Menanti kantuk bertandang
Biasanya datang ditemani malam
Lompati jendela kamar
Tengah malam tiada sapa
Suara radio mengajuk
Mengundang bersanding
Aku diam bertelekan bantal
Otak berdiskusi dengan hati
Sepi tetap sendiri menanti pagi
Rabu, 27 Februari 2019
NYALAKAN API
Sinar berkedip
Bayang bergoyang
Lidah api melenggang
Gelap sedikit tersingkir
Sembunyi di balik rimbun
Menunduk terpekur
Angin meniup
Menyapa senyap
Meliuk kobar
Daun melepas resah
Gemerisik risih
Jatuh menyentuh bumi
Bara kembali sekam
Api menciut kelap kelip
Mata diterjang kantuk
Bayang bergoyang
Lidah api melenggang
Gelap sedikit tersingkir
Sembunyi di balik rimbun
Menunduk terpekur
Angin meniup
Menyapa senyap
Meliuk kobar
Daun melepas resah
Gemerisik risih
Jatuh menyentuh bumi
Bara kembali sekam
Api menciut kelap kelip
Mata diterjang kantuk
Selasa, 26 Februari 2019
PUISI-PUISI PENDEK : FEBRUARI
Di rest area
Tegang meregang
Secangkir kopi
Tuntaskan lelah
----------------------------------
Pada mulanya bumi satu
Tanpa sekat mengikat
Tiada kasta melekat
Lalu waktu mendatangi
Katapun diaspora
Menjadi aku dan mereka
------------------------------------
Kala menganga
Dewi ternganga
Cahaya padam
Hamparan hitam
-------------------------------------
Kabar burung tiada fakta
Saling tunggang saling khianat
Politik mengeras
Jelata komoditas
--------------------------------------
Sekian purnama tumbuh gagah
Sekian purnama tumbuh gagah
Kluruk sombong kejantanan
Mata tajam taji merobek
Bulu gilap paruh mengoyak
Mata tajam taji merobek
Bulu gilap paruh mengoyak
---------------------------------------------
Sejarah ditulis ulang oleh pemenang
Alat legitimasi superioritas
Pecundang adalah aib nasib
Tonggak nestapa waris leluhur
---------------------------------------------
----------------------------------------------
Dan daun luruh
Gugur dipeluk ibu
Menanti tangis
Di dahan ranting
Dibawanya segenap warna
Jauhi bayang
------------------------------------------------
Bunda,
dipelukmu ku tersungkur
Mengecil kerdil
Merengek,
merajuk terpuruk
Mengeja surgamu
--------------------------------------------------
Ibu bumi terjaga
Retak tanah menganga
Langit melepas tirai
Angin menebar awan hitam
Menuntun pada dahaga
---------------------------------------------------
Luapan amarah
Tutupi kesadaran
Mengguncang emosi
Tenggelam di lautan kata
Menelan santun
Mengendap benci
Mengalir air mata
-----------------------------------------------------
Bahagia menjalar
Lingkupi kesadaran
Diamnya purnama
Sebagai mata air
Mengalir di sela cinta
--------------------------------------------------------
Melamar mimpi
Di gemerisik daun
Dengan mahar mawar
Tanda setia
Janji sejuta nestapa
----------------------------------------------------------
Pagar lintasi semak
Panjang terjang terang
Senja luruh bagai tirai
Dihias daun kering
----------------------------------------------------------
Sejarah ditulis ulang oleh pemenang
Alat legitimasi superioritas
Pecundang adalah aib nasib
Tonggak nestapa waris leluhur
---------------------------------------------
Kau datang Dia menghampiri
Kau jalan Dia berlari
Kau bentangkan tangan Dia memeluk
Kau bersimpuh Dia meraih
Kau mohon Dia memberi
Kau menangis Dia terharu
Kau mengeluh Dia menghibur
Kau mencari Dia menemukan
Kau berharap Dia memastikan
Kau lemah Dia Menguatkan
Kau lelah Dia Memberi semangat
Dan daun luruh
Gugur dipeluk ibu
Menanti tangis
Di dahan ranting
Dibawanya segenap warna
Jauhi bayang
------------------------------------------------
Bunda,
dipelukmu ku tersungkur
Mengecil kerdil
Merengek,
merajuk terpuruk
Mengeja surgamu
--------------------------------------------------
Ibu bumi terjaga
Retak tanah menganga
Langit melepas tirai
Angin menebar awan hitam
Menuntun pada dahaga
---------------------------------------------------
Luapan amarah
Tutupi kesadaran
Mengguncang emosi
Tenggelam di lautan kata
Menelan santun
Mengendap benci
Mengalir air mata
-----------------------------------------------------
Bahagia menjalar
Lingkupi kesadaran
Diamnya purnama
Sebagai mata air
Mengalir di sela cinta
--------------------------------------------------------
Melamar mimpi
Di gemerisik daun
Dengan mahar mawar
Tanda setia
Janji sejuta nestapa
----------------------------------------------------------
Pagar lintasi semak
Panjang terjang terang
Senja luruh bagai tirai
Dihias daun kering
----------------------------------------------------------
Minggu, 24 Februari 2019
TARIAN HUJAN
Langit mengerek mendung
Latarnya awan hitam bergulung
Sekejap petir mengedip
Matahari palingkan wajahnya
Angin meniup daun
Layaknya jemari penari kecak
Dunia terpana kaku
Rintik pertama menyentuh tanah
Hujan berderai dalam barisan
Formasi serampang dua belas
Luwes impian serimpi
Garang Anoman obong
Air menitik ritmis
Deras ngelaras sunyi
Tetes menjadi kubang
Mengurai bau tanah becek
Bumi sebagai panggung musim
Dengan tirai serupa lembar pelangi
Samar bayang turut melenggang
Nikmati derasnya tarian hujan
Latarnya awan hitam bergulung
Sekejap petir mengedip
Matahari palingkan wajahnya
Angin meniup daun
Layaknya jemari penari kecak
Dunia terpana kaku
Rintik pertama menyentuh tanah
Hujan berderai dalam barisan
Formasi serampang dua belas
Luwes impian serimpi
Garang Anoman obong
Air menitik ritmis
Deras ngelaras sunyi
Tetes menjadi kubang
Mengurai bau tanah becek
Bumi sebagai panggung musim
Dengan tirai serupa lembar pelangi
Samar bayang turut melenggang
Nikmati derasnya tarian hujan
Rabu, 20 Februari 2019
SENDIRI JAUH DARI RUMAH
Pada mulanya bumi kita satu
Tanpa sekat pengikat
Tiada kasta melekat
Lalu waktu mendatangi lengang
Dengan hitung menuang cemas
Menyimpan lelah dalam selimut langit malam
Mencuri nasib di balik batuan
Berserak di rindang pohon
Predikat menjadi acuan hidup
Merujuk rusuk bagi gender
Katapun diaspora
Terbelah menjadi aku dan mereka
Sehingga jarak kian asing
Sekadar bertemu tegaskan emosi
Ketika meniti nasib
Kadang bersua titik pandang
Berat menyandang cinta
Sebuah anomali
Menjadi perangkap titian
Kadang serinya membimbing lewati terjal
Acap menginjak rindu hingga serupa budak
Pos selanjutnya berkubang memutus semangat
Membanting optimis hingga titik nadir
Hingga jarak menjadi jerat tiada batas
Bercampur onak duka dan airmata darah
Getir terasa hidup menari
Mengajuk dan mengejek
Ketika usia kian terpuruk dalam sunyi
Tulang telah lelah menyangga
Tinggal selangkah menuju kubur
Nurani duduk terpekur pandangi senja
Mengenang setiap lembar catatan hati
Tanpa sekat pengikat
Tiada kasta melekat
Lalu waktu mendatangi lengang
Dengan hitung menuang cemas
Menyimpan lelah dalam selimut langit malam
Mencuri nasib di balik batuan
Berserak di rindang pohon
Predikat menjadi acuan hidup
Merujuk rusuk bagi gender
Katapun diaspora
Terbelah menjadi aku dan mereka
Sehingga jarak kian asing
Sekadar bertemu tegaskan emosi
Ketika meniti nasib
Kadang bersua titik pandang
Berat menyandang cinta
Sebuah anomali
Menjadi perangkap titian
Kadang serinya membimbing lewati terjal
Acap menginjak rindu hingga serupa budak
Pos selanjutnya berkubang memutus semangat
Membanting optimis hingga titik nadir
Hingga jarak menjadi jerat tiada batas
Bercampur onak duka dan airmata darah
Getir terasa hidup menari
Mengajuk dan mengejek
Ketika usia kian terpuruk dalam sunyi
Tulang telah lelah menyangga
Tinggal selangkah menuju kubur
Nurani duduk terpekur pandangi senja
Mengenang setiap lembar catatan hati
Senin, 18 Februari 2019
SIAPA YANG AKAN HENTIKAN HUJAN?
Hujan menerjang bumi
Curahan amarah langit
Singkirkan mentari
Tunggangi kelabu angin
Daun terkulai
Tanah menggigil
Teriakan guntur
Kilat retakkan mendung
Hujan kian kalap
Bumi pun gelap
Kehidupan menciut
Doa terlarung takut
Waktu hanya mengemas cemas
Air turun dari teritis seperti tirai
Jendela buram remang temaram
Siapa yang akan hentikan hujan?
Curahan amarah langit
Singkirkan mentari
Tunggangi kelabu angin
Daun terkulai
Tanah menggigil
Teriakan guntur
Kilat retakkan mendung
Hujan kian kalap
Bumi pun gelap
Kehidupan menciut
Doa terlarung takut
Waktu hanya mengemas cemas
Air turun dari teritis seperti tirai
Jendela buram remang temaram
Siapa yang akan hentikan hujan?
Sabtu, 16 Februari 2019
GERHANA
Sang Batara raksasa
Geliginya kuning
Tajam merajam
Nafas tersengal
Liur menetes
Tegal anyir mayit
Ibu Durga bersimpuh
Tumpukan tulang kelabu
Ruh sesat merintih
Mulut Kala menganga
Waktu melahap Dewi
Perlahan mengulum
Bercampur ludah bacin
Selendang cahaya padam
Hamparan hitam
Manusia menyemut
Menabuh peranti pawon
Teriak amarah
Usir gerhana
Rebut si jelita
Geliginya kuning
Tajam merajam
Nafas tersengal
Liur menetes
Tegal anyir mayit
Ibu Durga bersimpuh
Tumpukan tulang kelabu
Ruh sesat merintih
Mulut Kala menganga
Waktu melahap Dewi
Perlahan mengulum
Bercampur ludah bacin
Selendang cahaya padam
Hamparan hitam
Manusia menyemut
Menabuh peranti pawon
Teriak amarah
Usir gerhana
Rebut si jelita
Kamis, 14 Februari 2019
BLOROK
Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal
Kau kuyup bertudung semak
Bulu basah ciap lemah
Ku selipkan di kantong baju kumal
Setengah berlari ku bawa ke gubuk
Makan siang sego gaplek
Berbagi dengan paruhmu mungil
Demikan setiap hari berlalu
Demikian setiap malam bergelung di ujung kaki
Sekian purnama tumbuh gagah
Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal
Emak terbaring lemah
tubuhnya kering dada rata
Jaritnya hilang warna
Batuk pertanda hidup
Dokter jauh obat mahal
Jamu tiada mempan
Dukun menipu tiap barang
Emak kian renta dan ringkih
Desa sebelah datang tukang obat
Kabarnya cespleng segala penyakit
Aku punya harap mendapatkan
Untuk tombo bagi Emak
Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal
Jika si Blorok laku pasti mahal
Kau kuyup bertudung semak
Bulu basah ciap lemah
Ku selipkan di kantong baju kumal
Setengah berlari ku bawa ke gubuk
Makan siang sego gaplek
Berbagi dengan paruhmu mungil
Demikan setiap hari berlalu
Demikian setiap malam bergelung di ujung kaki
Sekian purnama tumbuh gagah
Kluruk sombong kejantanan
Mata tajam taji merobek
Bulu gilap paruh mengoyak
Mata tajam taji merobek
Bulu gilap paruh mengoyak
Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal
Emak terbaring lemah
tubuhnya kering dada rata
Jaritnya hilang warna
Batuk pertanda hidup
Dokter jauh obat mahal
Jamu tiada mempan
Dukun menipu tiap barang
Emak kian renta dan ringkih
Desa sebelah datang tukang obat
Kabarnya cespleng segala penyakit
Aku punya harap mendapatkan
Untuk tombo bagi Emak
Hari ini hari pasar
Jika si Blorok laku pasti mahal
PULAU
Pulauku berkedip ketika teja tenggelam
Berlatar pekat samudera hampa tiada batas
Bersekutu dengan legenda dan fabel
Bergayut rapuh di sekitar kabut susu
Pulauku tempat melarung kaul dan doa
Seperti lampion merah yang menghantar harap
Ekornya panjang menjauhi kelam
Laksana naga berkubang di mega asteroid
Pulauku mengambang terseret arus dan waktu
Saling dorong hingga jarak memuai
Mengarungi segenap gelombang dan gaya
Hanya tinggalkan kedip lemah sebagai suar
Pulauku kian jauh layari tepian galaksi
Bagai pengelana jelajahi batas paling asing
Garis edarnya tersesat dan kompas hilang arah
Perlahan tenggelam terhisap palung lubang hitam
Berlatar pekat samudera hampa tiada batas
Bersekutu dengan legenda dan fabel
Bergayut rapuh di sekitar kabut susu
Pulauku tempat melarung kaul dan doa
Seperti lampion merah yang menghantar harap
Ekornya panjang menjauhi kelam
Laksana naga berkubang di mega asteroid
Pulauku mengambang terseret arus dan waktu
Saling dorong hingga jarak memuai
Mengarungi segenap gelombang dan gaya
Hanya tinggalkan kedip lemah sebagai suar
Pulauku kian jauh layari tepian galaksi
Bagai pengelana jelajahi batas paling asing
Garis edarnya tersesat dan kompas hilang arah
Perlahan tenggelam terhisap palung lubang hitam
Minggu, 10 Februari 2019
CINTA
Cinta adalah kepingan
Saling bertaut membentuk mozaik
Disulam penuh warna bahagia
Sudutnya dikuatkan jalinan cemburu
Gambarnya diarsir bernuansa jambon
Di ruang berdimensi romantis
Jika sinar mata menyoroti
Bayang cinta adalah kompromi
Termaktub jelas di segenap hati
Lukisan tiada sempurna tanpa amarah
Sejumput pemanis di sana
Serumpun menyemak di pikiran
Malam menjadi obatnya
Kadang hanya bisik bibir mengungkap
Saling berpelukan menguatkan jalinan
Waktu sebagai tera nilai lukisan
Menjadikan cemerlang bahkan buram
Sebab rahasia ditambahkan
Sentuhan lembut di kulit
Ucapan manis bunga kata
Perhatian kecil di saat tak duga
Sebutan mesra di tiap papas
Pandangan berbinar pipi merona
Mengusap lukisan jadi kilap
Waktu yang panjang mengetuk kesadaran
Cinta hanya sebatas impian masa muda
Sedikit birahi sebagai bumbu
Ketika senja telah condong ke Barat
Hanya sayang dan perhatian diharap
Mengusir sepi dari rumah kenangan
Saling menjaga dari yang ke tiga. Bosan!.
Sambil memandang mozaik agar tetap cemerlang
Sahabat.
Saling bertaut membentuk mozaik
Disulam penuh warna bahagia
Sudutnya dikuatkan jalinan cemburu
Gambarnya diarsir bernuansa jambon
Di ruang berdimensi romantis
Jika sinar mata menyoroti
Bayang cinta adalah kompromi
Termaktub jelas di segenap hati
Lukisan tiada sempurna tanpa amarah
Sejumput pemanis di sana
Serumpun menyemak di pikiran
Malam menjadi obatnya
Kadang hanya bisik bibir mengungkap
Saling berpelukan menguatkan jalinan
Waktu sebagai tera nilai lukisan
Menjadikan cemerlang bahkan buram
Sebab rahasia ditambahkan
Sentuhan lembut di kulit
Ucapan manis bunga kata
Perhatian kecil di saat tak duga
Sebutan mesra di tiap papas
Pandangan berbinar pipi merona
Mengusap lukisan jadi kilap
Waktu yang panjang mengetuk kesadaran
Cinta hanya sebatas impian masa muda
Sedikit birahi sebagai bumbu
Ketika senja telah condong ke Barat
Hanya sayang dan perhatian diharap
Mengusir sepi dari rumah kenangan
Saling menjaga dari yang ke tiga. Bosan!.
Sambil memandang mozaik agar tetap cemerlang
Sahabat.
Jumat, 08 Februari 2019
BINTANG (Revisi)
Kedip jalan panjang menuju iris
Arungi waktu lurus tak putus
Lintasi gelap kosong semesta kosmis
Melesat jauhi singularitas
Bertemu hujan jadi selendang bidadari
Lewati gelap berubah kunang-kunang
Bertemu hutan jadi hamparan permadani
Menembus cermin membentuk titik api
Kerlip mengantar gelombang pada titik
Menerobos lensa dan terperangkap di benak
Mengirim sinyal pada kesadaran bijak
Itulah bintang yang bertaut jarak
Arungi waktu lurus tak putus
Lintasi gelap kosong semesta kosmis
Melesat jauhi singularitas
Bertemu hujan jadi selendang bidadari
Lewati gelap berubah kunang-kunang
Bertemu hutan jadi hamparan permadani
Menembus cermin membentuk titik api
Kerlip mengantar gelombang pada titik
Menerobos lensa dan terperangkap di benak
Mengirim sinyal pada kesadaran bijak
Itulah bintang yang bertaut jarak
SESUATU TENTANG CINTA
Sejenak rindu tutupi akal sehat
Semesta menciut jadi sekadar cemburu
Rentang harga bagi asmara
Ketika cita menggantang tinggi
Mengambil tak dapat meraih
Memberi tak kuasa menolak
Air mata memberi kabar
Meredam segenap syak wasangka
Menuangnya hingga emosi
Serpihan musim berganti
Sepenggal kenangan berlalu
Seraut wajah menggadangi senja
Semesta menciut jadi sekadar cemburu
Rentang harga bagi asmara
Ketika cita menggantang tinggi
Mengambil tak dapat meraih
Memberi tak kuasa menolak
Air mata memberi kabar
Meredam segenap syak wasangka
Menuangnya hingga emosi
Serpihan musim berganti
Sepenggal kenangan berlalu
Seraut wajah menggadangi senja
Rabu, 06 Februari 2019
BINTANG
Kedip adalah perjalanan panjang menuju iris
Mengarungi waktu yang lurus tak putus
Melintasi gelap dan kosong semesta kosmis
Melesat menjauhi singularitas
Bertemu hujan menjadi selendang bidadari
Melewati gelap berubah kunang-kunang
Bertemu hutan menjadi hamparan permadani
Menembus cermin membentuk titik api
Kerlip mengantar gelombang pada titik
Menerobos lensa dan terperangkap di benak
Mengirim sinyal pada kesadaran bijak
Itulah bintang yang bertaut jarak
Mengarungi waktu yang lurus tak putus
Melintasi gelap dan kosong semesta kosmis
Melesat menjauhi singularitas
Bertemu hujan menjadi selendang bidadari
Melewati gelap berubah kunang-kunang
Bertemu hutan menjadi hamparan permadani
Menembus cermin membentuk titik api
Kerlip mengantar gelombang pada titik
Menerobos lensa dan terperangkap di benak
Mengirim sinyal pada kesadaran bijak
Itulah bintang yang bertaut jarak
Selasa, 05 Februari 2019
HIDUPKU
Aku berjarak dengan hidup
Sejauh tembok mengekang
Sebab kenangan kian redup
Sudut melepas batas pandang
Hidup menyisih berkain belacu kasar
Menyelisihi sunyi kaul berkhalwat
Segenap kerumunan liar menghindar
Pikiran tetap hingar menetap kuat
Sekedar senyap genapi niscaya
Sebagai bayang pengganti waktu
Ketika terhenyak ada kau selain hidup
Cinta telah berjarak dengan usia
Sejauh tembok mengekang
Sebab kenangan kian redup
Sudut melepas batas pandang
Hidup menyisih berkain belacu kasar
Menyelisihi sunyi kaul berkhalwat
Segenap kerumunan liar menghindar
Pikiran tetap hingar menetap kuat
Sekedar senyap genapi niscaya
Sebagai bayang pengganti waktu
Ketika terhenyak ada kau selain hidup
Cinta telah berjarak dengan usia
Minggu, 03 Februari 2019
INFINITI
Aku hanya miliki waktu
Rentan patah sebab takdir
Sepanjang garisnya retak berlubang
Terkait harap yang kadang kosong
Waktu seperti jalan tiada akhir
Tanpa rambu menuju penantian
Tak ada henti bagi lembar hati
Sebagai hitungan maju tanpa jeda
Memilih nasib dari kepingan
Serupa menata kematian kelahiran
Jika waktu dan penantian telah janji sua
Mencari adalah yang ketiga
Rentan patah sebab takdir
Sepanjang garisnya retak berlubang
Terkait harap yang kadang kosong
Waktu seperti jalan tiada akhir
Tanpa rambu menuju penantian
Tak ada henti bagi lembar hati
Sebagai hitungan maju tanpa jeda
Memilih nasib dari kepingan
Serupa menata kematian kelahiran
Jika waktu dan penantian telah janji sua
Mencari adalah yang ketiga
TUMBANG DAN TERPOTONG
I. TUMBANG
Rebah, siku ranting menahan beban
Nafas terhenti daun tercekik
Dahan hilang perkasa
Getah menetes kembali ke bumi
Benalu menangis hilang inang
Lebah cemas mencari sarang
Rantai makanan porak poranda
Pohon tumbang menyandang dosa
II. TERPOTONG
Tumpukan kayu tertata di pojokan
Baunya masih merebak padat
Setiap bilah menjadi tumbal api
Bersemayam jelaga di langit-langit
Daun meregang terpapar mentari
Tanggalkan hidup menjadi tanah
Persembahan untuk ibu bumi
Sebagai biji lahirkan kecambah
Rebah, siku ranting menahan beban
Nafas terhenti daun tercekik
Dahan hilang perkasa
Getah menetes kembali ke bumi
Benalu menangis hilang inang
Lebah cemas mencari sarang
Rantai makanan porak poranda
Pohon tumbang menyandang dosa
II. TERPOTONG
Tumpukan kayu tertata di pojokan
Baunya masih merebak padat
Setiap bilah menjadi tumbal api
Bersemayam jelaga di langit-langit
Daun meregang terpapar mentari
Tanggalkan hidup menjadi tanah
Persembahan untuk ibu bumi
Sebagai biji lahirkan kecambah
AKU KAU
Aku tengah menyandang sombong bak merak
Dunia hanya lipatan kumal pengetahuan
Jejak langkah menjadi tera bagi tiap perjamuan
Segenap pesona terjamah bahasa tubuh
Muda sebagai waktu dan predikat
Hingga nasib menulis di lembar asmara
Sebab telah berkubang di cinta yang sama
Mengais dosa dalam satu liang
Setidaknya kita pernah jadi ikrar
Kau adalah iga kiri ukir berpola mimpi
Retakannya sebangun dengan segala rindu
Senyum dikandung adalah perangkap. Karena terpana
Tubuh sintal beraroma birahi muda
Kerling malu yang membetot lembar jiwa lara
Sedang usia telah matang menanggung beban cinta
Serupa wayang di pelaminan
Sebagaimana kompromi yang satukan alasan
Naib mengikat ego di secarik kertas
Dunia hanya lipatan kumal pengetahuan
Jejak langkah menjadi tera bagi tiap perjamuan
Segenap pesona terjamah bahasa tubuh
Muda sebagai waktu dan predikat
Hingga nasib menulis di lembar asmara
Sebab telah berkubang di cinta yang sama
Mengais dosa dalam satu liang
Setidaknya kita pernah jadi ikrar
Kau adalah iga kiri ukir berpola mimpi
Retakannya sebangun dengan segala rindu
Senyum dikandung adalah perangkap. Karena terpana
Tubuh sintal beraroma birahi muda
Kerling malu yang membetot lembar jiwa lara
Sedang usia telah matang menanggung beban cinta
Serupa wayang di pelaminan
Sebagaimana kompromi yang satukan alasan
Naib mengikat ego di secarik kertas
Sabtu, 02 Februari 2019
MENDEKORASI HARI
Mendekorasi hari itu,
meletakkan senyummu di sela-sela siang
Menyelipkannya di lipatan angin
Dikirim lewat kawanan burung yang melintasi sepi
Awan sebagaimana gulungan asap diikat pita cantik di keningnya
Wajahnya putih semu manis kemalu-maluan
Bertudung langit dengan rona biru mengharu
Mendekorasi hari itu,
membingkai segenap cinta di tiap frasa waktu
Seperti detil ukiran ngerawit di kayu galih asem
Dan mewarnainya dengan riang sinar mentari pagi
Punggung hari seperti lekuk tubuh gadis kencur
Tiada tuntas malunya sebab siang menjelang
Sedangkan tiap kenang memagari elok yang seronok
Mendekorasi hari itu,
kisah-kisah kecil yang saling berpilin menjadi seutas bahagia
Di ujung simpulnya tersemat leontin kuning merah warna hati
Dikalungkan di leher jenjang siang yang gelisah
Jika mendung tiba-tiba menangisi peruntungannya yang menitik
Beranda mengundang dingin dan menghiasi dengan kabut
Lalu meletakkan seluruh lukisan hari di kanvas matra
meletakkan senyummu di sela-sela siang
Menyelipkannya di lipatan angin
Dikirim lewat kawanan burung yang melintasi sepi
Awan sebagaimana gulungan asap diikat pita cantik di keningnya
Wajahnya putih semu manis kemalu-maluan
Bertudung langit dengan rona biru mengharu
Mendekorasi hari itu,
membingkai segenap cinta di tiap frasa waktu
Seperti detil ukiran ngerawit di kayu galih asem
Dan mewarnainya dengan riang sinar mentari pagi
Punggung hari seperti lekuk tubuh gadis kencur
Tiada tuntas malunya sebab siang menjelang
Sedangkan tiap kenang memagari elok yang seronok
Mendekorasi hari itu,
kisah-kisah kecil yang saling berpilin menjadi seutas bahagia
Di ujung simpulnya tersemat leontin kuning merah warna hati
Dikalungkan di leher jenjang siang yang gelisah
Jika mendung tiba-tiba menangisi peruntungannya yang menitik
Beranda mengundang dingin dan menghiasi dengan kabut
Lalu meletakkan seluruh lukisan hari di kanvas matra
MATI
Kita hanya selangkah penuju mati
lompati waktu dan kembang setaman
Sedu sedan sanak mengadu
Mengantar nuju tanah leluhur
Nisan jadi pertanda
Kaki menjejak debu dan semak
Doa dan setanggi merebak
Iringi tangis rindu
Satu demi satu handai beranjak
Tinggalkan duka dan sepi di gundukan
lompati waktu dan kembang setaman
Sedu sedan sanak mengadu
Mengantar nuju tanah leluhur
Nisan jadi pertanda
Kaki menjejak debu dan semak
Doa dan setanggi merebak
Iringi tangis rindu
Satu demi satu handai beranjak
Tinggalkan duka dan sepi di gundukan
PURNAMAKU
Kekasih,
Wajahmu terukir di relung
Bias pelangi dan senyum rekah
Pandangmu kisah gejolak hati
Menabuh irama cinta
Satukan jiwa dalam birahi pagi
Kekasih,
Wajahmu purnama surgawi
Dimana doa menguak takdir
Bergandengan kita susuri hidup
Menganyam suka dan luka
Hingga batas nirwana
Wajahmu terukir di relung
Bias pelangi dan senyum rekah
Pandangmu kisah gejolak hati
Menabuh irama cinta
Satukan jiwa dalam birahi pagi
Kekasih,
Wajahmu purnama surgawi
Dimana doa menguak takdir
Bergandengan kita susuri hidup
Menganyam suka dan luka
Hingga batas nirwana
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...