Deret angka menghitung masa lalu
Catatan nama pertanda jejak debu
Tanah pijak leluhur padang puputan
Sebaris kisah pilu ode pada kematian
Rangkaian peristiwa sebab akibat
Bermuara nafsu bercabang duka
Sebuah epik gemilang penaklukan
Cucuran air mata darah kekalahan
Sejarah ditulis untuk pemenang
Akar tanda kebenaran subtil
Alat legitimasi superioritas
Pecundang adalah aib tulisan nasib
Dosa tercatat di pupuh lontar ratapan
Tonggak pengingat nestapa waris leluhur
Senin, 30 Juli 2018
MEMBURU SEHAT HINGGA BPJS
Malam purna becakpun gigil
Mengunyah aspal rantai derit
Nomor antri satpam kantuk
Demi sehat tak rogoh kantung
Pagi resah menanti panggil
Nomor dan orang silih berganti
Sabar menanti gilir daftar
Membunuh waktu secara bosan
Timbang baca berat dan lemak
Tensi degup ukur raksa
Catat keluh sebagaimana rasa
Bahan baca dokter periksa
Menanti panggil suster manis
Omong klobot sesama pasien
Siang telah lewati teritis
Pintu terbuka silahkan konsul
Baring tubuh lekat stetoskop
Konsultasi penyakit bila gejala
Tulis resep tiga macam
Tuntas periksa sore surup
Antri panggil jatah obat
Tubuh lelah pikir jenuh
Terima surat kontrol bulan
Malam muda iring langkahku
Mengunyah aspal rantai derit
Nomor antri satpam kantuk
Demi sehat tak rogoh kantung
Pagi resah menanti panggil
Nomor dan orang silih berganti
Sabar menanti gilir daftar
Membunuh waktu secara bosan
Timbang baca berat dan lemak
Tensi degup ukur raksa
Catat keluh sebagaimana rasa
Bahan baca dokter periksa
Menanti panggil suster manis
Omong klobot sesama pasien
Siang telah lewati teritis
Pintu terbuka silahkan konsul
Baring tubuh lekat stetoskop
Konsultasi penyakit bila gejala
Tulis resep tiga macam
Tuntas periksa sore surup
Antri panggil jatah obat
Tubuh lelah pikir jenuh
Terima surat kontrol bulan
Malam muda iring langkahku
Sabtu, 28 Juli 2018
Seri SEJARAH - II. PAHLAWAN:Sebuah fragmen
Terbangun ketika bulan renta
membasuh wajah menuntaskan kantuk
Di atas sajadah merah kusam
diam bersujud doa hati mengetuk langit
Dalam bisu membawa lampu teplok berkedip
Tertatih menuju pawon belakang rumah
Menjerang air di atas kayu bakar
Menyeduh kopi dan teh penghangat pagi
Menanak nasi beras tumbukan panen gadu
Menggoreng tahu tempe dan telur untuk anak
Aroma nasi dan gorengan menyeruak
Membumbung dan menyatu dengan dingin
Ditata piring dan sendok dengan rapi
Di meja makan bertaplak motif batik
Diletakkan makanan dan minuman
Diiringi cinta tulus seorang ibu
Dibangunkan anak-anak
dengan lembut kasih sayang
Disentuh kaki suami
dengan takzim dan berbisik lirih
Beranjak dari dekapan selimut
Diseruput kopi manis pahit hitam
Diteguk teh manis hangat aroma melati
Mengusir dingin menggebah malas
Sambil menanti anak dan suami berwudhu
Terpekur dan diam menatap sajadah
Shof ditegakkan dan bersedekap khusyu
Berdiri sendiri menjadi penutup barisan
membasuh wajah menuntaskan kantuk
Di atas sajadah merah kusam
diam bersujud doa hati mengetuk langit
Dalam bisu membawa lampu teplok berkedip
Tertatih menuju pawon belakang rumah
Menjerang air di atas kayu bakar
Menyeduh kopi dan teh penghangat pagi
Menanak nasi beras tumbukan panen gadu
Menggoreng tahu tempe dan telur untuk anak
Aroma nasi dan gorengan menyeruak
Membumbung dan menyatu dengan dingin
Ditata piring dan sendok dengan rapi
Di meja makan bertaplak motif batik
Diletakkan makanan dan minuman
Diiringi cinta tulus seorang ibu
Dibangunkan anak-anak
dengan lembut kasih sayang
Disentuh kaki suami
dengan takzim dan berbisik lirih
Beranjak dari dekapan selimut
Diseruput kopi manis pahit hitam
Diteguk teh manis hangat aroma melati
Mengusir dingin menggebah malas
Sambil menanti anak dan suami berwudhu
Terpekur dan diam menatap sajadah
Shof ditegakkan dan bersedekap khusyu
Berdiri sendiri menjadi penutup barisan
PIKIRAN
Tiada yang sebebas pikiran
Norma porak-poranda diterjang
Tabu dan larangan dilanggar
Tiada yang seliar pikiran
Mengumbar birahi dosa eros
Menuhankan hawa nafsu
Tiada yang seiblis pikiran
Pembunuhan dirangkai seni
Dicipta segala siksa yang pedih
Tiada yang sesetia pikiran
Nasihatnya berakal sehat
Pertimbangannya adil
Tiada yang seindah pikiran
Tidurnya adalah mimpi
Lakunya bijak teliti setiti
Tiada yang serumit pikiran
Layaknya laba-laba dipintalnya pikiran dengan bentuk geometri yang indah
Lalu direntangkan benang pikiran untuk memerangkap ide yang beterbangan
Ketika tertangkap maka ide digodok dalam wadah pengetahuan
Jawaban yang tertuang menjadi makanan bagi pikiran
Dihisapnya sari akal budi hingga tuntas masalah
Tiada yang semudah pikiran
Masalah besar dikecilkan
Masalah kecil dihilangkan
Norma porak-poranda diterjang
Tabu dan larangan dilanggar
Tiada yang seliar pikiran
Mengumbar birahi dosa eros
Menuhankan hawa nafsu
Tiada yang seiblis pikiran
Pembunuhan dirangkai seni
Dicipta segala siksa yang pedih
Tiada yang sesetia pikiran
Nasihatnya berakal sehat
Pertimbangannya adil
Tiada yang seindah pikiran
Tidurnya adalah mimpi
Lakunya bijak teliti setiti
Tiada yang serumit pikiran
Layaknya laba-laba dipintalnya pikiran dengan bentuk geometri yang indah
Lalu direntangkan benang pikiran untuk memerangkap ide yang beterbangan
Ketika tertangkap maka ide digodok dalam wadah pengetahuan
Jawaban yang tertuang menjadi makanan bagi pikiran
Dihisapnya sari akal budi hingga tuntas masalah
Tiada yang semudah pikiran
Masalah besar dikecilkan
Masalah kecil dihilangkan
Rabu, 25 Juli 2018
E. DOUWES DEKKER : Sebuah monolog
Musuhku adalah kikirnya Droogstoppel
Rinduku bersama kematian Saidjah dan Adinda
Nuraniku tanah Bantam beribu nestapa
Benciku tanam paksa yang menghisap Lebak
Tugasku menjarah kopi dari Insulinde yang cantik
Nadiku mengalir wajah Eropa kolonial
Sikapku Residen putih wajah pribumi
Bawahanku darah bangsawan kulit kawula
Perangku pada korupsi yang berwajah dua
Beraniku mengecam baginda putra langit
Sedihku terasing dari tanah leluhur
Beradaku disebut Aku yang menderita
Penaku mengeja Max Havelaar
Karyaku meninggalkan waris dunia
Tenarku melintasi abad menjamah intelektualitas
Matiku sepi kembang makam musim dingin
Rinduku bersama kematian Saidjah dan Adinda
Nuraniku tanah Bantam beribu nestapa
Benciku tanam paksa yang menghisap Lebak
Tugasku menjarah kopi dari Insulinde yang cantik
Nadiku mengalir wajah Eropa kolonial
Sikapku Residen putih wajah pribumi
Bawahanku darah bangsawan kulit kawula
Perangku pada korupsi yang berwajah dua
Beraniku mengecam baginda putra langit
Sedihku terasing dari tanah leluhur
Beradaku disebut Aku yang menderita
Penaku mengeja Max Havelaar
Karyaku meninggalkan waris dunia
Tenarku melintasi abad menjamah intelektualitas
Matiku sepi kembang makam musim dingin
Selasa, 24 Juli 2018
TENTANG RINDU
Pikiran sebagai labirin kata
Diamnya alihkan waktu
Harapnya sepanjang jarak sua
Sosokmu tersamar rindu dendam
Perhatian merunut dukamu
Kenangan tercecer menuju dirimu
Hadirnya kerap mengajuk
Tiap fragmen terhubung rindu
Menulis puja di setiap angin lalu
Bertinta cinta seloka pilu
Setiap daya menanti hadirmu
Egoku dicekam bisu
Diamnya alihkan waktu
Harapnya sepanjang jarak sua
Sosokmu tersamar rindu dendam
Perhatian merunut dukamu
Kenangan tercecer menuju dirimu
Hadirnya kerap mengajuk
Tiap fragmen terhubung rindu
Menulis puja di setiap angin lalu
Bertinta cinta seloka pilu
Setiap daya menanti hadirmu
Egoku dicekam bisu
Senin, 23 Juli 2018
PENJUAL GORENGAN
Duduk di kursi dingklik kayu
Baju kumal lengan panjang dilipat
Topi berwarna pudar uban
Dihadapannya wajan dan sutil
Gorengan menumpuk telah dingin
Menanti pembeli mampir
Dipandanginya setiap yang lewat
Berharap recehan menghampiri
Pelepas lapar dahaga dikandung pagi
Baju kumal lengan panjang dilipat
Topi berwarna pudar uban
Dihadapannya wajan dan sutil
Gorengan menumpuk telah dingin
Menanti pembeli mampir
Dipandanginya setiap yang lewat
Berharap recehan menghampiri
Pelepas lapar dahaga dikandung pagi
Minggu, 22 Juli 2018
Seri MAKANAN : II. SARAPAN
Selembar daun pisang batu hijau gelap
Nasi pulen putih dan hangat
Rebusan daun kenikir dan ketela
Juga kemangi, timun, dan petai cina
Sambal kacang manis pedas
Sambal tempe semangit gurih
Tahu dan tempe lauknya
Dan rempeyek teri yang renyah
Segelas teh panas aroma melati
Harum dan mengepulkan asap
Beberapa butir suplemen dan obat
Menopang tubuh dan pikiran renta
Nasi pulen putih dan hangat
Rebusan daun kenikir dan ketela
Juga kemangi, timun, dan petai cina
Sambal kacang manis pedas
Sambal tempe semangit gurih
Tahu dan tempe lauknya
Dan rempeyek teri yang renyah
Segelas teh panas aroma melati
Harum dan mengepulkan asap
Beberapa butir suplemen dan obat
Menopang tubuh dan pikiran renta
Seri MAKANAN : I. TERMAKAN IKLAN
Silahkan mampir !!!
Cicipi menu baru dari resep rahasia di resto kami
Dibuat dari bahan berkualitas dan teruji
Korting 50% untuk tiap pembelian tiga porsi
Sepertiga jika seorang diri
Akhir pekan bonus kue mini
Atau minuman koktail
Berlaku hingga tunai janji
Iklan terus menggaung dan menggiring
Tersaji di papan iklan berkedip mengumbar puji
Pagi siang bahkan di gelap malam tetap merayu perut buncit
Mengejar target produksi
Memaksa pelanggan membeli
Menjual janji yang dikemas rapi berlabel nutrisi
Juga dekorasi yang tertata rapi dan menarik
Dan seperangkat pegawai ramah berseri
Di akhir pekan aku tertarik
Ingin mencoba karena katanya murah dan bergizi
Aku turut antri dan sabar menanti gilir
Di depan counter ku tatap menu yang menempel di tembok putih
Ku pilih menu promosi yang tergambar indah dan menarik
Ku bayar seharga tertera sebanyak gaji sehari
Ku bawa pesanan dan koktail ke meja berkursi tinggi
Ku siap untuk menikmati
Dengan tenang ku hadapi makan malamku sendiri
Pelan ku gigit dan ku nikmati aroma dan rasa kombinasi
Campuran daging saus dan roti
Ada sedikit sayuran seperti timun dan tomat diiris
Selembar keju menambah citarasa menari di sela gigi
Sesekali koktail ku teguk melumas dahaga yang kering
Ketika makan dan minum telah habis
Remah-remah bertebaran di meja kayu berpola detail
Gelas terisi separo telah berkeringat karena dingin
Aku terdiam sambil mengelus perutku tipis
Masih terasa lapar yang tetap menagih
Tapi sisa uang di kantong hanya cukup untuk ongkos balik
Cicipi menu baru dari resep rahasia di resto kami
Dibuat dari bahan berkualitas dan teruji
Korting 50% untuk tiap pembelian tiga porsi
Sepertiga jika seorang diri
Akhir pekan bonus kue mini
Atau minuman koktail
Berlaku hingga tunai janji
Iklan terus menggaung dan menggiring
Tersaji di papan iklan berkedip mengumbar puji
Pagi siang bahkan di gelap malam tetap merayu perut buncit
Mengejar target produksi
Memaksa pelanggan membeli
Menjual janji yang dikemas rapi berlabel nutrisi
Juga dekorasi yang tertata rapi dan menarik
Dan seperangkat pegawai ramah berseri
Di akhir pekan aku tertarik
Ingin mencoba karena katanya murah dan bergizi
Aku turut antri dan sabar menanti gilir
Di depan counter ku tatap menu yang menempel di tembok putih
Ku pilih menu promosi yang tergambar indah dan menarik
Ku bayar seharga tertera sebanyak gaji sehari
Ku bawa pesanan dan koktail ke meja berkursi tinggi
Ku siap untuk menikmati
Dengan tenang ku hadapi makan malamku sendiri
Pelan ku gigit dan ku nikmati aroma dan rasa kombinasi
Campuran daging saus dan roti
Ada sedikit sayuran seperti timun dan tomat diiris
Selembar keju menambah citarasa menari di sela gigi
Sesekali koktail ku teguk melumas dahaga yang kering
Ketika makan dan minum telah habis
Remah-remah bertebaran di meja kayu berpola detail
Gelas terisi separo telah berkeringat karena dingin
Aku terdiam sambil mengelus perutku tipis
Masih terasa lapar yang tetap menagih
Tapi sisa uang di kantong hanya cukup untuk ongkos balik
Sabtu, 21 Juli 2018
HIKAYAT BANTAL GULING
Ruang dan waktu masih muda dan naif
Bantal dan guling berkelana di padang mimpi
Berbunga cinta berdahan rindu
Berjalan ke arah mata memandang
Melintasi hamparan riak suka dan duka
Mengenakan sarung bermotif geometri berwarna harapan
Mereka mematut di hadapan kaca rias retak
Dalam perjalanan mengarungi mimpi
kadang beban menindih tubuh
dan dimensi menjadi rumit
Sering juga terpercik liur
Aroma lelap yang perlahan melumas dengkur
Setiap lelah yang pejam mata
maka lekuk bantal digenangi peluh
Dan guling tercekik erangan nafas
Ketika malam kian absurd
Kenyataan bersalin rupa oleh janji sejuta bintang
Mimpi melompat dari realitas menjadi baka
Sebab lelap terus menghujam
Perselisihan materi dan alam wadag
memisahkan duka dan durjana
Seperti orgasme meninggalkan raga
Mereka menjadi kekasih dalam peluk lelap
Di balik selimut tebal beraroma bunga bakung
Adapun ranjang pengantin
Alfa omega syahwat yang terlarang
Penjara norma dan perilaku erotis
adalah wadah berbagi imaji
Tempat bantal dan guling bertualang
menjelajah semua khayal liar
Terkadang mereka hanya serupa sahabat
Mengawal doa dan tidur yang senyap
Berpelukan erat menjaga lelap tak lesat
Menanam malam hingga larut
Memetik bintang di bejana cinta
Memeluk senyum di bibir dukana
hingga kita melebur menjadi satu
Bantal dan guling berkelana di padang mimpi
Berbunga cinta berdahan rindu
Berjalan ke arah mata memandang
Melintasi hamparan riak suka dan duka
Mengenakan sarung bermotif geometri berwarna harapan
Mereka mematut di hadapan kaca rias retak
Dalam perjalanan mengarungi mimpi
kadang beban menindih tubuh
dan dimensi menjadi rumit
Sering juga terpercik liur
Aroma lelap yang perlahan melumas dengkur
Setiap lelah yang pejam mata
maka lekuk bantal digenangi peluh
Dan guling tercekik erangan nafas
Ketika malam kian absurd
Kenyataan bersalin rupa oleh janji sejuta bintang
Mimpi melompat dari realitas menjadi baka
Sebab lelap terus menghujam
Perselisihan materi dan alam wadag
memisahkan duka dan durjana
Seperti orgasme meninggalkan raga
Mereka menjadi kekasih dalam peluk lelap
Di balik selimut tebal beraroma bunga bakung
Adapun ranjang pengantin
Alfa omega syahwat yang terlarang
Penjara norma dan perilaku erotis
adalah wadah berbagi imaji
Tempat bantal dan guling bertualang
menjelajah semua khayal liar
Terkadang mereka hanya serupa sahabat
Mengawal doa dan tidur yang senyap
Berpelukan erat menjaga lelap tak lesat
Menanam malam hingga larut
Memetik bintang di bejana cinta
Memeluk senyum di bibir dukana
hingga kita melebur menjadi satu
Rabu, 18 Juli 2018
MENGANTRI DI KANTOR X
Aku kerap mengintip sibukmu dari pojok jengahku
Seperti biasa aku hanya diam terpana rindu
Helai rambutmu bersinggungan dengan jemari serta peluh
Di meja terletak semua kesibukan yang kau hadapi ditemani waktu
Tanganmu lincah menggapai dan matamu cantik menatap
Sesekali wajahmu tengadah menebar takjub ke dalam diamku
Siang telah merayap tinggi tinggalkan semangat hari
Kau letakkan sibukmu di meja kayu dengan hiasan bunga plastik
Dan berjalan perlahan menjauhi pandangku berdegup
Harum parfummu masih tersisa di sudut harapku
Ruang telah sepi melepas lelah di siang terik
Aku melangkah meninggalkan janji yang tertunda
Seperti biasa aku hanya diam terpana rindu
Helai rambutmu bersinggungan dengan jemari serta peluh
Di meja terletak semua kesibukan yang kau hadapi ditemani waktu
Tanganmu lincah menggapai dan matamu cantik menatap
Sesekali wajahmu tengadah menebar takjub ke dalam diamku
Siang telah merayap tinggi tinggalkan semangat hari
Kau letakkan sibukmu di meja kayu dengan hiasan bunga plastik
Dan berjalan perlahan menjauhi pandangku berdegup
Harum parfummu masih tersisa di sudut harapku
Ruang telah sepi melepas lelah di siang terik
Aku melangkah meninggalkan janji yang tertunda
TENTANG AIR MATA
Air mata tak kuasa meramal duka
Jejaknya terhapus perangkap luka
Isaknya lenyap ditelan amarah
Tangisnya merah durjana
Tetesnya mengaliri nalar
Terbungkus wasangka
Andai hari merayu putih mata
Dipeluknya janji sebagaimana sembilu
Waktu membasuh kisi hati
Sisakan rindu di titik nadir
Adapun air mata menuai gundah
Seperti hujan menyapa kerontang
Jejaknya terhapus perangkap luka
Isaknya lenyap ditelan amarah
Tangisnya merah durjana
Tetesnya mengaliri nalar
Terbungkus wasangka
Andai hari merayu putih mata
Dipeluknya janji sebagaimana sembilu
Waktu membasuh kisi hati
Sisakan rindu di titik nadir
Adapun air mata menuai gundah
Seperti hujan menyapa kerontang
Senin, 16 Juli 2018
TRAUMA
Mereka membuka pintu tiada pandang
Saling berpeluk cium
Melangkah tertatih hampiri ranjang
Cahaya remang dari ruang tengah
Dia terpana di balik pintu
Kakinya gemetar menahan gejolak
Mulut terkatup bibir pucat
Seakan dunia akan runtuh
Mereka bergumul di ranjang
Suara erangan dan jamahan
Lembar pakaian berserak di lantai
Ranjang berderit dengus memburu
Dia takut dan tertegun diam
Nafasnya perlahan menolak debar
Keringat dingin menganak sungai
Waktu berhenti dalam kamar
Mereka lelah terbaring lemas
Tangan saling genggam telanjang
Dia alirkan air mata tanpa isak
Ibu tidak tidur dengan ayah
Saling berpeluk cium
Melangkah tertatih hampiri ranjang
Cahaya remang dari ruang tengah
Dia terpana di balik pintu
Kakinya gemetar menahan gejolak
Mulut terkatup bibir pucat
Seakan dunia akan runtuh
Mereka bergumul di ranjang
Suara erangan dan jamahan
Lembar pakaian berserak di lantai
Ranjang berderit dengus memburu
Dia takut dan tertegun diam
Nafasnya perlahan menolak debar
Keringat dingin menganak sungai
Waktu berhenti dalam kamar
Mereka lelah terbaring lemas
Tangan saling genggam telanjang
Dia alirkan air mata tanpa isak
Ibu tidak tidur dengan ayah
Kamis, 12 Juli 2018
TANTANGAN
Aku meninggalkan diam tanpa tegur
Tanpa tangis hilang rindu
Tiada tatap sembilu
Mengharu biru
Kamu
Aku diam tanpa meninggalkan tegur
Tangis bisu berurai rindu
Sembilu menusuk pilu
Biru mengharu
Sayangku
Tanpa tangis hilang rindu
Tiada tatap sembilu
Mengharu biru
Kamu
Aku diam tanpa meninggalkan tegur
Tangis bisu berurai rindu
Sembilu menusuk pilu
Biru mengharu
Sayangku
Rabu, 11 Juli 2018
MENGAWALI HARI
Dunia masih sunyi seperti hatiku
Gelap belum beralih embun
Aku terbaring bertudung selimut
Menolak dingin dengan pikiran mendelu
Suara adzan memecah subuh
Bersahutan berkejaran dan berlalu
Aku beranjak dari peraduan
Menakar dingin air wudhu
Matahari pagi muncul di pucuk
Helai sinarnya menjalin remang
Aku melepas malas dan kantuk
Awali hari dengan kopi beraroma
Kamar mandi benteng terakhir dingin
Air tergenang semalaman di pasu
Aku berdiri telanjang. Segan dan menggigil.
Ku siram tubuh hingga dingin merasuk ke pori
Gelap belum beralih embun
Aku terbaring bertudung selimut
Menolak dingin dengan pikiran mendelu
Suara adzan memecah subuh
Bersahutan berkejaran dan berlalu
Aku beranjak dari peraduan
Menakar dingin air wudhu
Matahari pagi muncul di pucuk
Helai sinarnya menjalin remang
Aku melepas malas dan kantuk
Awali hari dengan kopi beraroma
Kamar mandi benteng terakhir dingin
Air tergenang semalaman di pasu
Aku berdiri telanjang. Segan dan menggigil.
Ku siram tubuh hingga dingin merasuk ke pori
Selasa, 10 Juli 2018
SOSIAL MEDIA
Duduk sendiri di sofa merah bermotif norak
Pikiran melantur dan menjajaki ukiran di kaki kursi
Kaki bertelekan pada meja menggebah debu
Telpon genggam dibiarkan tergeletak sendiri
Menunggu sunyi dan mencari dering
Pandangan bolak balik menyapu langit-langit
dan mengintip telpon genggam yang senyap sendiri
Tuuttt...... Tiba-tiba nada panggil memecah ruang tengah
Cepat digapainya suara itu dengan cekatan
Jemarinya merayapi tiap tombol yang menari
Wajah sumringah dan senyum tersungging
Sebaris kalimat berkelip riang merubah kekusutan hati
dan menyematkan euforia di kepala
Lalu jempol menggerayangi huruf yang tertera di tombol
Sebaris kalimat balasan berpendar di layar
Dengan lincah telunjuk menekan perintah KIRIM.
Telpon genggam kembali diletakkan rebah
Menanti panggilan dari dunia lain
Satu detik, sepuluh detik, semenit
Tidak ada teguran dari suara panggilan dinanti
Tak ada kerlip cahaya dan hanya diam
Hati gundah pikiran kusut
Direnggutnya telepon genggam dan dinyalakan menunya
Tetap tidak ada tanda-tanda berita dari alam maya
Diletakkannya dekat jangkauan agar penasaran beranjak
Tiba-tiba lampu berkedip terang dan suara memanggil dengan merdu
Tuuttt...... tangan langsung meraih dan mata menatap lurus
Ternyata ada pesan dari grup tinggal kelas angkatan tua
Mengundang anggota grup untuk silaturohim dengan usia
Dari grup teman semasa susah, mengajak arisan jor-joran pengisi waktu
Dengan sigap jemari menari dan kata demi kata mengalir di layar
Mengabarkan kesanggupan untuk menghadirkan pamer
Kemudian dengan hati lapang dikirimnya cuitan bahagia
Tak lama, telpon genggam berbunyi kembali
Memanggil dengan cahaya dan bunyi
Ternyata dari sahabat lama di dunia antah berantah
Mengajak bertemu besok siang ketika matahari rindang di bawah kanopi
Dengan lancar dibalas, baik, bertemu jam sekian di kafe mahal, teman
Ketika sedang mengetik, terdengar suara lirih tuit tuit tuit
Ternyata baterei low dan sistem bergetar minta di charge
Sambil menempel tembok, telpon genggam tetap dimainkan
dan terhubung lewat charger putih bermerk produk cina
dan terhubung lewat charger putih bermerk produk cina
Lalu menulis apa yang ditulis memainkan apa yang dimainkan
Dan serius menghadapkan wajah ke layar kaca kecil yang memantulkan teks
Dan serius menghadapkan wajah ke layar kaca kecil yang memantulkan teks
Ketika malam telah tua dan pikiran ingin rebah
Di dekatinya tempat tidur lalu terkapar
Dan telpon genggam ikut tergeletak menemani lelahnya sang tuan
Mata telah berat
Hati buntu
Tubuh terbaring
Tapi pikiran tetap menghadang telpon genggam
Menanti kabar dari jauh
Menanti kabar dari jauh
Dan telpon genggam dalam diam menghadap dunia maya
Minggu, 08 Juli 2018
AKU SEDANG TIDAK JATUH CINTA
Wajahmu terpatri di pelupuk mata
Terpaku jelas di dinding
Bergayut di langit-langit kumuh duka
Bersanding dengan piano yang mendelu
Kadang timbul kadang meradang disetiap pikiran bisu
Senyummu menghapus semua wasangka
Membuat sarang dengan rajutan rindu
Berpola cemburu dan menempel pada waktu
Sebagaimana perangkap merentangkan diammu
Hati selalu tersipu mendapati lekuk senyummu
Bau tubuhmu mengingatkanku pada nafsu
Mengendap menerjang hidung nyalangkan mata
Laksana binatang buas diterkamnya segala dahaga
Dihempasnya alam sadar ke dalam birahi
Sehingga akal tenggelam dalam peluh rindu
Pejamku sering menelisik dirimu di lembar suka
Kadang suaraku memanggil dengan nada rindu yang kelu
Sekedar mengumpulkan sisa bayanganmu yang tercerai oleh angin lalu
Namun pertemuan kita tak pernah berlabuh di tepian cinta
Sebab aku sedang tidak jatuh cinta sebagaimana kehadiranmu tak pernah kutunggu
Terpaku jelas di dinding
Bergayut di langit-langit kumuh duka
Bersanding dengan piano yang mendelu
Kadang timbul kadang meradang disetiap pikiran bisu
Senyummu menghapus semua wasangka
Membuat sarang dengan rajutan rindu
Berpola cemburu dan menempel pada waktu
Sebagaimana perangkap merentangkan diammu
Hati selalu tersipu mendapati lekuk senyummu
Bau tubuhmu mengingatkanku pada nafsu
Mengendap menerjang hidung nyalangkan mata
Laksana binatang buas diterkamnya segala dahaga
Dihempasnya alam sadar ke dalam birahi
Sehingga akal tenggelam dalam peluh rindu
Pejamku sering menelisik dirimu di lembar suka
Kadang suaraku memanggil dengan nada rindu yang kelu
Sekedar mengumpulkan sisa bayanganmu yang tercerai oleh angin lalu
Namun pertemuan kita tak pernah berlabuh di tepian cinta
Sebab aku sedang tidak jatuh cinta sebagaimana kehadiranmu tak pernah kutunggu
PERAYAAN
Perayaan melingkupi desa
Bawa riang sampai ke hati
Jalan dihiasi umbul-umbul
Meliuk tersapu angin
Wajah ria dan ramah hilir mudik
di setiap rumah berpagar tanaman
Serombongan anak bertamu
Mencium tangan dan duduk berdesakan di sofa
Tangan meraup kue kering
dan mulut sibuk melahap
Tak lama, mereka pamit
sambil berharap mendapat recehan
Sangu yang dikumpulkan
untuk beli petasan di warung
Dan memesan es campur di bawah pohon waru
pelepas dahaga dan lelah
Saudara datang menyambung silaturohim
Yang muda datang menyambangi para sepuh
Yang tua menanti sungkem anak, cucu dan keponakan
Ketupat dan opor merekatkan masa lalu
Kue kecil di stoples selingan hangat suasana
Saling cerita jejak kebersamaan
yang telah dan akan terjalin
Atau hanya menyimak dengan bahagia di mata
Tetangga, benarnya saudara dalam jarak
Ringankan langkah bertandang
Bawa setangkup maaf dan doa sebagai buah tangan
Beramah tamah dan bergosip
tentang isu hangat di desa
Berbagi kabar harga dan tempat yang baik
untuk menjual hasil panen
Bertukar info cara ternak yang murah dan mudah
Kue kering di stoples perekat pembicaraan
Segelas air melicinkan diskusi
Senja kembali melingkupi desa
Lampu dinyalakan
Mengajak sanak mengakhiri hari serta lelah
Rumah diatur, disapu, dirapikan dan dipel
Kursi ditata agar cukup ruang untuk bersenda
Stoples ditutup agar istirahat dari jangkauan tangan
Wajah-wajah lesu masuki kamar
Habiskan sisa malam akhiri hari
Bawa riang sampai ke hati
Jalan dihiasi umbul-umbul
Meliuk tersapu angin
Wajah ria dan ramah hilir mudik
di setiap rumah berpagar tanaman
Serombongan anak bertamu
Mencium tangan dan duduk berdesakan di sofa
Tangan meraup kue kering
dan mulut sibuk melahap
Tak lama, mereka pamit
sambil berharap mendapat recehan
Sangu yang dikumpulkan
untuk beli petasan di warung
Dan memesan es campur di bawah pohon waru
pelepas dahaga dan lelah
Saudara datang menyambung silaturohim
Yang muda datang menyambangi para sepuh
Yang tua menanti sungkem anak, cucu dan keponakan
Ketupat dan opor merekatkan masa lalu
Kue kecil di stoples selingan hangat suasana
Saling cerita jejak kebersamaan
yang telah dan akan terjalin
Atau hanya menyimak dengan bahagia di mata
Tetangga, benarnya saudara dalam jarak
Ringankan langkah bertandang
Bawa setangkup maaf dan doa sebagai buah tangan
Beramah tamah dan bergosip
tentang isu hangat di desa
Berbagi kabar harga dan tempat yang baik
untuk menjual hasil panen
Bertukar info cara ternak yang murah dan mudah
Kue kering di stoples perekat pembicaraan
Segelas air melicinkan diskusi
Senja kembali melingkupi desa
Lampu dinyalakan
Mengajak sanak mengakhiri hari serta lelah
Rumah diatur, disapu, dirapikan dan dipel
Kursi ditata agar cukup ruang untuk bersenda
Stoples ditutup agar istirahat dari jangkauan tangan
Wajah-wajah lesu masuki kamar
Habiskan sisa malam akhiri hari
Kamis, 05 Juli 2018
TENTANG TUBUH BAGIAN ATAS
Garis wajahmu lugas
Berwarna logam. Kontras
Kerut di sisi mata tuntas
melukis pahit getir yang keras
Warna rambutmu kusut tipis
Jatuh tutupi tanya yang menepis
Garis bibirmu bergaris sinis
Mencibir dunia dengan anarkis
Siluet tubuhmu menyimpan kisah
Lekuknya berseberangan dengan bayang
Seakan ingin muntahkan cerita dosa
Tubuhmu indah muara segala larangan
Buah dadamu sumber segala dendam
Dialirinya mulut dahaga dengan serapah
Melumuri maksiat di hati yang putih
Ditumbuhkan prasangka antara puting
Adapun perut sebagai pusat semesta
Awal kehidupan dan dosa
Pusatnya adalah pusar
Adi ari-ari dari vagina
Berwarna logam. Kontras
Kerut di sisi mata tuntas
melukis pahit getir yang keras
Warna rambutmu kusut tipis
Jatuh tutupi tanya yang menepis
Garis bibirmu bergaris sinis
Mencibir dunia dengan anarkis
Siluet tubuhmu menyimpan kisah
Lekuknya berseberangan dengan bayang
Seakan ingin muntahkan cerita dosa
Tubuhmu indah muara segala larangan
Buah dadamu sumber segala dendam
Dialirinya mulut dahaga dengan serapah
Melumuri maksiat di hati yang putih
Ditumbuhkan prasangka antara puting
Adapun perut sebagai pusat semesta
Awal kehidupan dan dosa
Pusatnya adalah pusar
Adi ari-ari dari vagina
Rabu, 04 Juli 2018
SURAT UNTUK CINTA
Untukmu cinta, dimanapun kau berada
Sebenarnya aku masih tetap selingkuh dengan sendiri, sayang
Walau sisa indahmu masih saja berbisik mesra
Menelisik sisi hatiku
Duka bersenandung melantunkan seloka dan luka
Merajam rinduku, cinta
Bersatu dalam nadi syahwat dan tarikan nafas kecewa
Aku melamar mimpi yang menghampar
di gemerisik daun berangin kering, sayang
Kubawa mahar kelopak mawar
tanda setiaku janji sejuta nestapa
Tetapi rinduku tetap diam dan meneteskan luh
Tercenung memeluk diri, kekasih
Meratapi hilangmu yang mengalir
bersama sungai kecil yang beriak di celah hati
Wahai cinta dimanapun kau singgah
Aku memanggilmu dengan segenap bahagia
Ku lukis dengan tinta harap di langit biru, sayang
Bayangmu menari riang dan mendekap mimpiku
Membimbingnya melintas jembatan kasih bermotif jingga
Bertiwikrama menjadi nafsu melebur kesadaran, smara
Di lain saat aku terkapar menggelepar dihamparan birahi sunyi
Dan memeluk lekuk khayalmu indah
Selangkah lagi ku ingin menyunting egomu
Berhias ayu dalam balutan malam pengantin purnama penuh
Semua daya ku curahkan tuk memerangkap kau
dalam sangkar asmara dan temali bahagia yang berpilin janji
Engkau tetap tak terjangkau nalar
tak tertangkap rindu
tak terperdaya rayu bertabir sedih
tak tergoyah nasib tertulis di mata haru
Hanya bayangan samar tertunduk gontai
meratapi jalan berliku dan berangin
seperti erangan putus asa dari dukamu abadi
Wasalam cinta kapanpun memudar
Sebenarnya aku masih tetap selingkuh dengan sendiri, sayang
Walau sisa indahmu masih saja berbisik mesra
Menelisik sisi hatiku
Duka bersenandung melantunkan seloka dan luka
Merajam rinduku, cinta
Bersatu dalam nadi syahwat dan tarikan nafas kecewa
Aku melamar mimpi yang menghampar
di gemerisik daun berangin kering, sayang
Kubawa mahar kelopak mawar
tanda setiaku janji sejuta nestapa
Tetapi rinduku tetap diam dan meneteskan luh
Tercenung memeluk diri, kekasih
Meratapi hilangmu yang mengalir
bersama sungai kecil yang beriak di celah hati
Wahai cinta dimanapun kau singgah
Aku memanggilmu dengan segenap bahagia
Ku lukis dengan tinta harap di langit biru, sayang
Bayangmu menari riang dan mendekap mimpiku
Membimbingnya melintas jembatan kasih bermotif jingga
Bertiwikrama menjadi nafsu melebur kesadaran, smara
Di lain saat aku terkapar menggelepar dihamparan birahi sunyi
Dan memeluk lekuk khayalmu indah
Selangkah lagi ku ingin menyunting egomu
Berhias ayu dalam balutan malam pengantin purnama penuh
Semua daya ku curahkan tuk memerangkap kau
dalam sangkar asmara dan temali bahagia yang berpilin janji
Engkau tetap tak terjangkau nalar
tak tertangkap rindu
tak terperdaya rayu bertabir sedih
tak tergoyah nasib tertulis di mata haru
Hanya bayangan samar tertunduk gontai
meratapi jalan berliku dan berangin
seperti erangan putus asa dari dukamu abadi
Wasalam cinta kapanpun memudar
ANGIN
Angin tak lelah hampiri pagiku
Selalu gelisah tampakkan gemulainya
Dibawanya semua kisah berdebu dan kuning daun
Angin rindu
Angin mendesau
Angin kemarau
Mentari menarik angin menuju buritan
Menaiki awan jelajahi cakrawala
Hembusannya kencani pepohonan berderai
Angin cinta
Angin tenggara
Angin menebar salam
Angin datang dan pergi
Meliuk antara mega laksana naga menari
Jemarinya menabuh buluh perindu
Angin kembara
Angin mangsa ke tiga
Angin melayang bak selendang
Dipeluknya mata dengan kantuk
Disamarkan terik lewat hembusan
Ditinggalkan aku dalam ekstase
Angin lembut
Angin sepoi
Angin musim
Selalu gelisah tampakkan gemulainya
Dibawanya semua kisah berdebu dan kuning daun
Angin rindu
Angin mendesau
Angin kemarau
Mentari menarik angin menuju buritan
Menaiki awan jelajahi cakrawala
Hembusannya kencani pepohonan berderai
Angin cinta
Angin tenggara
Angin menebar salam
Angin datang dan pergi
Meliuk antara mega laksana naga menari
Jemarinya menabuh buluh perindu
Angin kembara
Angin mangsa ke tiga
Angin melayang bak selendang
Dipeluknya mata dengan kantuk
Disamarkan terik lewat hembusan
Ditinggalkan aku dalam ekstase
Angin lembut
Angin sepoi
Angin musim
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...