Minggu, 28 Februari 2021

SEPIRING NASI

Sepiring nasi di hadapan
Lawuhnya sumringah senyummu
Dan daster lusuh cingkrang

Ditemani teh hangat tanpa gula
Gelas dan piring berbaris 
Saling pamer mencari perhatian

Sepiring nasi telah ludes
Di piring tersisa upa dan bau keringatmu
Dan sisa dalam gelas hanya ampas

Sabtu, 27 Februari 2021

SEABAD MENDIDIK PERTIWI

(Semangat seabad Taman Siswa) 

Taman tempat menempa jiwa-jiwa bebas
Berterbangan di pohon pengetahuan
Menerangi jalan sempit kebodohan
Menyiapkan tekad batu karang

Jejak langkah seabad pendidikan
Dalam rumah kaca candradimuka
Ruang bagi anak semua bangsa
Melahirkan manusia yang mencintai bumi manusia

Sebagai burung camar
Alumni adalah garda terdepan kebangsaan
Bertanah air satu
Ibu pertiwi dimana nyiur melambai

Jumat, 26 Februari 2021

BOSAN

Bosan adalah limpahan hujan siang hari
Mengepung rumah dengan bunyinya
Dan menciut di dalam kamar
Tanpa teman, hanya bantal dan guling

Tidurnya telah lenyap kantuk
Ruang hanya menyisakan suntuk
Sedikit gerundel kusisipkan kutuk
Sebab dingin kulawan batuk

Lampu terengah-engah memancar
Mencoba mewarnai suasana
Namun hari telah kehilangan minat
Menjadi bosan yang gulana

SAHABAT

Kita pernah beradu mulut hingga suara kita bersatu dalam nada tinggi dan cepat
Kita pernah menghiasi malam dengan bintang dan bualan masing-masing
Kita pernah tidur di satu bantal sehingga liur kita bertukar bau
Kita pernah berebut makanan hanya demi menang kalah
Kita pernah tersesat di jalan pulang saking mabuknya
Kita pernah saling membantu untuk hal-hal kecil yang kriminal
Kita pernah bertualang mengejar angan hingga terjerembab dari mimpi
Kita pernah naksir cewe yang tidak pernah mengenal kita
Kita pernah berkendara dan berjudi dengan nasib
Kita pernah berbohong hanya agar terlihat benar
Kita pernah mengukur langkah sampai menemukan tempat untuk lelah
Kita pernah bertengkar karena ingin dan harus
Kita pernah tidak terpisahkan hingga keringat kita satu
Kita pernah...... 

SETELAH MENJADI KEBIASAAN

Dudukku hanya duduk
Tak dihadapan siapapun
Tidak pula dikelilingi apa-apa

Sambil meram, kuhitung suara hujan
Tak bisa. Selalu kalah dengan tetes air. 
Tak mampu, karena hanya menghitung hati

Tempat duduk tak pernah protes
Dinikmati saja suara-suara
Tubuhnya disiram kopi. Kadang dikentuti. 

Ketika hujan telah pergi dari senja desa
Aku termenung hilang suara
Kursi hanya diam di tempatnya

Rabu, 24 Februari 2021

PENANTIAN

Semenjak bayangmu tak menyisakan garis wajah di tembok rumah
Semenjak kenangan hanya pecahan mozaik porselen yang disatukan
Semenjak duduk di beranda menatap pagar, berharap pintunya terbuka dan kau mendatangi rinduku
Semenjak malam ketika kau angkat kaki tetapi masih menebar bau tubuhmu di sekitar
Semenjak suaramu lenyap dan berganti sunyi yang menggigit
Semenjak ingatan persetubuhan kita yang liar dan penuh keringat cinta
Semenjak pertengkaran yang menyatukan biduk kita sebelum karam menabrak batu karang
Semenjak pagutan terakhir sambil membopong luka masing-masing
Semenjak air mata adalah pertahanan kita
Semenjak kata saling menikam dan meninggalkan lubang yang kian dalam
Semenjak waktu masing-masing adalah milikku dan milikmu
Semenjak perdamaian sebagai impian di siang berangin
Semenjak pertemuan kita hanya untuk saling menyakiti
Semenjak langkah terakhirmu di lantai rumah
Aku tetap menantimu

PUASA

Ketika pikiran melakukan monolog
Mulut terkunci kering
Kata jadi telanjang makna
Bertubi-tubi menggoda akal sehat
Tubuh mencoba berkompromi
Tapi niat telah bertekad bulat
Lapar pikiran.

Garis tubuh gadis
Wajah yang kian realis
Ketelanjangan yang menggoda
Birahi mulai membisiki
Mencium aroma tubuh
Keinginan untuk menjamah
Lapar mata. 

Bau mengkili-kili hidung
Bentuk mengirim sinyal suka
Mulut terkatup rapat
Perut terasa diperas dan berbunyi
Tangan ingin menggapai
Akal sehat menolak
Sesungguhnya lapar. 

Selasa, 23 Februari 2021

TERKEJUT

Seketika lemas
Serasa tulang diloloskan dari persendian
Dunia berhenti sekejap
Yang tersisa hanya takut
Hati dan pikiran saling menyalahkan
Dengan sedikit gugup
Debar kencang aliran darah
Jantung berpacu
Hilang arah
Sedikit gemetar mulut terkatup
Setelah sekian waktu diam tanpa pegangan
Perlahan keberanian dikumpulkan
Sambil memeluk dada, 
melanjutkan langkah

TINGGI

Takut dan senang silih berganti 
serupa pijakan anak tangga
Pagarnya musik yang meraung 
Ritmis dan mistik
Kata semakin semak, kian sedikit
Sedangkan curiga berdenging seperti pulung wahyu

Di ruang api penyucian yang pengap
Lampu bohlam menyala 
nyaris tak berkedip
Para pendosa bersila 
membentuk lingkaran
Terbang ke awang-awang dengan asap bercampur keringat

Minggu, 21 Februari 2021

PENINGGALAN

Tembok batu bercerita
Tentang keseharian hingga birahi puja

Tangga berjenjang dari Kamadhatu
Melewati Rupadhatu
Berakhir di Arupadhatu

Pradaksina delapan putaran tanpa putus
Berlawanan arah dengan jarum jam

Hawa nafsu sebagai dasar fondasi jiwa
Dengan lelaku mencoba mencapai bersih hati
Hingga moksa ke alam kadewataan

IBU BAHASA IBU

Suara kasih
Dengan intonasi
Atau hanya gumam

Nyanyian menimang
Bisik menenangkan
Dongeng sebelum tidur

Kata sebelum makna
Kata sebagai kata
Kata yang bermuatan

Ibu, 
Guru pertama
Sahabat terutama

Sabtu, 20 Februari 2021

SILATUROHIM

Di meja dapur, pusat basa basi
Kita duduk melingkupi kopi
Bercakap hingga gosip

Di setiap tegukan teriring cerita
Di setiap kunyahan penuh berita
Di setiap kita ada kehangatan

Setelah cukup meletakkan kata
Maksud hati diutarakan
Pamit adalah rindu yang lain

MENDAPATI SENJA

Senja penuh sesak dengan warna
Riang berarak hingga temaram
Perlahan diiringi  mendung
dan sedikit cemas andai hujan turun

Di penghujung senja 
keramaian beranak pinak
Warnanya kian lembayung 
dan turun berduyun

Ketika itu layar senja telah tuntas
Hiasannya telah di angkat
Kainnya dilempit rapi
Lalu malam dibentangkan

Jumat, 19 Februari 2021

WANITA DAN MALAM

Dilempitnya malam di ketiaknya agar tak rusak susu sebelanga
Sebelumnya dilinting dulu tembakau dan cengkih untuk menepis dingin
Ya, sedikit rayuan juga bisa memanaskan
Ditambah recehan lusuh yang digenggam oleh perut-perut lapar
Setelah uba rampe semua siap, mata sedikit melirik pada pecahan kaca di tembok
Dengan langkah lebar, malam dionceki satu per satu dan dijajalnya tiap lekuk dan tipunya
Dihirup dalam-dalam baunya sehingga memenuhi paru-paru
Disesap semua rasanya lalu dilepeh para durjana yang berusaha menghisap putingnya
Sambil berjalan perlahan, rokok dinyalakan untuk menandai bahwa ia masih kosong

Kamis, 18 Februari 2021

CERITA KAYU

Kayu menanggalkan daun ranting dan sedikit benalunya di bawah rindang pohon sehingga nyaris bugil dan meninggalkan rindu dendam di balik tumpukan humus basah duka abadi

Getah telah kering hingga keriput; samar membekas; sebab tubuhnya jamur, dijemur bersama tumpukan nestapa yang telah berurat berakar di ladang perburuan abadi

Kayu terkulai lunglai di pojok penantian, berbaris sebagai pesakitan, diikat bersama luka, menanti putusan takdir langit terhadap dosa dan bahagia. Menghitung waktu yang menjadi takdirnya. 

Pada api penyucian, tubuh ringkih kering layu membakar dosanya hingga hangus. Tubuhnya bermetamorfosis sebagai abu yang diterbangkan angin ke penjuru. Tuntas. 

Rabu, 17 Februari 2021

DAN SIANG INI HUJAN DATANG LAGI

Seperti dadu dilempar 
dan mengeluarkan angka berapa jua
Demikian juga hujan turun 
dimana mendung menghampar

Sebenarnya matahari tak ada masalah dalam peredarannya
Selalu melewati jalan yang sama
Tapi telah beberapa siang mendung selalu menikung
Menurunkan hujan di sepanjang lintasan
Sehingga cahaya terang terhempas sebagian
Digantikan warna kelabu dari arah horizon

Tugas matahari telah separuh hari
Hilang sebelum mencapai rembang petang
Sedangkan hujan menuntaskan sisa hari
Melintasi waktu hingga hilang padang


SAJADAH DIHAMPAR

Lantai menyimpan dingin
Doapun menyiratkan ingin
Dan jendela meniup angin
Menerbangkan angan

Sajadah di lantai kamar
Saat malam terhampar
Bayang di bawah lampu, samar
Sujud dan tafakur

Selasa, 16 Februari 2021

NGALAP IDE

Bintang di langit kubaca
Hatiku mengeja
Seekor cicak jatuh dari para-para
Tetap saja tangan belum menangkap tulisan
Padahal di tiap lembar kosong telah kusediakan ruang untuk huruf dan kata
Ah, mungkin perlu ditambah kopi dan rokok
Juga satu dua lagu sendu untuk memancing
Semoga saja sajennya lengkap sehingga ia mau singgah

Senin, 15 Februari 2021

MENDENGARKAN LAGU

Menikmati lagu itu, 
seperti menghadirkan senja dalam secangkir teh melati
Ingatan berlompatan meminta perhatian, dan nada-nada tertentu adalah puisi
Sedangkan bait hanya menyibak kenangan. Lembut! 
Sisanya semedi di kamar
Mengheningkan cipta membaca garis wajahmu. Samar. 

AKU HANYA DUDUK

Walaupun jauh suara sayup sampai
Uluk salam dan lewat

Duduk adalah saat rindu berdatangan
Di pangkuan ia bercerita
Tentang sedih dan riang
Seperti Prenjak yang genit

Waktu sekejap mengejap
Wajahmu mengunci diamku

Kursi telah duduk
Segenap dunia alit 
Rasa dan kata dan kopi dan rokok
Bersatu di satu garis lurus. Semedi. 

PERJALANAN

Di dalam mobil angin tak kejar
Jarak telah lumat digerus rentetan lagu
Namun kata nyaris habis 
Sisanya hanya haus

Separuh jalan kita mencari kopi
Sekadar pipis atau sejenak duduk
Di langit timur mendung mengejar

Rokok dipadamkan
sisa kopi diseruput
Sebelum hujan merendengi
Kita kebut sisa perjalanan

Minggu, 14 Februari 2021

BEDA FREKUENSI

Sekadar diam pun mengusik riak
Kata dimuntahkan bergelombang
Bersenjata dalil bertameng argumen
Tumpukan bangkai kata berserakan menggunung

Kata kadang berputar menyergap
Saat tajamnya dihujamkan ke hati
Bangun benteng emosi mulai goyah
Hingga pecah berderai sebagai tangis

Palagan kian riuh saling bentak hentak
Menjegal.... Mencekik.... 
Menusuk.... Merajam.... 
Hingga emosi 

Ketika telah waktu
Menatap dari ranjang yang sama
Sedikit emosi masih tersemat
Diam memandangi sunyi

Dan di malam yang fana
Sisa kata masih telanjang
Palagan puputan telah lengang
Selebihnya hanya pepesan kosong

Sabtu, 13 Februari 2021

AKHIR PEKAN YANG LAIN

Keriaan membawa perayaan 
Singgah di tiap ucap serta tawa
Udara dipenuhi candu
Dan malam kian kepayang

Duduk di bawah angsana
Pandang adalah kata lain ucap
Sedangkan lampu menggoda
Meletakkan warna di garis bibir

Tak perlu rencana dibuat
Cukup waktu berdetak begitu saja
Seandainya terang dan gelap telah berpelukan
Itulah waktu untuk bercerai. Mabuk

Jumat, 12 Februari 2021

HARI RAYA ITU

Dibebani harapan kecil mengecil
Seperti terminal, banyak yang menanti
Suka ria adalah unit terkecil bahagia
Mulai temui beranda media sosial

Gelak canda anak serta sanak
Mata teduh ibu
Makanan telah tradisi
Kepedihan coba dirias sejenak

Ruang keluarga adalah etalase pamer
Juga tumpukkan kenangan yang coba dilebur
Ketika kasta dilipat diharibaan leluhur
Hanya kehangatan yang tersisa

Rabu, 10 Februari 2021

DIAMBIL

Senyap, tanpa kulo nuwun
Tanpa pertanda
Hanya penyakit
Tiba-tiba nyawa hilang regang

Semua diam
Nyaris tak percaya
Sebelum pecah tangis, 
jasad telah kaku dingin

Selasa, 09 Februari 2021

KERIAAN PANEN

Sejak dini hari pawon sibuk
Campuran masakan dan kayu bakar
Segelas kopi dan si Mbok
Mengusik kantuk lelatu api

Sego dan lodeh rawit tempe bosok
Bekal sarapan di sawah nanti pagi
Ceret penuh teh manis serta gelas plastik
Dan setangkup mimpi untuk uang hasil panen

Di sawah mesin pemisah gabah datang
Ani-ani tersingkir
Panenan langsung masuk kampli
Hilang sudah bawon sebagai upah

Panen berlimpah
Biaya bertambah
Modal selangit
Keuntungan sedikit

Siklus diulang kembali
Mata rantai produksi
Diakhiri panen beramai
Keuntungan hanya menabung mimpi

Senin, 08 Februari 2021

AKU DAN KEJUARAAN

Rentang waktu sebenarnya cukup longgar
Namun terus dibayangi deadline
Sehingga ide seperti dikejar dan dijagal
Lahir prematur sebelum kata bermakna

Satu ketika menggali ide malam
Di ruang tertutup lampu temaram
Pertarungan antar kata sungguh 
Jumlah dan posisi terhitung tangguh

Tenggat kian dekat menjaring
Puisi bolak balik didandani
Dengan antara percaya dan diri
Perabotan peranti pengirim disiagakan

Sebelumnya dengan gumede kubaca puisi yang lain
Setiap membaca hati kian ciut
Percaya diri dilibas habis
Seperti katak dalam tempurung

Kamis, 04 Februari 2021

DARI TANAH

Bumi merana ketika hujan pertama
Tanah merekah karena basah

Biji melepas masa dorman
Sulurnya mengintip malu-malu

Hujan merubah warna dan semerbak
Kicau burung di pagi adalah birahi

Tanah mulai ditutupi permadani. Hijau
Bau busuk daun bercampur tetes air

Kehidupan penuh geliat yang semarak
Segenap hidup dan menghidupi

Tanpa awal tanpa akhir, hanya proses
Demikian Dewi Sri menebar berkah

Rabu, 03 Februari 2021

BAH

Semenjak banjir datang bersama hujan
Dimana mereka saling menguatkan
Air menggenangi selokan, pelataran bahkan rumah
Dimana sampah mengonggok di situ banjir mendekam

Ketika malam kian pekat di bumi lata
Dingin jadi pasangannya yang dibentangkan
Kedip lilin di jendela paling sepi
Pertanda kehidupan saat pasang naik

Hujan telah lama usai
Tinggalkan daun yang basah
Banjir tak hendak pergi dalam waktu dekat
Sebab masih bercengkrama dengan sampah

Selasa, 02 Februari 2021

KITA DIPISAHKAN PENYAKIT

Sesungguhnya penyakit datang dan pergi dalam senyap
Seperti gerilyawan, ia menginfeksi. Tembak dan lari.
Berita adalah pembawa ledakan
Ditayangkan berulang hingga jadi prilaku

Sedangkan pandemi yang menginisiasi adalah waktu
Dikipasi berulang hingga meradang
Sehingga kau dan aku kian menjauh
Menjauh dari kebenaran sebab berita yang dikemas

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...