Tentang kematian yang tidak pernah meleset
Ketepatannya serupa seorang sniper
Tidak maju tidak pula mundur
Bukan awal bukan akhir
Dengan tangan dingin merogoh sukma
Mencabutnya dengan segenap kawat duri
Mengumpulkan seluruh rasa sakit
Meletakkannya di bola mata
Menyisakan jasad beku dan tangis pecah
Tentang kehidupan yang keluar dari kematian
Setelah menghisap sari pati sang maut
Mencampurnya dengan harapan
Di wadah yang kuat dan terjaga
Meniupnya dengan tenaga hidup
Serupa pagi ketika pecah warna
Menjadi terang yang menghapus malam gulana
Sebagai hidup yang memberi kehidupan
Sebagai penanda dari jejak kematian
Rabu, 27 November 2019
Selasa, 26 November 2019
TAHUN-TAHUN YANG LEWAT
Tahun tersesat di masa antah berantah
Benang penariknya putus karena asa
Tersangkut di rimbun beringin
Teraling dari pandang yang mencari
Bangun kenangannya tersobek hujan dan angin
Pudar warna rindunya tapi tidak hilang
Kadang timbul ketika pasang naik
Kembali tenggelam dihanyut tetes air mata
Serupa tarot, tahun lewat adalah jawaban nasib
Gambarnya melewati masa lalu dan berlabuh di hati
Tinggal kita mencoba bagaimana membaca tandanya
Dan kepingnya disusun menjadi mozaik cinta
Benang penariknya putus karena asa
Tersangkut di rimbun beringin
Teraling dari pandang yang mencari
Bangun kenangannya tersobek hujan dan angin
Pudar warna rindunya tapi tidak hilang
Kadang timbul ketika pasang naik
Kembali tenggelam dihanyut tetes air mata
Serupa tarot, tahun lewat adalah jawaban nasib
Gambarnya melewati masa lalu dan berlabuh di hati
Tinggal kita mencoba bagaimana membaca tandanya
Dan kepingnya disusun menjadi mozaik cinta
Senin, 25 November 2019
DATANGLAH BERSAMA
Sesulit itukah mendikte waktu
Mengendalikannya agar tunduk
Sehingga kita bisa datangi janji bertemu
Setelah langkah selaras
Dengan bergandengan tangan
Kita ketuk hati mereka
Di beranda restu bumi
Kita menanti pintu terkuak
Dan memasukinya bersama
Mengendalikannya agar tunduk
Sehingga kita bisa datangi janji bertemu
Setelah langkah selaras
Dengan bergandengan tangan
Kita ketuk hati mereka
Di beranda restu bumi
Kita menanti pintu terkuak
Dan memasukinya bersama
Minggu, 24 November 2019
SEMUA TENTANGMU
Melarung seribu perahu lebih
Mengembang layar
Menangkap angin buritan
Memecah ombak
Membawa pahlawan perwira
Dari pelosok negeri
Untuk merebut cinta
Semua tentangmu
Membangun seribu candi
Mengerahkan jin peri mara kahyangan
Mengejar janji semalam
Sebelum kokok ayam pertama
Telah sembilan ratus sembilan puluh sembilan
Tiba-tiba suara lesung bertalu
Membangunkan malam yang pulas
Semua tentangmu
Menanggung cemooh
Dikucilkan dari sekolah
Bisikan di punggung
Piaraan Nyai
Iri dengki dari teman yang saingan
Bumiputra, kasta terendah
Nyaris tiada darah biru
Semua tentangmu
Mengembang layar
Menangkap angin buritan
Memecah ombak
Membawa pahlawan perwira
Dari pelosok negeri
Untuk merebut cinta
Semua tentangmu
Membangun seribu candi
Mengerahkan jin peri mara kahyangan
Mengejar janji semalam
Sebelum kokok ayam pertama
Telah sembilan ratus sembilan puluh sembilan
Tiba-tiba suara lesung bertalu
Membangunkan malam yang pulas
Semua tentangmu
Menanggung cemooh
Dikucilkan dari sekolah
Bisikan di punggung
Piaraan Nyai
Iri dengki dari teman yang saingan
Bumiputra, kasta terendah
Nyaris tiada darah biru
Semua tentangmu
Sabtu, 23 November 2019
RATU DANSA
Kaki cekatan mengeja lantai
Seolah bumi dalam satu pijakan
Semua berputar dalam poros ekstasi
Langkah kian liar mengimbangi
Lampu berkedip genit mengusap wajah
Musik memicu gairah peluh menitik
Baju seronok kulit tembaga
Panas benak oleh birahi
Tubuh bersinggungan
Ketika dentam mendekati puncak
Segenap pikiran terbang terawang
Kepala meliuk mata pejam mendaki orgasme
Seolah bumi dalam satu pijakan
Semua berputar dalam poros ekstasi
Langkah kian liar mengimbangi
Lampu berkedip genit mengusap wajah
Musik memicu gairah peluh menitik
Baju seronok kulit tembaga
Panas benak oleh birahi
Tubuh bersinggungan
Ketika dentam mendekati puncak
Segenap pikiran terbang terawang
Kepala meliuk mata pejam mendaki orgasme
Jumat, 22 November 2019
UNTUKMU BIRU
Malam berkeringat birahi
Rebah resah di dalam bilik
Angin bertengger di dahan rapuh
Mengetuk lembut daun jendela kayu
Saat itu pikirku memelukmu
Mencoba nikmati kebersamaan bisu
Menjamah lekuk tubuh rindu
Merasakan hangat nafasmu di tengkuk
Biru, sekian jarak kita kayuh
Layar terkembang menerjang waktu
Rambutmu masih terasa gelitiki pipiku
Aroma tubuhmu tetap hafal ku
Biru, setiap kenang yang merujuk adamu pasti
Segenap duka yang melukis wajahmu abadi
Semua isak yang meratapimu sendiri
Adalah ubarampe sajen hadirmu di hati
Rebah resah di dalam bilik
Angin bertengger di dahan rapuh
Mengetuk lembut daun jendela kayu
Saat itu pikirku memelukmu
Mencoba nikmati kebersamaan bisu
Menjamah lekuk tubuh rindu
Merasakan hangat nafasmu di tengkuk
Biru, sekian jarak kita kayuh
Layar terkembang menerjang waktu
Rambutmu masih terasa gelitiki pipiku
Aroma tubuhmu tetap hafal ku
Biru, setiap kenang yang merujuk adamu pasti
Segenap duka yang melukis wajahmu abadi
Semua isak yang meratapimu sendiri
Adalah ubarampe sajen hadirmu di hati
JANTUNG MATAHARI TERBIT
Kepak sayap pagi adalah jarak mentari
Melewati menit-menit semesta sunyi
Membawa setiap warna dengan kerap
Dan berjatuhan diantara dedaunan
Pagi semburat dan pecah bagai ratna
Dari pawon asap membumbung
Lebah terbang untuk kuntum bunga
Hari menggeliat dan berdegup
Ketika mentari telah pagi sendiri
Disapanya setiap yang terkulai
Lewat perantara tiupan angin
Disentuhnya warna dengan debar hati
Melewati menit-menit semesta sunyi
Membawa setiap warna dengan kerap
Dan berjatuhan diantara dedaunan
Pagi semburat dan pecah bagai ratna
Dari pawon asap membumbung
Lebah terbang untuk kuntum bunga
Hari menggeliat dan berdegup
Ketika mentari telah pagi sendiri
Disapanya setiap yang terkulai
Lewat perantara tiupan angin
Disentuhnya warna dengan debar hati
Selasa, 19 November 2019
BIARLAH MEREKA MASUK
Kaki telanjang lompati dengki
Injak hasad yang menyemak
Berjingkat lewati onak
Berhenti di beranda hati
Di depan pintu sunyi
Engselnya luka berkarat
Kata diam menanti
Berdiri sendiri untuk tabah
Dari relung bertirai curiga
Mata mengeja duka
Tangan menggenggam cemas
Perlahan menyingkap gundah
Langkah pertama masuki ruang rindu
Prasangka beterbangan serupa debu
Warna cemburu memudar tersapu
Ada senyum menanti di situ
Injak hasad yang menyemak
Berjingkat lewati onak
Berhenti di beranda hati
Di depan pintu sunyi
Engselnya luka berkarat
Kata diam menanti
Berdiri sendiri untuk tabah
Dari relung bertirai curiga
Mata mengeja duka
Tangan menggenggam cemas
Perlahan menyingkap gundah
Langkah pertama masuki ruang rindu
Prasangka beterbangan serupa debu
Warna cemburu memudar tersapu
Ada senyum menanti di situ
Minggu, 17 November 2019
JIKA KAU BENAR-BENAR INGIN MENJADI TEMANKU
Campakkan saja segala sombong paling purba sangka
Buang disaat mata julig menuduh
Hingga kau dapat menakar dalamnya hati
Jika kita telah telanjang aurat tanpa sekat
Segenap kosmetik luntur menjadi kubangan
Air mata menbasuh segenap degil dengki dan melarungnya
Lalu kita diinisiasi oleh waktu
Dengan pedang kesatria diletakkan di bahu
Bermetamorfosa menjadi kupu-kupu
Buang disaat mata julig menuduh
Hingga kau dapat menakar dalamnya hati
Jika kita telah telanjang aurat tanpa sekat
Segenap kosmetik luntur menjadi kubangan
Air mata menbasuh segenap degil dengki dan melarungnya
Lalu kita diinisiasi oleh waktu
Dengan pedang kesatria diletakkan di bahu
Bermetamorfosa menjadi kupu-kupu
Selasa, 12 November 2019
LAPAR
Laparku rebah di lantai
Sekedar remahan kue tersedak
Lagu sayup menyusup
Meremas usus dalam perut
Jam tersenyum padaku. Ewa
Aku melirik sisa air di gelas
Liur menetes
Di tembok lukisan panen
Laparku mendesak leher
Mata berkunang
Pikirku terbayang
Sepiring nasi dan lauk
Sekedar remahan kue tersedak
Lagu sayup menyusup
Meremas usus dalam perut
Jam tersenyum padaku. Ewa
Aku melirik sisa air di gelas
Liur menetes
Di tembok lukisan panen
Laparku mendesak leher
Mata berkunang
Pikirku terbayang
Sepiring nasi dan lauk
Senin, 11 November 2019
NESTAPA
Waktu bergerak mundur
Ketika pedih mengoyak kenangan
Fragmen nyeri timbul tenggelam
Serupa ombak musim
Kita saling menikamkan kata
Saling menyakiti luka
Mata berpijar oleh emosi
Degup menambah nanar
Duka mengalir di pembuluh sesal
Bercampur air mata
Perlahan naik menggenangi hati
Bermuara di pantai nestapa
Ketika pedih mengoyak kenangan
Fragmen nyeri timbul tenggelam
Serupa ombak musim
Kita saling menikamkan kata
Saling menyakiti luka
Mata berpijar oleh emosi
Degup menambah nanar
Duka mengalir di pembuluh sesal
Bercampur air mata
Perlahan naik menggenangi hati
Bermuara di pantai nestapa
Jumat, 08 November 2019
RUANG KOSONG
Sekat menggaris ruang
Memisahkan paling sudut
Jendela mengapit dahan jambu
Buahnya bergelantungan
Kuning warnanya oleh tirai
Menatap luasan dari balik kaca
Dari celahnya sinar memancar
Membentuk pola di tembok
Debu menari terpapar cahaya
Naik turun di sekujur lantai
Ada gambar anak berjari tiga
Berwarna arang batok
Berambut kepang dua
Mengejar retakan sinar
Yang dihela matahari
Langit-langit dikepung sawang
Ada bekas tetes hujan di pojoknya
Seutas kabel menggantung lampu
Mencengkram sudut temu
Di sisi tembok yang berpunggung kelam
Pintu menyandar di gawangan
Tubuhnya penuh luka kelupas
Ada gambar tempel seronok
Dan tulisan pudar. "Sedang keluar".
Memisahkan paling sudut
Jendela mengapit dahan jambu
Buahnya bergelantungan
Kuning warnanya oleh tirai
Menatap luasan dari balik kaca
Dari celahnya sinar memancar
Membentuk pola di tembok
Debu menari terpapar cahaya
Naik turun di sekujur lantai
Ada gambar anak berjari tiga
Berwarna arang batok
Berambut kepang dua
Mengejar retakan sinar
Yang dihela matahari
Langit-langit dikepung sawang
Ada bekas tetes hujan di pojoknya
Seutas kabel menggantung lampu
Mencengkram sudut temu
Di sisi tembok yang berpunggung kelam
Pintu menyandar di gawangan
Tubuhnya penuh luka kelupas
Ada gambar tempel seronok
Dan tulisan pudar. "Sedang keluar".
Rabu, 06 November 2019
DAN BURUNG BERNYANYI
Sangkar sebagai pusat semesta
Keluasan terpampang dari balik jerujinya
Segalanya berlimpah kecuali tanah merdeka
Sangkar dikerek mendekati ujung matahari
Diayun angin dikawal awan pada seutas tali
Langit biru menjadi tudungnya
Sangkar mengangkangi dunia
Burung bertengger anggun pamer bulunya
Berkicau riuh memanggil kebebasan
Keluasan terpampang dari balik jerujinya
Segalanya berlimpah kecuali tanah merdeka
Sangkar dikerek mendekati ujung matahari
Diayun angin dikawal awan pada seutas tali
Langit biru menjadi tudungnya
Sangkar mengangkangi dunia
Burung bertengger anggun pamer bulunya
Berkicau riuh memanggil kebebasan
DENGAN SEDIKIT BANTUAN, TEMAN
Seumpama irama utuh sebuah lagu
Pertemanan mencari not terakhir
Penutup tahun-tahun emas kebersamaan
Kadang bunyi berulang menegaskan
Nada tiada tujuan hanya denting
Seperti kita, bukan kau dan aku
Diam dalam satu birama kosong
Terasa panjang dan lengang
Sebelum sua rindu disatu dirigen
Ketika irama meniti menuju klimaks
Suara berkejaran manunggal ing laras
Sahabat menjadi penggenapan orkestrasi
Pertemanan mencari not terakhir
Penutup tahun-tahun emas kebersamaan
Kadang bunyi berulang menegaskan
Nada tiada tujuan hanya denting
Seperti kita, bukan kau dan aku
Diam dalam satu birama kosong
Terasa panjang dan lengang
Sebelum sua rindu disatu dirigen
Ketika irama meniti menuju klimaks
Suara berkejaran manunggal ing laras
Sahabat menjadi penggenapan orkestrasi
Minggu, 03 November 2019
KETIKA MENCAPAI 64
Bayangan lebih sepenggalah
Teriknya telah memanjang
Rambut kini kelabu perak
Ingatan di kerut sudut mata
Entah bila batas air
Tanduran tak selalu panen
Adakalanya mejadi tetes keringat
Sering juga doa harap
Semua yang terbilangpun hilang
Serupa rumput musim kemarau
Kenangan silih berganti
Diterjang gelombang dan waktu
Jika telah tiba di titik singgah
Sejenak mengintip ke belakang
Di sisa langkah senja
Kepala tertunduk haru
Teriknya telah memanjang
Rambut kini kelabu perak
Ingatan di kerut sudut mata
Entah bila batas air
Tanduran tak selalu panen
Adakalanya mejadi tetes keringat
Sering juga doa harap
Semua yang terbilangpun hilang
Serupa rumput musim kemarau
Kenangan silih berganti
Diterjang gelombang dan waktu
Jika telah tiba di titik singgah
Sejenak mengintip ke belakang
Di sisa langkah senja
Kepala tertunduk haru
Jumat, 01 November 2019
DIA MASUK LEWAT JENDELA KAMAR MANDI
Dia mengendap perlahan
Menginjak rumput yang terkulai
Kakinya berjingkat lekat
Khawatir bangunkan malam
Di dalam, televisi siarkan berita
Sayup suaranya menjaga rumah
Cahayanya bercampur lampu
Ruang dan bayang serasa bergerak
Hati-hati daun jendela dipentang
Kacanya buram sedikit retak
Bau lembab merebak
Menerjang hidung dan terbang
Tangan menahan beban tubuh
Kaki dinaikkan satu per satu
Tubuh mengikuti
Telapak kaki menyentuh lantai. Dingin
Menginjak rumput yang terkulai
Kakinya berjingkat lekat
Khawatir bangunkan malam
Di dalam, televisi siarkan berita
Sayup suaranya menjaga rumah
Cahayanya bercampur lampu
Ruang dan bayang serasa bergerak
Hati-hati daun jendela dipentang
Kacanya buram sedikit retak
Bau lembab merebak
Menerjang hidung dan terbang
Tangan menahan beban tubuh
Kaki dinaikkan satu per satu
Tubuh mengikuti
Telapak kaki menyentuh lantai. Dingin
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...