Meja dan kursi kayu nangka
Ada sidik Ayah di sana
Taplak motif batik merah tua
Dan selembar plastik tutupi permukaannya
Kolongnya tempat sembunyi
Ketika bermain mencari
Kucing mendengkur di kursi
Menghabiskan siang yang kering
Dipermukaan ada jejak sejarah
Tetesan kecap bulir air mata
Remahan krupuk rontokan luka
Coretan iseng benang kusut
Suatu hari, aku dan adik mendaki
Malam tiba cuaca dingin
Kubawa bantal,sarung, tikar dan senter
Kami bernaung di bawah meja
Malam telah langka
Sayup isak dan bisik dari arah meja
Terdengar langkah, ayah beranjak keluar
Esok dia tak kembali
Ibu telah berbaring sunyi
Ayah hilang kabar
Aku mewarisi meja
Adik mendapat kursi
Rabu, 29 Mei 2019
Senin, 27 Mei 2019
RUANG
Lantainya bermotif geometris
Di ruang tengah yang hangat
Tempat birahi tumpah
Sunyi menjadi yang ketiga
Seperangkat sofa beludru klasik
Berjarak pandang menghadap televisi
Kita bergumul bertukar belai
Nafsu menjadi saksi
Lampu kristal di langit-langit
Sinarnya temaram kuning
Menatap pergumulan lingga yoni
Malam tetap kembali hening
Di ruang tengah yang hangat
Tempat birahi tumpah
Sunyi menjadi yang ketiga
Seperangkat sofa beludru klasik
Berjarak pandang menghadap televisi
Kita bergumul bertukar belai
Nafsu menjadi saksi
Lampu kristal di langit-langit
Sinarnya temaram kuning
Menatap pergumulan lingga yoni
Malam tetap kembali hening
KIPAS MENANGKAP ANGIN
Angin masuk
Penetrasi ventilasi
Seribu pintu menganga
Berhembus layaknya bah
Angin padati ruang
Berputar sekitar
Di sekat bilah kipas
Berderak sebab lelah
Angin berpencar
Menyebar ke penjuru
Meniup peluh
Menaruh kantuk
Angin sembunyi
Di balik kipas tua
Diam berkarat
Sebab mati
Penetrasi ventilasi
Seribu pintu menganga
Berhembus layaknya bah
Angin padati ruang
Berputar sekitar
Di sekat bilah kipas
Berderak sebab lelah
Angin berpencar
Menyebar ke penjuru
Meniup peluh
Menaruh kantuk
Angin sembunyi
Di balik kipas tua
Diam berkarat
Sebab mati
MENANGKAP QODAR
Tuhan, rumahMu kujadikan tempat perangkap
Setiap sisinya telah menanti pemburu
Ada yang melantunkan ayat-ayat alquran sebagai umpan
Ada yang diam saja sambil melafazkan namaMu,
menanti waktu yang tepat untuk menangkap
Ada yang berdiri sholat, dengan harap cemas bersua
Bahkan yang tidur, melepas dengkurnya sebagai panggilan
Kipas di langit-langit dinyalakan
Mengobok-obok udara agar ada ruang bagi kehadiran
Lampu semua dinyalakan. Terang
Sehingga rumahMu serupa suar di tengah samudera
Menunjukkan jalan agar tidak sesat
Dan pintu-pintu yang biasanya tertutup dan berdebu
Semua terbuka lebar seperti sepasang tangan ingin merangkul
Ketika hari telah dini
Segenap pemburu meluruskan niat
Mengusir kantuk dengan wudhu
Membuang malas dengan kopi
Menerjang lelah dengan tekad
Semua senjata disiapkan
Quran dibaca
Sholat didirikan
Itikaf terpekur diam
Berharap qodar masuk dalam jaring. Malam ini.
Setiap sisinya telah menanti pemburu
Ada yang melantunkan ayat-ayat alquran sebagai umpan
Ada yang diam saja sambil melafazkan namaMu,
menanti waktu yang tepat untuk menangkap
Ada yang berdiri sholat, dengan harap cemas bersua
Bahkan yang tidur, melepas dengkurnya sebagai panggilan
Kipas di langit-langit dinyalakan
Mengobok-obok udara agar ada ruang bagi kehadiran
Lampu semua dinyalakan. Terang
Sehingga rumahMu serupa suar di tengah samudera
Menunjukkan jalan agar tidak sesat
Dan pintu-pintu yang biasanya tertutup dan berdebu
Semua terbuka lebar seperti sepasang tangan ingin merangkul
Ketika hari telah dini
Segenap pemburu meluruskan niat
Mengusir kantuk dengan wudhu
Membuang malas dengan kopi
Menerjang lelah dengan tekad
Semua senjata disiapkan
Quran dibaca
Sholat didirikan
Itikaf terpekur diam
Berharap qodar masuk dalam jaring. Malam ini.
Kamis, 23 Mei 2019
SETELAH LANGIT BERFIRMAN
Sekumpulan mendatangi siang
Tanpa wajah, hanya menggenggam protes
Sembunyikan beringas di balik gamis
Di tempat inisiasi kata menjadi hukum
Penjaga adalah seragam tanpa nurani
Berbekal tugas, hanya maju bak pion
Tarian mulai dipentaskan di bahu jalan
Pakem provokasi dan langgam caci. Tarian perang
Di sisi panggung lain, hanya ada diam serupa pantomim
Mantra rasuki akal jadi amarah
Tarian pun koyak telah batu dan api
Nyawa sebagai tumbal bagi amuk
Langit mendung matahari bersedih
Panggung porak poranda
Api tetap sekam
Tanpa wajah, hanya menggenggam protes
Sembunyikan beringas di balik gamis
Di tempat inisiasi kata menjadi hukum
Penjaga adalah seragam tanpa nurani
Berbekal tugas, hanya maju bak pion
Tarian mulai dipentaskan di bahu jalan
Pakem provokasi dan langgam caci. Tarian perang
Di sisi panggung lain, hanya ada diam serupa pantomim
Mantra rasuki akal jadi amarah
Tarian pun koyak telah batu dan api
Nyawa sebagai tumbal bagi amuk
Langit mendung matahari bersedih
Panggung porak poranda
Api tetap sekam
Rabu, 22 Mei 2019
NGANGSU KAWRUH
Majelis ilmu dimana sayap malaikat menaungi
Serangga menerjang terang
Mati berserak di lantai
Berpasang mata lapar membentuk setengah lingkaran
Bayang bergerak ikuti cahaya yang menangkap angin
Segenap perhatian menghadap satu titik. Kebijaksanaan.
Di pusat semesta, segala wejang memadati udara malam
Hanya hening yang dapat menangkap saripatinya
Kuping adalah timba bagi jiwa yang dahaga
Kata telah menjadi mantra sihir
Memasung hati dengan segenap dogma
Di malam yang kian renta
Serangga menerjang terang
Mati berserak di lantai
Berpasang mata lapar membentuk setengah lingkaran
Bayang bergerak ikuti cahaya yang menangkap angin
Segenap perhatian menghadap satu titik. Kebijaksanaan.
Di pusat semesta, segala wejang memadati udara malam
Hanya hening yang dapat menangkap saripatinya
Kuping adalah timba bagi jiwa yang dahaga
Kata telah menjadi mantra sihir
Memasung hati dengan segenap dogma
Di malam yang kian renta
Selasa, 21 Mei 2019
BERMAIN DI SAWAH
Anak-anak bermain di sawah
Gelaknya berkumandang susuri pematang
Mengagetkan naga kecil yang diam
Mengintai mangsanya
Dan kupu-kupu menari
Pamerkan warna sayapnya
Di hamparan hijau padi
Kaki-kaki kecil berlari
Berlawanan hembusan angin
Mengejar layangan putus
Di tengah, sebatang beringin tua
Berdiri pongah menatap
Di teduhnya,
Uba rampe, kembang setaman dan anglo peranti menyan
Saling bahu menaiki pohon
Pekikkan kemenangan
Berkejaran mengawal layangan
Di langit kuntul lewat dalam formasi
Melintasi matahari sore
Yang membungkuk ke barat
Menjenguk senja
Gelaknya berkumandang susuri pematang
Mengagetkan naga kecil yang diam
Mengintai mangsanya
Dan kupu-kupu menari
Pamerkan warna sayapnya
Di hamparan hijau padi
Kaki-kaki kecil berlari
Berlawanan hembusan angin
Mengejar layangan putus
Di tengah, sebatang beringin tua
Berdiri pongah menatap
Di teduhnya,
Uba rampe, kembang setaman dan anglo peranti menyan
Saling bahu menaiki pohon
Pekikkan kemenangan
Berkejaran mengawal layangan
Di langit kuntul lewat dalam formasi
Melintasi matahari sore
Yang membungkuk ke barat
Menjenguk senja
Minggu, 19 Mei 2019
ADEGAN IMPIAN MALAM
Dalam purwa mimpi
Bertebaran tuhan-tuhan
Petatah petitih seumpama dogma
Dan seikat benci
Mimpi sebagaimana lipatan ingatan Menyimpan carut marut pikiran
Berkerut menjadi noktah
Di hamparan bawah sadar
Bisik asah halusnya prasangka
Asih menghasut mimpi-mimpi
Seperti induk mengasuh amuk
Berkendara turangga kitari mimpi
Menghunus curiga hujam akal sehat
Laksana kukila berkicau tentang dusta
Bertebaran tuhan-tuhan
Petatah petitih seumpama dogma
Dan seikat benci
Mimpi sebagaimana lipatan ingatan Menyimpan carut marut pikiran
Berkerut menjadi noktah
Di hamparan bawah sadar
Bisik asah halusnya prasangka
Asih menghasut mimpi-mimpi
Seperti induk mengasuh amuk
Berkendara turangga kitari mimpi
Menghunus curiga hujam akal sehat
Laksana kukila berkicau tentang dusta
Kamis, 16 Mei 2019
PERMOHONAN
Gusti,
Sekali lagi hamba layangkan permohonan dan harap
Lewat jalur kilat khusus berperangko sepertiga malam
Hamba jabarkan di hati yang sudah tidak terlalu bersih
Sebab di ujungnya ada sobekan kecil putus asa
Dan sedikit luntur dari iri dengki
Gusti,
Hamba tidak minta banyak
Hanya urusan dunia saja
Hamba mohon diberi kesehatan, rejeki yang melimpah dan keberuntungan
Juga anak turun, semoga mereka bisa sukses berhasil
Sekolah sundul langit dan gelar berderet
Harumkan nama keluarga
Semoga hamba diberi kekayaan yang melimpah
Yang tidak habis dinikmati tujuh turun
Dihormati dan disegani handai taulan
Dikagumi sekitar
Menjadi yang terbaik diantara yang baik
Baik harta, kepandaian, wibawa
Bibit bobot bebet
Dan semoga tak ada yang menyaingi
Gusti,
NB.
(Di pojok kiri bawah dengan huruf kecil-kecil)
Hamba mohon diberi aman, selamat, lancar, barokah dunia dan akhirat
Mati khusnul khotimah dan masuk surga selamat dari neraka
Gusti,
Permohonan ini dilampiri perangko sodaqoh senilai beberapa ribu dan ikhlas
Gusti,
Kabulkanlah!!!. Amin.
Sekali lagi hamba layangkan permohonan dan harap
Lewat jalur kilat khusus berperangko sepertiga malam
Hamba jabarkan di hati yang sudah tidak terlalu bersih
Sebab di ujungnya ada sobekan kecil putus asa
Dan sedikit luntur dari iri dengki
Gusti,
Hamba tidak minta banyak
Hanya urusan dunia saja
Hamba mohon diberi kesehatan, rejeki yang melimpah dan keberuntungan
Juga anak turun, semoga mereka bisa sukses berhasil
Sekolah sundul langit dan gelar berderet
Harumkan nama keluarga
Semoga hamba diberi kekayaan yang melimpah
Yang tidak habis dinikmati tujuh turun
Dihormati dan disegani handai taulan
Dikagumi sekitar
Menjadi yang terbaik diantara yang baik
Baik harta, kepandaian, wibawa
Bibit bobot bebet
Dan semoga tak ada yang menyaingi
Gusti,
NB.
(Di pojok kiri bawah dengan huruf kecil-kecil)
Hamba mohon diberi aman, selamat, lancar, barokah dunia dan akhirat
Mati khusnul khotimah dan masuk surga selamat dari neraka
Gusti,
Permohonan ini dilampiri perangko sodaqoh senilai beberapa ribu dan ikhlas
Gusti,
Kabulkanlah!!!. Amin.
Selasa, 14 Mei 2019
USIA
Usia sebagaimana hitungan sia-sia
Hanya kelabu pias
Di sisa rambut yang menipis
Usia sebagaimana batu pijakan
Hanya etalase rangkaian kegagalan
Di sela jalan curam prestasi
Usia sebagaimana waris
Hanya catatan panjang nasihat
Di khotbah saat tiada menyimak
Usia sebagaimana deret aritmetika
Hanya rancu memilah sisa
Demikian menciut ketika membesar
Usia sebagaimana waktu
Hanya garis searah
Menuju tiada
Hanya kelabu pias
Di sisa rambut yang menipis
Usia sebagaimana batu pijakan
Hanya etalase rangkaian kegagalan
Di sela jalan curam prestasi
Usia sebagaimana waris
Hanya catatan panjang nasihat
Di khotbah saat tiada menyimak
Usia sebagaimana deret aritmetika
Hanya rancu memilah sisa
Demikian menciut ketika membesar
Usia sebagaimana waktu
Hanya garis searah
Menuju tiada
Senin, 13 Mei 2019
MATRA MALAM
Langit telah bersua malam
Bertukar peluk dan sentuhan
Berkabar teja temaram
Bintang dicantumkan pada kelam
Serupa peniti di daster gadis
Sedikit bercak kabut susu jadi pemanis
Gelap menjaring bumi yang miring
Hingga terangkap menjadi waktu
Hanya angin yang tetap berdesir
Terasing sebab selisihi malam
Bulan laksana cakra Syiwa
Dan aku sendiri sebagai punguk
Bertukar peluk dan sentuhan
Berkabar teja temaram
Bintang dicantumkan pada kelam
Serupa peniti di daster gadis
Sedikit bercak kabut susu jadi pemanis
Gelap menjaring bumi yang miring
Hingga terangkap menjadi waktu
Hanya angin yang tetap berdesir
Terasing sebab selisihi malam
Bulan laksana cakra Syiwa
Dan aku sendiri sebagai punguk
Minggu, 12 Mei 2019
LAPAR
Seperti tikus sawah membuat gorong-gorong di usus yang merana
Lalu mengisi dan memenuhi segenap sarang dengan udara kosong yang menyesakkan
Kemudian melepaskan semua cindil dari rahim yang membusung besar
Antri satu per satu keluar dan basah
Tergeletak di kehangatan liang yang kering
Lapar, haus, lemas, malas, itulah semua nama cindil berdasar urutan puting susu bunda
Semua berbaring menutup mata
Berpelukan dan berwarna merah muda durjana
Para cindil tenang mengulum mimpi
Bunda tikus keluar liang mencari makan Mengisi tetek agar penuh kembali
Dimakannya semua yang bisa dimakan
Kertas, kayu, beras, paha ayam, ekor kucing, tulang ikan, bahkan racun tikus dan dosa
Dengan perut gembul, bunda masuk ke liang kering
Dimana para cindil tergeletak
Sambil terlentang, dengan pentil susu bengkak seperti udun
Diraupnya semua cindil di atas perut dan dada
Berbarengan dengan rakus dan lahap mereka menyedot segenap saripati kehidupan
Lalu mengisi dan memenuhi segenap sarang dengan udara kosong yang menyesakkan
Kemudian melepaskan semua cindil dari rahim yang membusung besar
Antri satu per satu keluar dan basah
Tergeletak di kehangatan liang yang kering
Lapar, haus, lemas, malas, itulah semua nama cindil berdasar urutan puting susu bunda
Semua berbaring menutup mata
Berpelukan dan berwarna merah muda durjana
Para cindil tenang mengulum mimpi
Bunda tikus keluar liang mencari makan Mengisi tetek agar penuh kembali
Dimakannya semua yang bisa dimakan
Kertas, kayu, beras, paha ayam, ekor kucing, tulang ikan, bahkan racun tikus dan dosa
Dengan perut gembul, bunda masuk ke liang kering
Dimana para cindil tergeletak
Sambil terlentang, dengan pentil susu bengkak seperti udun
Diraupnya semua cindil di atas perut dan dada
Berbarengan dengan rakus dan lahap mereka menyedot segenap saripati kehidupan
Kamis, 09 Mei 2019
SIKLUS KERING
Kering adalah angin
Sebagai pertanda arah
Kemarau menyimpan desau
Tentang kabar langit
Kembang randu kembang mangga
Lebah madu mengembara
Bediding dingin menyimpan gigil
Birahi putik menanti mempelai
Dalam asmara yang bisu
Barat adalah perantara rindu
Benang sari mengurai hasrat
Lewat bisik pembawa kabar
Sebagai pertanda arah
Kemarau menyimpan desau
Tentang kabar langit
Kembang randu kembang mangga
Lebah madu mengembara
Bediding dingin menyimpan gigil
Birahi putik menanti mempelai
Dalam asmara yang bisu
Barat adalah perantara rindu
Benang sari mengurai hasrat
Lewat bisik pembawa kabar
Rabu, 08 Mei 2019
ORDO LEBAH
Lebah
Pendeta prajurit
Berdestar kuning hitam
Dengan sayap dan sengat
Terbang mengkhotbahkan cinta
Ke tempat dimana batas siang dan malam hilang
Menari puja bagi para hamba
Di segenap penjuru dataran berbunga
Mendatangi setiap benang sari yang menaruh nektar di altar
Sebagai persembahan bagi ritual persatuan lingga yoni
Menghisap manisnya sebagai sakramen pernikahan
Menebar serbuk sari yang merindu
Menggenapi takdirnya sebagai perantara
Menikahkan atas nama cinta dengan putik yang birahi
Menjadikan waktu sebagai saksi bulan madu
Dan angin sebagai penyempurna nikmat
Hingga putik buah perlahan membesar dan bahagia
Sedang ranting tak ubah tetek ibu
Menyusui buah muda hingga genap usia
Pendeta prajurit
Berdestar kuning hitam
Dengan sayap dan sengat
Terbang mengkhotbahkan cinta
Ke tempat dimana batas siang dan malam hilang
Menari puja bagi para hamba
Di segenap penjuru dataran berbunga
Mendatangi setiap benang sari yang menaruh nektar di altar
Sebagai persembahan bagi ritual persatuan lingga yoni
Menghisap manisnya sebagai sakramen pernikahan
Menebar serbuk sari yang merindu
Menggenapi takdirnya sebagai perantara
Menikahkan atas nama cinta dengan putik yang birahi
Menjadikan waktu sebagai saksi bulan madu
Dan angin sebagai penyempurna nikmat
Hingga putik buah perlahan membesar dan bahagia
Sedang ranting tak ubah tetek ibu
Menyusui buah muda hingga genap usia
SYARIAT THARIQAH HAKIKAT MAKRIFAT
Akal membedah laku
Terjamah syarat tersurat
Batu pijakan sejarah
Rambu bagi ragu
Serupa suar di atas karang
Diam dan mengawasi
Menunjuk arah
Memecah gelombang
Jalan tiada lurus
Naik dan turun
Dimana mata tertambat
Segala pandang tersurat
Mata sebagai kompas
Selalu menunjuk kutub
Serupa atahiat
Selalu menunjuk satu
Hakikat bagai inkarnasi perawan
Telanjang tanpa benang
Lekuknya ukir indah
Bau tubuhnya merangsang
Hati tenggelam dalam asmara
Segenap indera kepayang
Candu bagi jiwa terlunta
Menghayati lakunya rindu dendam
Segenap akal budi
Seluruh indra tujuh lubang
Kesadaran primitif
Kakang kawah adi ari-ari
Jalan tanpa kembali
Keindahan hakiki
Mabuk dalam cinta
Manunggaling kawula Gusti
Terjamah syarat tersurat
Batu pijakan sejarah
Rambu bagi ragu
Serupa suar di atas karang
Diam dan mengawasi
Menunjuk arah
Memecah gelombang
Jalan tiada lurus
Naik dan turun
Dimana mata tertambat
Segala pandang tersurat
Mata sebagai kompas
Selalu menunjuk kutub
Serupa atahiat
Selalu menunjuk satu
Hakikat bagai inkarnasi perawan
Telanjang tanpa benang
Lekuknya ukir indah
Bau tubuhnya merangsang
Hati tenggelam dalam asmara
Segenap indera kepayang
Candu bagi jiwa terlunta
Menghayati lakunya rindu dendam
Segenap akal budi
Seluruh indra tujuh lubang
Kesadaran primitif
Kakang kawah adi ari-ari
Jalan tanpa kembali
Keindahan hakiki
Mabuk dalam cinta
Manunggaling kawula Gusti
Senin, 06 Mei 2019
BUNGA
Ketika cinta birahi mawar merah
Durinya menusuk setiap duka
Wanginya liar meratapi lebah
Sebab kelopaknya telah mekar
Kuncup melati merayu terkasih
Melepas wangi putih kekasih
Ketika gairah telah madu
Segenap bunga menebar kasih
Ranting menjalin hijau suka
Seperti perangkap menggapai cinta
Kupu dan lebah menari rindu
Terpana kecup melati malu
Kemanapun bunga menghilang
Wanginya tiada lama merebak
Warnapun memeluk tanah
Sebagai terasing di ruang kenang
Durinya menusuk setiap duka
Wanginya liar meratapi lebah
Sebab kelopaknya telah mekar
Kuncup melati merayu terkasih
Melepas wangi putih kekasih
Ketika gairah telah madu
Segenap bunga menebar kasih
Ranting menjalin hijau suka
Seperti perangkap menggapai cinta
Kupu dan lebah menari rindu
Terpana kecup melati malu
Kemanapun bunga menghilang
Wanginya tiada lama merebak
Warnapun memeluk tanah
Sebagai terasing di ruang kenang
PUSING
Pusing menerjang dan menikam
Lewati kelopak yang silau pukau
Sesaki rongga otak
Menusuk hingga berdenyut
Serupa jarum menisik robek
Seribu kunang-kunang di pelupuk
Dahi berkerut mencerna nyeri
Pelipis mengalir sejalur peluh
Mata perih pejam temaram
Pikiran direnggut dan dibuang
Nafas perlahan panjang
Kembalikan jagad Alit pada cakra
Lewati kelopak yang silau pukau
Sesaki rongga otak
Menusuk hingga berdenyut
Serupa jarum menisik robek
Seribu kunang-kunang di pelupuk
Dahi berkerut mencerna nyeri
Pelipis mengalir sejalur peluh
Mata perih pejam temaram
Pikiran direnggut dan dibuang
Nafas perlahan panjang
Kembalikan jagad Alit pada cakra
Kamis, 02 Mei 2019
DI MASJID
Kipas tergagap menangkap angin
Shaf memadati segenap ruang
Meletakkan khusyu di atas sajadah
Imam membaca dan bernyanyi
Ma'mum dengan pikirannya sendiri
Sujud menggelar harapan
Peluh mengalir di pelipis
Manunggaling kawula Gusti
Imam merintih dan menangis
Ma'mum diam dan menanti
Bersimpuh di bawah kubah
Mata menghujam titik
Salam mengawali kegaduhan berjama'ah
Shaf memadati segenap ruang
Meletakkan khusyu di atas sajadah
Imam membaca dan bernyanyi
Ma'mum dengan pikirannya sendiri
Sujud menggelar harapan
Peluh mengalir di pelipis
Manunggaling kawula Gusti
Imam merintih dan menangis
Ma'mum diam dan menanti
Bersimpuh di bawah kubah
Mata menghujam titik
Salam mengawali kegaduhan berjama'ah
Rabu, 01 Mei 2019
NYEKAR
Sore mulai menanggalkan sisa terik
Kamboja memayungi makam dan sekitar
Dengan buah tangan kembang setaman
Mencangking silaturohim
Kijing tempat rebahmu sedikit menyisih
Dekat rumpun betung yang merintih
Sebab angin berbisik di sela daun
Serupa dongeng pengantar tidur
Jongkok di samping ranjangmu
Lirih uluk salam. Maaf jarang sua
Kembang setaman kutebar rata
Sebagai peluk kangen pertemuan
Kita berdialog intens dalam diam
Sambil menunduk kuutarakan rindu
Juga cerita sehari-hari di rumah
Hingga airmata mengakhiri ucap
Tanganku mengelus nisan, mesra
Berbisik kuucapkan selamat tinggal
Janji tahun depan bertandang kembali
Membawa cerita lain dan rindu yang sama
Kamboja memayungi makam dan sekitar
Dengan buah tangan kembang setaman
Mencangking silaturohim
Kijing tempat rebahmu sedikit menyisih
Dekat rumpun betung yang merintih
Sebab angin berbisik di sela daun
Serupa dongeng pengantar tidur
Jongkok di samping ranjangmu
Lirih uluk salam. Maaf jarang sua
Kembang setaman kutebar rata
Sebagai peluk kangen pertemuan
Kita berdialog intens dalam diam
Sambil menunduk kuutarakan rindu
Juga cerita sehari-hari di rumah
Hingga airmata mengakhiri ucap
Tanganku mengelus nisan, mesra
Berbisik kuucapkan selamat tinggal
Janji tahun depan bertandang kembali
Membawa cerita lain dan rindu yang sama
QUALITY TIME
Di meja teh masih separuh
Dan es campur mengembun
Lilin meleleh perlahan
Piring tetap tengkurap
Sendok garpu diam
Serbet bersedekap rapi
Setelah saling lempar tanya
Bertukar senyum
Waktu tetap berdetak
Sekian diam berlalu
Suasana bergegas kaku
Lengan memangku dagu
Diambil gadget dari saku
Karena lengang harus mati
Berkabar pada handai
Mata menatap jari menari
Sahabat sebagai huruf
Di hadapan adalah bayang
Pelayan tiba hidangan datang
Gadget diletakkan dalam jangkauan
Mulut hanya sibuk mengunyah
Dan es campur mengembun
Lilin meleleh perlahan
Piring tetap tengkurap
Sendok garpu diam
Serbet bersedekap rapi
Setelah saling lempar tanya
Bertukar senyum
Waktu tetap berdetak
Sekian diam berlalu
Suasana bergegas kaku
Lengan memangku dagu
Diambil gadget dari saku
Karena lengang harus mati
Berkabar pada handai
Mata menatap jari menari
Sahabat sebagai huruf
Di hadapan adalah bayang
Pelayan tiba hidangan datang
Gadget diletakkan dalam jangkauan
Mulut hanya sibuk mengunyah
Langganan:
Postingan (Atom)
ANAK
Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...
-
Malam itu hanya ada gerimis Tak ada teman yang lain Bayi suci menangis di gendongan. Lapar Sedangkan tete ibunya kempes Malam itu kudus Kar...
-
Lusi di langit dengan hati (dalam) perjalanan ke pusat hati (dan) mengetuk pintu hati (ucapkan) selamat datang ke hatiku Seseorang di dalam ...
-
Saat itu malam hanya butuh istirahat Tiba-tiba hujan mengerubunginya Suaranya liar dan menggelegar Seperti langit akan runtuh Pohon ketakuta...