Selasa, 30 Juli 2019

RUMAH MATAHARI TERBIT

Pagi masih dilingkupi embun
Tanah telah kembali remang
Rumah itu mulai geliat hidup
Bau sangit kayu bakar pertanda

Perlahan matahari memanjat langit
Warnanya semburat hingga horizon
Ketika jarak telah sepenggalah
Cempe berlarian menuju rindang pohon

Pagar bata merah dilabur gamping
Angin semilir menebar bediding
Rumah dan matahari berbagi bayang
Beriring hingga teja menghilang

Senin, 29 Juli 2019

KAU TIDAK HARUS MENGATAKANNYA

Bahasa tubuhmu gugup
ketika kita bersimpangan. Malu
Serupa debar
memompa jengah ke wajah
Dan tunduk adalah pesona
Sebab cantikmu kepang rambut
Santun menyapa kelakianku

Dari jarak sepenglihatan
wajahmu menoleh hatiku
Ada warna jambu pada lesung pipimu
Perlahan kau menunduk
Menumpahkan suka di lantai berkilau
Sekilas senyummu mengirim salam
Dan aku terpana oleh asmara


PERAYAAN

Perayaan mendatangi desaku
Riuh dengan keriaan jelata

Panen gadu telah lalu
Bahagia tetap menjalar di segenap benak

Lapangan ruah oleh semangat dan emosi
Senja tiada hilang di balik awan

Lampu-lampu kecil berkedip disentuh angin
Umbul-umbul berkibar di malam desa

Saat purnama penuh, tumpeng dikumpul di masjid desa
Modin berdoa tolak bala sedekah bumi

Ketika matahari sepenggalah
Sang saka berkibar di ujungnya

Minggu, 28 Juli 2019

TAMU DATANG SIANG ITU

Siang itu angin menggiring kemarau
Di depan seseorang mengetuk pintu
Tasnya diselempang lusuh
Bajunya lekat punggung sebab peluh

Sejenak uluk salam
Disambung petuah, ajaran dan ujaran
Disebutnya Tuhan dan kedekatannya
Dikenalkannya para nabi. Sahabat dan kekasihnya
Diterangkannya malaikat sebagai penjaganya
Sedangkan para wali adalah teman seperjuangan

Setelah penjabaran,
dengan tubuh sedikit membungkuk,
dengan tangan di bawah,
dengan suara sedikit ditekan,
memohon dengan sangat
mengemis sumbangan
untuk pembangunan rumah ibadah
yang alamatnya tertera di pelosok peta buta

Sabtu, 27 Juli 2019

CERMIN

Sekedar cermin menangkap suasana
Setiap kali memandang,
cermin mencuri umurku
Dan aku nyaris dapat menghitung helai uban yang bertambah,
kulit yang menebal sebab keriput dan kusam,
serta garis waktu di ujung mata
Namun cermin tetap merayuku untuk menggadaikan sisa umur

Selasa, 23 Juli 2019

PERJALANAN ASTRAL

Mata perlahan mengatup
Terpejam diam
Segenap indra sejenak lumpuh
Waktu terlipat
Alam wadag luruh
Sirna ilang kertaning bumi

Ketika tirai hijab tersingkap
Mata batin mata ketiga
Menangkap warna warni psikedelik
Cahaya di atas cahaya
Sukmapun lebur
Manunggal ing kawula Gusti

Minggu, 21 Juli 2019

BERSUA

Setelah sekian waktu terhalang rindu
Mimpipun tak jua bertaut temu
Jarak seputih uban kembang jambu
Jejak ingatan serupa serpih debu
Di ruang yang kembali satu
Dengan renta yang mengharu
Simpul prasangka terurai sebab sua
Kita berpelukan dan air mata luruh


Sabtu, 20 Juli 2019

SEKALI AYAH

Pria itu bermata senja
Dengan garis sisa pelangi diujungnya
Tubuhnya yang dimakan tahun sedikit menggerutu
Mulutnya hampir tak pernah menganga
Hanya rokok kretek membuka katup penutup

Pria itu hilang senyap di mimpi pagi sekolah desa
Dan datang dalam lamunan teja matahari
Tubuhnya yang berwarna baju drill dihempas ke kursi
Tangan menjamah kopi jagung
Bibir mengulum asap saus cengkeh

Sepanjang siang hilang semua bayang
Mengais nasib jauh dari teduh atap rumah
Baunya pun tidak menghampiri sebab angin
Hanya puntung di asbak sebagai jejak
Dan semut yang mengerubung titik hitam di meja

Bunda yang wajahnya melewati usia
Susunya kempes coba sembunyi di balik kutang
Menyuapi nasi aking sambal korek
Dan sedikit tempe bakar
Ke mulut rakus keingintahuanku

Malam membungkus bumi dengan derik jangkrik
Aku meringkuk di bawah dipan berselimut sarung lebaran
Bunda menisik baju ayah dengan doa rejeki untuk esok
Ayah tercenung di kursi reyot, merokok dalam diam
Melukis wajahnya lewat lelah dan renta

IBU SEDANG MENJAHIT

Punggungmu menunduk bungkuk
Menanggung mata yang mulai katarak
Kacamata pun tak kuasa membantu
Sebab hanya jarak yang membedakan warna

Tangan itu, tangan yang pernah menggendong dengan kasih
Membelai kantuk hingga bersua mimpi
Gemetar meluruskan kain dengan benang
Jarinya menatap jarum yang menghujam

Dulu kakimu pusat tenaga penggerak rejeki
Dari kayuhmu receh gemerincing di dompet tua bercap toko mas
Ketika listrik dipaksa masuki desa sebagai politik etis
Tinggal encok dan varises tersisa di kedua kaki

Pagi, setelah bersih dan rapi ibu menghadap mesin jahit
Menanti hantaran kain dengan segala aksesoris
Yang tiba serupa kecilkan pinggang atau menambal robek
Sisa hari hanya menggantang angin

Jumat, 19 Juli 2019

KAMAR BELAKANG

Muara segala dosa berlabuh
Serpihan kaca berserak
Potongan kayu tergeletak
Kardus terikat di sudut
Bangkai elektronik mengonggok
Tumpukan koran terpuruk

Sawang di para-para
Sawang di kabel lampu
Sawang di atas sawang

Kaca jendela telah lama buram
Engselnya berkarat sebab diam
Sepotong pecahan kaca dan sisir
Rebah menumpuk di kusen
Paku menancap dalam
Menggantung kemoceng dan sapu

Gudang hanya debu dan apek
Lampunya menyala serupa picing mata
Semua dosa lebur jadi sampah

Rabu, 17 Juli 2019

KISAH REMOTE

Remote tergeletak di meja
Angkanya pudar ditindas jemari
Seikat karet gelang mengikat erat tubuhnya
Serupa sabuk di pinggang yang ramping

Di meja ada toples kudapan
Isinya separuh karena sering dirogoh
Remahnya berserak di taplak
Disekitar remote yang diam menunggu

Remote dijamah tombol ditekan
Saluran tiada berubah
Remote dipukulkan di sisi meja
Tombol ditekan siaran berganti

Menatap tivi dari kursi dikejauhan
Adegan berganti adegan
Ketika iklan selingi cerita
Remote diambil jari menekan

Senin, 15 Juli 2019

MATAHARI SIANG

Siang ini matahari tepat di sasaran
Sinarnya masuk ke relung pucuk daun
Di taman nenek yang tak mau menepi
Warnanya adalah hijau terpapar silau kuning

Pohon teh-tehan yang jadi pembatas dunia luar
Daunnya berbaris rapi dipangkas gunting
Menghirup rakus setiap helai sinar yang mendatangi
Menghalangi penetrasi angin dan debu kemarau

Kadang burung uluk salam dan mampir istirahat
Di dahan yang memanggul dedaunan
Bulu sayap dan ekor dipatuk dan dirapikan
Persiapan terbang kembali membawa rejeki ke sarang

Siang kembali berjingkat menuju barat
Daun pun menoleh ikuti segenap edar
Taman tetap diam menjaga beranda
Daunnya yang tua luruh bersatu dengan tanah


SANDAL

Sandal jepit takzim di depan pintu
Tubuhnya dilingkupi debu perjalanan
Tiada berani mengintip ke dalam rumah
Sekadar menyapa kaki pun malu

Sandal jepit saling menatap mafhum
Di telapaknya jejak langkah sejarah
Serupa prasasti ukir pujangga
Ada duri dan lekuk kerikil disitu

Sandal jepit pudar dan kusam
Digosok waktu dan aspal jalan
Mulai ringkih sebab dera
Namun ulet akibat membaca langkah

Jumat, 12 Juli 2019

MENGALIR

Musim datang dan pergi
Melepas beban tanpa permisi
Dihempas angin barat
Hingga basah berkarat
Diterpa kering menggigil
Bunting kembang kantil

Air memancar di lubuk
Perlahan mengisi ceruk
Mengalir lewati selokan
Membentur batu berserak
Hanyut bersama lumpur
Tanah genting muara laut


AKU MENGINAP SEMALAM

Aku menginap semalam
Di sofa depan tivi
Lampunya temaram
Dan nyamuk berdenging
Isi kepala kuletakkan
Di bantal segi empat
Sedang tubuh rebah
Menghempas lelah
Jendela sedikit menganga
Angin melambaikan tirai
Sebagian berhembus lembut
Menyapa kantuk dan semilir
Wajah kualihkan
Menghadang gelap di depan tivi
Tubuhpun mengikuti
Menghadap tengah ruang
Sekian waktu lewat
Malam kian ramai
Suara cicak berkejaran
Tikus berlari di sudut
Pikiran yang terus ngoceh sendiri
Teng... teng... teng...
Tiga kali pertanda larut
Mataku perih dan membelalak
Ku duduk lalu mengambil gadget
Aku menginap semalam di rumahmu

Rabu, 10 Juli 2019

GARASI

Garasi serupa perut ibu mengandung
Hangatnya bercampur bau oli bekas
Kendaraan diam di remang lampu
Istirahat setelah mengukur jarak

Pintu, penyekat dan penjaga garba
Jalan lahir menuju dunia ramai
Pemisah antara rahim dan jagad fana
Engselnya berkarat karena sering mengangkang

Lantainya berwarna bata kusam
Ada jejak motif ban terpotong di pintu
Ceceran oli seperti bercak pendarahan
Menetes dari nadi di perut

Kadang cicak berkejaran rebutan wilayah
Di plafon, lampu mengedip genit
Merayu dan mengundang serangga datang
Kesanalah cicak menuju makan malamnya

Minggu, 07 Juli 2019

LAMPU TAMAN

Di tiang tertinggi malam kemarau
Lampu berpendar bahagia
Berbagi cahaya kunang-kunang
Menjamah ramah segenap daun
Yang tunduk sebab kantuk

Kamasutra birahi serangga
Habiskan remang dengan tarian cinta
Pamer elok dan merebut perhatian
Hingga tersisa sang juara pongah
Membuahi betina yang siap menyantapnya

Lampu taman serupa altar pengorbanan
Di bawahnya berserak putus asa
Para ronin terbang mengejar cahaya
Dengan laku brahmana kesatria
Membenturkan tubuh pada lampu

Ketika terang tanah telah bumi
Segenap cahaya lampu mengerut
Terpenjara dalam sempit bohlam
Perlahan pendarnya sekarat
Dilibas oleh senyum mentari pagi

Jumat, 05 Juli 2019

KAMAR ANAK

Adalah keceriaan yang coba dilukis di tembok
Dengan warna warni yang tersenyum manis
Peraduannya memeluk hangat tiap lelap
Dengan motif dongeng bunda sebelum tidur

Adalah ruang mimpi dimana bertualang ada di setiap nafas
Mendaki perbukitan fantasi dengan tangga pelangi
Berburu mengendap dan menembaki kawanan binatang eksotis
Menyapih lelah di bawah tenda selimut bergaris

Adalah tempat tumbuh segenap benih khayal
Menyiramnya dengan bacaan juga kasih sayang yang membuncah
Menjadi pokok pohon yang mengait langit
Dan bermetamorfosa menjadi kupu-kupu goliath berwarna cerah

TAMAN KECIL BELAKANG RUMAH

Kumbang kerap datang dan kecewa
Hanya warna daun yang menyapa
Sedikit rumput teki meranggas

Kerikil kecil mengepung jalan setapak Membelah taman serupa garis rambut
Ujungnya tenggelam di kolam kecil

Suasana temaram teraling tembok
Halangi mentari menjamah sudut
Langsung lompati terik duduki sore

Bertelekan batu menatap dedaunan
Menghirup kopi beraroma kacang
Senja perlahan menutupi taman

Rabu, 03 Juli 2019

TELEVISI MENYALA SEMALAMAN

Gemerisik suara melompat dari televisi
Tiada menegur cecak yang berkejaran
Cahayanya silaukan ruang malam
Dan adik tertidur di sofa merangkul mimpi

Ketika gambar lenyap garis dan titik
Adik menguap meregang kantuk
Berjalan gontai menuju tombol mati
Mengunci pintu dan lanjutkan tidur

Senin, 01 Juli 2019

MENANTI DI STASIUN

Bangku besi dan calon penumpang
Jam menatap kereta kan tiba
Langit-langit tinggi hingga kejauhan
Mengejar awan berarak

Rel masih lintasi stasiun
Mengantar rindu hingga horizon
Pegawai menatap lewat pintu
Lokomotif mendengus menyibak

Kereta berhenti dan menanti
Gerbongnya berderet panjang
Kepala stasiun meniup peluit
Kereta bergerak tinggalkan pengiring

PIANO

Piano telah lama senyap
Bilahnya lupa cara menabuh
Senarnya kaku membisu

Taplaknya beludru pudar
Memajang foto-foto tua
Dan kisah yang berdebu

Dahulu jemari kerap menari
Berlompatan dan berdenting
Menyusuri tuts dan bernyanyi

Not berdesakan antri berbunyi
Tangan dan mata membaca irama
Musik mengalun memadati ruang

Beberapa piala menyumbang prestasi
Sebab kerja keras tekun berlatih
Dan piano memajangnya. Bangga

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...