Rabu, 27 Februari 2019

KANTUK (Revisi)

Menanti kantuk bertandang
Biasanya datang ditemani malam
Lompati jendela kamar

Tengah malam tiada sapa
Suara radio mengajuk
Mengundang bersanding

Aku diam bertelekan bantal
Otak berdiskusi dengan hati
Sepi tetap sendiri menanti pagi

NYALAKAN API

Sinar berkedip
Bayang bergoyang
Lidah api melenggang

Gelap sedikit tersingkir
Sembunyi di balik rimbun
Menunduk terpekur

Angin meniup
Menyapa senyap
Meliuk kobar

Daun melepas resah
Gemerisik risih
Jatuh menyentuh bumi

Bara kembali sekam
Api menciut kelap kelip
Mata diterjang kantuk

Selasa, 26 Februari 2019

PUISI-PUISI PENDEK : FEBRUARI

Di rest area
Tegang meregang
Secangkir kopi
Tuntaskan lelah
----------------------------------
Pada mulanya bumi satu
Tanpa sekat mengikat
Tiada kasta melekat

Lalu waktu mendatangi
Katapun diaspora
Menjadi aku dan mereka
------------------------------------
Kala menganga
Dewi ternganga
Cahaya padam
Hamparan hitam
-------------------------------------
Kabar burung tiada fakta
Saling tunggang saling khianat
Politik mengeras
Jelata komoditas
--------------------------------------
Sekian purnama tumbuh gagah
Kluruk sombong kejantanan
Mata tajam taji merobek
Bulu gilap paruh mengoyak
---------------------------------------------
Sejarah ditulis ulang oleh pemenang
Alat legitimasi superioritas

Pecundang adalah aib nasib
Tonggak nestapa waris leluhur
---------------------------------------------
Kau datang Dia menghampiri
Kau jalan Dia berlari
Kau bentangkan tangan Dia memeluk
Kau bersimpuh Dia meraih
Kau mohon Dia memberi
Kau menangis Dia terharu
Kau mengeluh Dia menghibur
Kau mencari Dia menemukan
Kau berharap Dia memastikan
Kau lemah Dia Menguatkan
Kau lelah Dia Memberi semangat
----------------------------------------------
Dan daun luruh
Gugur dipeluk ibu
Menanti tangis
Di dahan ranting
Dibawanya segenap warna
Jauhi bayang
------------------------------------------------
Bunda,
dipelukmu ku tersungkur
Mengecil kerdil

Merengek,
merajuk terpuruk
Mengeja surgamu
--------------------------------------------------
Ibu bumi terjaga
Retak tanah menganga
Langit melepas tirai
Angin menebar awan hitam
Menuntun pada dahaga
---------------------------------------------------
Luapan amarah
Tutupi kesadaran
Mengguncang emosi
Tenggelam di lautan kata
Menelan santun
Mengendap benci
Mengalir air mata
-----------------------------------------------------
Bahagia menjalar
Lingkupi kesadaran

Diamnya purnama
Sebagai mata air
Mengalir di sela cinta
--------------------------------------------------------
Melamar mimpi
Di gemerisik daun
Dengan mahar mawar
Tanda setia
Janji sejuta nestapa
----------------------------------------------------------
Pagar lintasi semak
Panjang terjang terang
Senja luruh bagai tirai
Dihias daun kering
----------------------------------------------------------

Minggu, 24 Februari 2019

TARIAN HUJAN

Langit mengerek mendung
Latarnya awan hitam bergulung
Sekejap petir mengedip
Matahari palingkan wajahnya

Angin meniup daun
Layaknya jemari penari kecak
Dunia terpana kaku
Rintik pertama menyentuh tanah

Hujan berderai dalam barisan
Formasi serampang dua belas
Luwes impian serimpi
Garang Anoman obong

Air menitik ritmis
Deras ngelaras sunyi
Tetes menjadi kubang
Mengurai bau tanah becek

Bumi sebagai panggung musim
Dengan tirai serupa lembar pelangi
Samar bayang turut melenggang
Nikmati derasnya tarian hujan

Rabu, 20 Februari 2019

SENDIRI JAUH DARI RUMAH

Pada mulanya bumi kita satu
Tanpa sekat pengikat
Tiada kasta melekat
Lalu waktu mendatangi lengang
Dengan hitung menuang cemas
Menyimpan lelah dalam selimut langit malam
Mencuri nasib di balik batuan
Berserak di rindang pohon
Predikat menjadi acuan hidup
Merujuk rusuk bagi gender
Katapun diaspora
Terbelah menjadi aku dan mereka
Sehingga jarak kian asing
Sekadar bertemu tegaskan emosi
Ketika meniti nasib
Kadang bersua titik pandang
Berat menyandang cinta
Sebuah anomali
Menjadi perangkap titian
Kadang serinya membimbing lewati terjal
Acap menginjak rindu hingga serupa budak
Pos selanjutnya berkubang memutus semangat
Membanting optimis hingga titik nadir
Hingga jarak menjadi jerat tiada batas
Bercampur onak duka dan airmata darah
Getir terasa hidup menari
Mengajuk dan mengejek
Ketika usia kian terpuruk dalam sunyi
Tulang telah lelah menyangga
Tinggal selangkah menuju kubur
Nurani duduk terpekur pandangi senja
Mengenang setiap lembar catatan hati

Senin, 18 Februari 2019

SIAPA YANG AKAN HENTIKAN HUJAN?

Hujan menerjang bumi
Curahan amarah langit
Singkirkan mentari
Tunggangi kelabu angin

Daun terkulai
Tanah menggigil
Teriakan guntur
Kilat retakkan mendung

Hujan kian kalap
Bumi pun gelap
Kehidupan menciut
Doa terlarung takut

Waktu hanya mengemas cemas
Air turun dari teritis seperti tirai
Jendela buram remang temaram
Siapa yang akan hentikan hujan?

Sabtu, 16 Februari 2019

GERHANA

Sang Batara raksasa
Geliginya kuning
Tajam merajam
Nafas tersengal
Liur menetes

Tegal anyir mayit
Ibu Durga bersimpuh
Tumpukan tulang kelabu
Ruh sesat merintih
Mulut Kala menganga

Waktu melahap Dewi
Perlahan mengulum
Bercampur ludah bacin
Selendang cahaya padam
Hamparan hitam

Manusia menyemut
Menabuh peranti pawon
Teriak amarah
Usir gerhana
Rebut si jelita

Kamis, 14 Februari 2019

BLOROK

Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal

Kau kuyup bertudung semak
Bulu basah ciap lemah
Ku selipkan di kantong baju kumal
Setengah berlari ku bawa ke gubuk

Makan siang sego gaplek
Berbagi dengan paruhmu mungil
Demikan setiap hari berlalu
Demikian setiap malam bergelung di ujung kaki

Sekian purnama tumbuh gagah
Kluruk sombong kejantanan
Mata tajam taji merobek
Bulu gilap paruh mengoyak

Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal

Emak terbaring lemah
tubuhnya kering dada rata
Jaritnya hilang warna
Batuk pertanda hidup

Dokter jauh obat mahal
Jamu tiada mempan
Dukun menipu tiap barang
Emak kian renta dan ringkih

Desa sebelah datang tukang obat
Kabarnya cespleng segala penyakit
Aku punya harap mendapatkan
Untuk tombo bagi Emak

Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal

PULAU

Pulauku berkedip ketika teja tenggelam
Berlatar pekat samudera hampa tiada batas
Bersekutu dengan legenda dan fabel
Bergayut rapuh di sekitar kabut susu

Pulauku tempat melarung kaul dan doa
Seperti lampion merah yang menghantar harap
Ekornya panjang menjauhi kelam
Laksana naga berkubang di mega asteroid

Pulauku mengambang terseret arus dan waktu
Saling dorong hingga jarak memuai
Mengarungi segenap gelombang dan gaya
Hanya tinggalkan kedip lemah sebagai suar

Pulauku kian jauh layari tepian galaksi
Bagai pengelana jelajahi batas paling asing
Garis edarnya tersesat dan kompas hilang arah
Perlahan tenggelam terhisap palung lubang hitam

Minggu, 10 Februari 2019

CINTA

Cinta adalah kepingan
Saling bertaut membentuk mozaik
Disulam penuh warna bahagia
Sudutnya dikuatkan jalinan cemburu
Gambarnya diarsir bernuansa jambon
Di ruang berdimensi romantis
Jika sinar mata menyoroti
Bayang cinta adalah kompromi
Termaktub jelas di segenap hati
Lukisan tiada sempurna tanpa amarah
Sejumput pemanis di sana
Serumpun menyemak di pikiran
Malam menjadi obatnya
Kadang hanya bisik bibir mengungkap
Saling berpelukan menguatkan jalinan

Waktu sebagai tera nilai lukisan
Menjadikan cemerlang bahkan buram
Sebab rahasia ditambahkan
Sentuhan lembut di kulit
Ucapan manis bunga kata
Perhatian kecil di saat tak duga
Sebutan mesra di tiap papas
Pandangan berbinar pipi merona
Mengusap lukisan jadi kilap
Waktu yang panjang mengetuk kesadaran
Cinta hanya sebatas impian masa muda
Sedikit birahi sebagai bumbu
Ketika senja telah condong ke Barat
Hanya sayang dan perhatian diharap
Mengusir sepi dari rumah kenangan
Saling menjaga dari yang ke tiga. Bosan!.
Sambil memandang mozaik agar tetap cemerlang
Sahabat.

Jumat, 08 Februari 2019

BINTANG (Revisi)

Kedip jalan panjang menuju iris
Arungi waktu lurus tak putus
Lintasi gelap kosong semesta kosmis
Melesat jauhi singularitas

Bertemu hujan jadi selendang bidadari
Lewati gelap berubah kunang-kunang
Bertemu hutan jadi hamparan permadani
Menembus cermin membentuk titik api

Kerlip mengantar gelombang pada titik
Menerobos lensa dan terperangkap di benak
Mengirim sinyal pada kesadaran bijak
Itulah bintang yang bertaut jarak

SESUATU TENTANG CINTA

Sejenak rindu tutupi akal sehat
Semesta menciut jadi sekadar cemburu
Rentang harga bagi asmara

Ketika cita menggantang tinggi
Mengambil tak dapat meraih
Memberi tak kuasa menolak

Air mata memberi kabar
Meredam segenap syak wasangka
Menuangnya hingga emosi

Serpihan musim berganti
Sepenggal kenangan berlalu
Seraut wajah menggadangi senja

Rabu, 06 Februari 2019

BINTANG

Kedip adalah perjalanan panjang menuju iris
Mengarungi waktu yang lurus tak putus
Melintasi gelap dan kosong semesta kosmis
Melesat menjauhi singularitas

Bertemu hujan menjadi selendang bidadari
Melewati gelap berubah kunang-kunang
Bertemu hutan menjadi hamparan permadani
Menembus cermin membentuk titik api

Kerlip mengantar gelombang pada titik
Menerobos lensa dan terperangkap di benak
Mengirim sinyal pada kesadaran bijak
Itulah bintang yang bertaut jarak

Selasa, 05 Februari 2019

HIDUPKU

Aku berjarak dengan hidup
Sejauh tembok mengekang
Sebab kenangan kian redup
Sudut melepas batas pandang

Hidup menyisih berkain belacu kasar
Menyelisihi sunyi kaul berkhalwat
Segenap kerumunan liar menghindar
Pikiran tetap hingar menetap kuat

Sekedar senyap genapi niscaya
Sebagai bayang pengganti waktu
Ketika terhenyak ada kau selain hidup
Cinta telah berjarak dengan usia

Minggu, 03 Februari 2019

INFINITI

Aku hanya miliki waktu
Rentan patah sebab takdir
Sepanjang garisnya retak berlubang
Terkait harap yang kadang kosong

Waktu seperti jalan tiada akhir
Tanpa rambu menuju penantian
Tak ada henti bagi lembar hati
Sebagai hitungan maju tanpa jeda

Memilih nasib dari kepingan
Serupa menata kematian kelahiran
Jika waktu dan penantian telah janji sua
Mencari adalah yang ketiga

TUMBANG DAN TERPOTONG

I. TUMBANG
Rebah, siku ranting menahan beban
Nafas terhenti daun tercekik
Dahan hilang perkasa
Getah menetes kembali ke bumi

Benalu menangis hilang inang
Lebah cemas mencari sarang
Rantai makanan porak poranda
Pohon tumbang menyandang dosa

II. TERPOTONG
Tumpukan kayu tertata di pojokan
Baunya masih merebak padat
Setiap bilah menjadi tumbal api
Bersemayam jelaga di langit-langit

Daun meregang terpapar mentari
Tanggalkan hidup menjadi tanah
Persembahan untuk ibu bumi
Sebagai biji lahirkan kecambah

AKU KAU

Aku tengah menyandang sombong bak merak
Dunia hanya lipatan kumal pengetahuan
Jejak langkah menjadi tera bagi tiap perjamuan
Segenap pesona terjamah bahasa tubuh
Muda sebagai waktu dan predikat
Hingga nasib menulis di lembar asmara

Sebab telah berkubang di cinta yang sama
Mengais dosa dalam satu liang
Setidaknya kita pernah jadi ikrar

Kau adalah iga kiri ukir berpola mimpi
Retakannya sebangun dengan segala rindu
Senyum dikandung adalah perangkap. Karena terpana
Tubuh sintal beraroma birahi muda
Kerling malu yang membetot lembar jiwa lara
Sedang usia telah matang menanggung beban cinta

Serupa wayang di pelaminan
Sebagaimana kompromi yang satukan alasan
Naib mengikat ego di secarik kertas

Sabtu, 02 Februari 2019

MENDEKORASI HARI

Mendekorasi hari itu,
meletakkan senyummu di sela-sela siang
Menyelipkannya di lipatan angin
Dikirim lewat kawanan burung yang melintasi sepi

Awan sebagaimana gulungan asap diikat pita cantik di keningnya
Wajahnya putih semu manis kemalu-maluan
Bertudung langit dengan rona biru mengharu

Mendekorasi hari itu,
membingkai segenap cinta di tiap frasa waktu
Seperti detil ukiran ngerawit di kayu galih asem
Dan mewarnainya dengan riang sinar mentari pagi

Punggung hari seperti lekuk tubuh gadis kencur
Tiada tuntas malunya sebab siang menjelang
Sedangkan tiap kenang memagari elok yang seronok

Mendekorasi hari itu,
kisah-kisah kecil yang saling berpilin menjadi seutas bahagia
Di ujung simpulnya tersemat leontin kuning merah warna hati
Dikalungkan di leher jenjang siang yang gelisah

Jika mendung tiba-tiba menangisi peruntungannya yang menitik
Beranda mengundang dingin dan menghiasi dengan kabut
Lalu meletakkan seluruh lukisan hari di kanvas matra

MATI

Kita hanya selangkah penuju mati
lompati waktu dan kembang setaman

Sedu sedan sanak mengadu
Mengantar nuju tanah leluhur

Nisan jadi pertanda
Kaki menjejak debu dan semak

Doa dan setanggi merebak
Iringi tangis rindu

Satu demi satu handai beranjak
Tinggalkan duka dan sepi di gundukan

PURNAMAKU

Kekasih,
Wajahmu terukir di relung
Bias pelangi dan senyum rekah

Pandangmu kisah gejolak hati
Menabuh irama cinta
Satukan jiwa dalam birahi pagi

Kekasih,
Wajahmu purnama surgawi
Dimana doa menguak takdir

Bergandengan kita susuri hidup
Menganyam suka dan luka
Hingga batas nirwana

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...