Sabtu, 30 Januari 2021

KETIKA SABTU TIBA

Matahari sepagian tidak keluar
Padahal angin beterbangan di pucuk ranting
Juga awan, bergelung di langit Sabtu

Keriuhan nyaris tak keluar rumah
Sebab kehangatan adalah percakapan ruang tengah
Temannya ngopi dan nasi goreng

Di warung ada juga aneka suara, 
beradunya sendok piring, 
dan ampas kopi di dasar cangkir

Tetapi, tetap saja matahari hilang 
Sembunyi dari keramaian pagi
Bahkan menghindari desa


Kamis, 28 Januari 2021

KETIKA PENYAKIT MENDATANGI

Reaksi pertama hingga panik
Ingatan tata cara menghadapinya lenyap
Sedikit kata bertahan menenangkan
Semakin banyak kita menikam cemas

Sejak peradaban, 
tho'un tercatat di lembar sejarah
Obat berkembang, 
penanganannya nyaris sempurna
Dengan teknologi modern, 
reaksi pertama tetap panik dan cemas

Rabu, 27 Januari 2021

ZAMRUD

Selempang etnik khatulistiwa, 
ikatannya dikaitkan 
jalinannya tali budaya

Percampuran darah, 
lewat lingga dan yoni, 
mendatangi bhinneka menjaga tunggal ika

Memperkaya corak rambut 
Menarik garis wajah
Menyatukan bahasa dan kearifan ibu

Adat kebiasaan dikuatkan oleh toleransi 
Belajar saling mengenal 
Belajar untuk menghormati 

Usia a.k.a. waktu, 
ditandai kerut dan nanar mata,
saksi diuri-urinya wasiat leluhur 
dan bidan bagi lahirnya percampuran

Selasa, 26 Januari 2021

TABRAKAN

Kontur jalan itu menurun. Cukup tajam
Sepeda digenjot sekuat tenaga
Meluncur dan menghujam

Semakin ke bawah kian kencang
Jalanan berlobang dan kerikil. Tidak rata
Sepeda meluncur nyaris tiada gravitasi

Pada kecepatan maksimal
Sepeda hilang kendali
Tiba-tiba haluan belok, mengarah semak

Sepeda menumbuk belukar
Sepeda roda tiga terbalik
Adik menangis kaki tangannya tergores

GADIS CILIK (LA NINA)

Air matanya mendulang banjir 
Sehingga mendapatinya sebagai prihatin
Diawali garis alis
Kian lama kian tebal bergulung
Padahal derkuku masih turun ke tanah dan kawin
Warna kian hilang serinya
Tertinggal hijaunya yang kusam

Sawah sebenarnya senang rintik ritmisnya
Membawa tenaga hidup bagi kehidupan
Tapi ketika hujan beralih derai air mata, semua dilalap hingga tenggelam
Di wajah malaikat maut tersungging senyum
Dan gadis kecil panen musibah di tubuh pertiwi

ANTARA MAGRIB DAN ISYA

Antara Magrib dan Isya
Jarak dzikir dan doa
Sambil bersandar di tiang
Mimpi dihamparkan

Pak modin menghitung wirid
Sedikit bergumam, 
sejauh tasbih hingga Isya

Mimpi seketika digebah
Bedug sibuk ditalu
Surau langsung senyap
Adzan berkumandang lewat pengeras

Senin, 25 Januari 2021

MATAHARI TERGELINCIR SAAT ASAR

Biasanya matahari tetap menebar senyum
Walau sinarnya telah miring ke timur
Di surau ia mendengung azan
Di sawah menjadi rumput bagi ternak

Sore ini, bahkan sejak pagi, yang diusung hanya mendung
Jendela telah membuka tirainya lebar
Yang datang bertandang hanya dingin
Tanpa angin tanpa silau kemilau

Hingga rembang sore hanya hujan yang tak tiba
Baik rintik gerimisnya maupun deras hingga basah
Mungkin ia bersama matahari bertandang ke ujung horizon
Hingga hanya sisakan kelabu di pelataran rumah

MATI ANGIN

Sesungguhnya mata telah diarahkan ke penjuru
Membidik obyek yang hendak dilukis dengan kata-kata
Nyaris semua yang ditatap telah memiliki warna katanya sendiri

Tiba-tiba, "ting", terbit ilham dari antah berantah
Seperti perawan kencur aromanya
Seperti kumpulan huruf telanjang tanpa aksesoris makna

Di dasar hati, ditaburi kebijakan dari pikiran
Satu demi satu makna disematkan pada tubuh lugu
Seperti perhiasan yang mengikuti jaman

Ketika tuntas digodok dalam kawah kebijaksanaan, 
aku terpana dan memicing heran, 
mengapa kata makin tak dikenal? 

Sabtu, 23 Januari 2021

MENGINAP

Sesungguhnya hatiku telah niat untuk pamit
Kaki siap melangkah mendatangi
Namun cuaca tiba-tiba guram malam 
Diiringi gelegar petir, hujan satu per satu turun ke bumi lata
Aku hanya bisa memandang, masygul
Sekadar payung maupun jas hujan tak

Telah satu jam hujan berjatuhan merubungi beranda
Kuhabiskan waktu dengan bermain gadget
Melihat langit-langit rumah (lampu gantungnya) 
Mengawasi jendela yang kedinginan dan berembun
Namun tak ada tanda-tanda jam akan menghentikan hujan
Hujan masih asyik menghitung rintik yang jatuh

Seorang pembantu mendatangi
Mempersilahkan aku untuk mengikutinya
Menuju kamar untuk beristirahat
Tanpa basa-basi kuayun langkah tepat di belakangnya
Dengan sopan, di depan pintu kamar ia memberi tahu kamar mandi
Serta berucap untuk tidak sungkan memanggilnya jika ada keperluan

Kamis, 21 Januari 2021

TIDUR SETELAHNYA

Setelah subuh sungguh sulit menghindari sergapan kantuk
Apalagi sarung dapat menolak dingin
Sesungguhnya wudhu nyaris tak dapat menepisnya
Paling hanya menghapus belek dan iler

Sebagai makmum kadang suara modin malah menina bobokan
Seperti bergumam sendiri karena giginya telah ompong semua
Tak ada tartil dan tajwid hanya geremeng tak jelas
Hingga, Tiba-tiba, aamiin dengan keras; koor; mengusir kantuk sekejapan

Setelah disiksa kantuk karena berdiri agak lama bagi qunut
Salam kedua setengah mengejar
Imam dan sebagian orang wiridan menyambut fajar sidik
Aku mencari posisi di samping bedug, menarik sarung hingga leher, lalu lanjutkan mimpi

MENIKMATI

Dipersimpangan sore, 
ketika udara tak didatangi hujan

Secangkir kopi 
dengan rasa pedesaan yang kuat dan bersahaja

Campuran antara biji kopi belakang rumah, sejumput beras panen pertama, 
seruas kelapa tua dan brambang

Disangrai di atas pecahan gerabah 
dan ditumbuk oleh si Mbok 
di lesung batu dengan alu kayu jati

Disempurnakan oleh sebongkah kecil gula kelapa yang manis gurih dan asin aromanya
Manunggal diantara air panas dan ampas kopi, hingga asapnya meliuk naik di udara

Kebahagiaan lebih, ketika sepiring pisang kepok gorengpun hadir
Nampaknya baru diangkat dari wajan, karena minyaknya masih menetes jatuh di piring dan sedikit kepulan asap melengkapi triumvirat; asap rokok klobot, asap kopi dan asap yang naik dari kuning pisang goreng.

Sore terasa lebih indah dan warna
Seperti pedhet yang menyusu pada induknya
Seperti anak ayam yang berkejaran diseputar kaki induknya
Seperti cempe yang selalu mengekor di kaki belakang induknya
Seperti anak kucing yang bermain dengan ekor induknya
Seperti si Mbok dengan daster di atas mata kaki dengan jilbab yang tidak kuasa menutupi lehernya dan keterampilannya


Selasa, 19 Januari 2021

MENANTI ADZAN

Setelah menumpahkan semua kerisauan hari ini 
Dan membeberkan mimpi pada secarik sajadah
Tak lupa ucap syukur atas pendapatan
Satu dua surau telah menyetel qiro'at
Ayam jantan tengah bersahutan (uluk salam pada malaikat rohmat)

Di pawon mulai ada kehidupan
Secangkir kopi gula Jawa
Segelas teh encer
Tanakan nasi campur asap kayu bakar

Semua bau memenuhi udara fajar sidik
Hingga klimaksnya adalah kumandang adzan
Membangunkan semesta yang tidur ngiler ditingkahi mimpi mesum
Sebab sholat lebih baik daripada tidur
Sebab suara anak kecil melantunkan pujian lebih sebagai gangguan
Sebab mbah Modin sudah berjalan ke surau untuk mengimami subuh

Senin, 18 Januari 2021

BERMAIN PAYUNG DI TENGAH HUJAN

Siang tadi hujan datang
Cukup deras kiprahnya
Dengan payung Ayah untuk berjualan di sekolah, 
Aku datangi genangan dengan gairah

Payung diangkat tinggi menyongsong hujan
Rambut kuyup dan celana lengket di pantat
Aku berlari sepanjang aliran genangan 
Setetes mengenai mata bercampur tanah

Bibir sedikit gemetar dan pucat biru
Buku jari berkerut 
Tiba-tiba petir berkelebat
Payung kuacungkan pada langit kelabu

Dari pintu ibu berteriak memanggil
Payung kukempit di ketek
Celana kulepas dan kuletakkan di kepala
Aku berlari telanjang menuju ibu. Mandi. 

Minggu, 17 Januari 2021

SENJA BERSUA HUJAN

Untuk menggenapi akhir pekan
Hujan merayakan perjamuan

Menari dan menyanyi
Di lobang jalan, 
di pucuk air pohon mangga

Tersesat turun di teritis, 
melompati bingkai jendela, 
dan warna kian horizon

Sebelum layar senja diganti
Warna warni kian berani
Jingga hingga hitam
Emas sampai merah

Sebagai kata perpisahan
Lampu ruang tamu menyorot, kuning
Dan sepasang kekasih berpelukan
Di iringi lantunan azan surau desa

Sabtu, 16 Januari 2021

NYAMUK

Selepas dengung di telinga, 
                             kemanakah pergi?

Setelah kenyang darah, 
                      dimanakah mati?

Siapkan sayapmu; lembut; 
                         menunggang angin!

Seutas nasib, bergantung kibasnya

Semalaman tidurku hilang mimpi, 
                       sebab berkemul sumuk

Sedang kantuk diangkat tanpa hijab

Jumat, 15 Januari 2021

TINGGI

Tubuh senyap di sofa bed
Terikat erat oleh gravitasi

Dengan lengking lagu, pikiran dan jiwa tergugah

Kutinggalkan otak. Onak. 
Kutanggalkan nalar, liar
Karena dipenuhi sawang dan debu

Tersesat dalam pengembaraan
Langkah pertama selalu berat, 
juga kikuk

Dari belantara kata yang saling berseteru
Menikam dan berbantahan
Hingga telaga hening yang kehilangan riak

Semua itu tak terikat waktu
Hanya sedikit ruang dengan penerangan temaram

Kamis, 14 Januari 2021

JIKA HARI BERANGIN

Tak perlu dinanti
Hari selalu menepati janji

Ketika malam tepat purnama 
Dalam hitungan detik, 
ia dipastikan datang

Dengan atau tanpa perantara angin

Jika hari telah tunai
Angin usai menyemai

Doa genap dilarung
Waktu sempurna dihitung

Musim silih berganti
Catatan tuntas ditulis

Lembar petualangan baru dibentang

Rabu, 13 Januari 2021

SENIN YANG PANAS DI TENGAH MUSIM HUJAN

Matahari melintas dengan jumawa
Serupa Anoman obong

Panasnya disampirkan pada angin, 
pada siang, 
pada gemerisik daun

Di ufuk paling Barat, 
awan tebal bergulung
Nyaris debur ombak

Bersiap muntahkan musim
Menanti matahari lengah

Selasa, 12 Januari 2021

HUJAN PAGI MENDAHULUI JAM KERJA

Pantas saja sejak fajar tak sidik hingga kamar rapi, langit tetap sama warnanya
Suram yang malas

Suara jatuhnya hujan menghipnotis sehingga kantuk datang lagi
Rintik yang ritmis

Setelah mandi dan sarapan yang mengulang kebiasaan, mata memandangi jendela dan jendela memandangi hujan
Malas hingga pulas

Rupanya hari harus digulung ulang, rapi, dan berdiang di pawon
Hangat nyaris semangat

HARI INI DILIHAT DARI JENDELA RUANG KELUARGA

Sesiangan mendung memerintah langit
Menjajahnya dengan seantero kelabu pasi
Bahkan angin terbungkuk takdzim melewati

Setelah seharian duduk di singgasana
Pinggangnya meregang hingga gemuruh geledek
Bersahutan memekakkan telinga

Menjelang malam melewati senja yang sempit
Hujan turun serupa air mata gadis birahi
Tak memberi kesempatan pada matahari untuk mengibaskan ekornya

Senin, 11 Januari 2021

HUTAN

Bengek diidapnya, 
sebab menghirup asap kemarau

Dengan bubur merah putih, 
namanya ditambahi menjadi:
"Hutan Tanaman Industri"

Dengan lekas bertiwikrama
Melahap ulayat dan hutan primer
Tubuhnya bongsor penyakitan
Habitat bagi pembakar lahan
Serta kuli sadap

Minggu, 10 Januari 2021

KETIKA TUHAN TURUN KE LANGIT DUNIA

Mata, 
         menanggalkan pejam
         
Kantuk, 
         tersungkur dan tersingkir

Jam dinding, 
        diam tak detak

Matahari, 
         belum lagi mengintai

Kokok ayam ke dua,
         baru saja senyap

Sapi betina, 
         melenguh panjang minta kawin

Di atas sajadah, 
        doa dibeberkan

TanganMu menadah segenap doa dan ampunan

Jumat, 08 Januari 2021

BERSAMA MENDUNG DAN ANGIN KITA JALANI AKHIR PEKAN

Sesungguhnya pada malam, hidup penuh semarak
Tak takut waktu yang berdetak cepat
Tapi sejak pagi pecah ratna
Warna langit hanya lah mendung

Di jalan motor menggeram
Sebab jemari perlu dilemaskan
Bahkan ketika sepeda dikayuh
Hanya peluh menetes

Tak usah gundah apapun kecewa
Jika hujan melebihi kodrat
Kumpulkan saja tawa di satu ruang
Suguhkan bincang dan senyap bergiliran

Kamis, 07 Januari 2021

LANGIT PADA JUM'AT ITU

Warnanya genap sama saja
Hanya ada sapuan mendung semenjak pagi
Sebelum lohor datang menjelang
Langit dikepung oleh lantunan kitab suci dari pengeras

Raungan azan bersahutan berkejaran
Orang bergegas mendatangi
Sebab hidup tak hanya makan dan nafas
Sesekali perlu beristirahat, mengantuk, mencerna khotbah

Duduk sila serta tidur
Adalah maqom tertinggi ekstase
Sebab semua menjadi hampa
Sebelum iqomat menggamit menghenyakkan

Rabu, 06 Januari 2021

TERISOLASI

Dunia begitu liar dan ruwet
Satu-satunya petunjuk diretas
Rumah menjadi gulita
Informasi terputus

Senyap ternyata tak lah sepi
Di luar tetap saja ramai
Matahari berseri warna warni
Namun berita terhenti

Rumah menjadi penjara
Kunci pengetahuan digantung
Hand phone hanya game
Dan sedikit cerita basi

MENDUNG SAAT BAYANGAN LEBIH SEJENGKAL

Pedhet berlari melintasi kebun mangga
Induknya duduk sambil mengunyah perlahan
Pakan untuk sore belum diberikan
Masih diaritkan di sawah selatan perigi

Mendung dan sore datang hampir bersamaan
Diikuti angin yang lincah menari
Langit terlihat lebih sendu
Orang tetap mengarit rumput dengan telaten

Bayangan sendiri telah pudar sembunyi
Merendengi matahari yang manjing di balik awan
Tumpukan rumput telah nyaris sepinggang
Saatnya dikumpulkan dan diikat

Angin semakin kemayu 
Desirnya merayu daun
Dari langit gerimis satu dua telah tiba
Rumput aman mengonggok di pojok kandang

Selasa, 05 Januari 2021

TEH PANAS DAN PAGI MUSIM HUJAN

Adalah segelas teh panas aroma melati
Menatap pagiku dari meja kayu jati
Di luar hujan belum lagi tiba 
Hanya sekilas mendung dan dingin yang menggigit

Teh itu pahit dan hampir kehilangan panasnya
Tutupnya tak mampu sembunyikan
Lidahku setengah menolak hirupan
Namun seteguk melewati beranda pagi

Pagi telah sesaki pekarangan
Di hijau daun serta atap rumah
Teh meninggalkan ampasnya di dasar gelas
Dan aku bergegas mendatangi pagi sendiri

Senin, 04 Januari 2021

CUCIAN

Ritual mencuci adalah sabun, air dan menanti
Tak ada tujuh bidadari mandi
Telanjang mata sembunyi
Di telaga sunyi menikmati

Sebab mencuci telah industri
Kaki tangan hilang kutu air
Tanpa celoteh gadis di sungai
Dan batu untuk mengilas kain

Di tali jemuran yang berangin
Dengan sisakan lembab sedikit
Matahari hanya sekejap menghampiri
Karena panas dikalahkan oleh mesin

Minggu, 03 Januari 2021

SARAPAN

Setelah sekian waktu tak sua
Ku coba datangi sumringahnya pagi
Di depan warung pecel langganan
Ku ajak kau makan di satu meja

Sepiring sego pecel pedas
Kita bagi sebagai keringat di dahi
Sinar menerobos lubang tenda
Kopi tubruk sebagai penerus hari

Di depan pintu kita berpisah
Dari balik jendela kulirik
Di atas langit ternyata hanya awan
Dan kau hilang dibalik mendung

Sabtu, 02 Januari 2021

PASARAN (ii)

Dan lorong diam
Hanya ada bisik
Produk tengadah congkak
Dari etalase sunyi

Tak ada kata berceceran
Gadis berbusana ketat
Menanti di ujung lorong
Senyumnya imitasi

Kereta didorong
Kaki melangkah
Tangan menjangkau
Tak ada menawar hanya tawar

Pembeli sibuk
Sibuk membaca
Sibuk mencari
Sibuk membawa

Berakhir di antrian
Di meja kasir
Di kantong plastik
Dibawa sendiri

PASARAN (i)

Di belakang, pasar mulai semarak
Pagi mendatangi dengan semanak
Hangatnya tetap mengundang
Kedai berbaris dan tersenyum
Udara dipenuhi keriuhan
Antara bau sayur busuk 
dan tawar menawar
Di sudut bedeng, 
dua orang bertengkar berebut rejeki
Induk kucing menggiring anaknya mencari makan
Tikus tak ada takut memandangnya liwat

Keramaian kian berdesakan
Karena matahari semakin tinggi
Dan kios sesak didatangi
Kuli menggendong sarapannya
Di panggul hingga menumpuk di beca
Mantri pasar berkeliling
Menarik iuran dan mendatangi warung
Ngopi pagi sambil mendengar cerita

Di sepanjang gang menuju gerbang
Kadang tani menggelar hasil bumi dan harapan
Merah kuning hijau warnanya
Tukang kredit menyapa dan mengapit buku
Seorang nyonya berjalan perlahan
Menghindari kerumunan dan keringat
Di belakangnya, tepat selangkah
Genduknya mengikuti sambil menjinjing tas anyaman plastik

Agak di timur matahari
Menempel di tembok berlumut
Pedagang daging berbaris
Dengan pisau tajam dan kait besi
Karkas digantung bercampur lemak
Kucing dan anjing kampung bersliweran
Seorang embok dengan kebaya dan selendang
Ayam dikempit di keteknya dan bulunya dielus
Ditawarkan kepada setiap yang lewat
Ikan, ayam, bebek semua menanti pembeli
Siap hidup siap mati
Asal harga pasti

Di sebuah kios kosong
Seseorang makan dengan lahap
Sarapan di pincuk
Beberapa orang membentuk lingkaran
Bermain kartu
Berteriak riang sebab dagangannya habis
Sebab kartunya bagus
Sebab menang uang receh
Asap rokok membumbung
Beberapa cangkir kopi menanti

Pasar tetap genap pada marwahnya
Pada jual beli
Pada berita angin
Pada keriaan
Pada untung rugi
Pada interaksi
Pada budaya

Jumat, 01 Januari 2021

KETIKA ISOLASI MANDIRI

Aku jadi kenal hujan

Mendungnya yang kelabu abu
Rintiknya yang menitik
Juga suaranya yang ritmik

Jika mendatangi malam
Dipandu kilat petir
Hujan turun dengan gairah

Kadang matahari digodanya
Sinarnya diselubungi awan hitam
Dan gerimis berjatuhan dengan riang

Sederas hujan turun
Setelah guruh gemuruh
Angin berbisik pada daun

Semoga saja hujanpun mengenaliku

BARU

Dimanakah perbedaan? 
Lelatu kembang api? 
Pagi yang mendung?

Tanpa begadang, 
sarapan sego pecel dan teh panas
Tembakau lintingan dan gosip murahan

Apakah sama? 
Kafe dirundung hujan
Muda mudi berpelukan

Hujan gerimis seperti tirai
Malam kian panjang
Acara tivi basi jua

Kucing tidur pulas di sofa
Bertukar tahun bersama pandemi

EMBUN

Ku singkap embun di selasar Di balik daun seperti biasanya Dan pagi masih di timur Seperti kemarau yang telah lampau  Burung masih memamerka...