deras

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...