Kamis, 30 April 2020

BURUH TANPA TANDA JASA (i)

Buruh dimana waktunya diperah
Gajinya digerogoti kredit
Makan siang tergesa di kantin
Pulang kerja lewati pemeriksaan
(Seluruh tubuh diraba hingga geli)
Dan gerbang besi yang menatap dingin

Buruh ketika menghempas lelah di kontrakan
Setelah mencapai kuota produksi
Shift malam dan secangkir kopi sachet
Mesin yang terus muntahkan keuntungan
Mata merah lelah mengawasi

Libur, serupa kandang penangkaran birahi
Dengan bau feromon kodian
Dan semua aksesoris kredit
Gadis adalah bunga dengan putik matang
Buruh sebagai lebah pembawa serbuk sari
Berdua di taman kota sambil menikmati jajan kaki lima

Kontrak, sebagai hakim
Abah di lembur menjual sapi
Emak gadaikan mas-masannya
Mandor dibujuk
Hadiah dilungsur
Dengan harapan tetap menjadi buruh
Asap cerobong pabrik tetap hitam menuju langit biru

BLUES YANG SAMA (Setiap malam)

Leher gitar dicekiknya dengan jari-jari encok
Dipetiknya setiap senar, bunyinya duka yang lapar
Semua tumpah ruah menjadi deretan not-not tanpa daya
Ketika suara erangan keluar dari tenggorokan luka
Hanya amarah yang dimuntahkan
Terjerambab dalam kenangan kampung halaman

Dia bergumam murung tentang kasih tak sampai
Kampung yang ditelan kemiskinan
Sedang jauh di ujung sepi, gitarnya melengking. Mengaduh
Menangis, menyanyikan peruntungan dalam nada sedih dan lambat

Sampai pada puncak lagu
Syair kehilangan kata
Hanya senandung lembut penyesalan yang dalam
Pedih yang merepih

Rabu, 29 April 2020

MELIHAT ORANG BERMAIN GITAR

Jari itu fasih menata not
Menanti gilir ditabuh
Di bibir senar, nada bergelantungan
Antri bersuara lirih

Mimik wajahnya kiasan
Emosi segenap nada
Tangis sebagai petikan kelu
Tertawa serupa rancak flamengo

Ketika lagu mencapai kulminasi
Laku menggapai hati
Manunggal menjadi denting
Melebur menjadi hening

Not terakhir telah senyap
Gitar tinggal membisu
Dilepasnya pelukan birahi
Salam bagi pemilik rindu

Selasa, 28 April 2020

MUSIK DARI KAMAR TETANGGA

Suara penyiar sayup sampai
Lewati jendelaku bersekat kawat nyamuk
Sebuah jingle iklan berkumandang
Bersama sinar matahari menari

Setelah banyak nama terlontar
Sebuah lagu mendatangi kamar
Iramanya menggamit rindu
Melompati tembok menggapai kupingku

Tiba-tiba lagu hilang ditelan angin
Aku terhenyak lamunanku terhempas
Kalimat motivasi dimuntahkan
Aku hilang paham terdiam

Jumat, 24 April 2020

KETIKA DADU DILEMPAR

Sebagian orang meletakkan semua taruhannya di malam qodar
Ketika Tangan Sang Maha Bandar melemparkan dadu nasib
Dengan harap cemas mereka berdoa, berdzikir, memohon dan minta ampun
Sebab kemenangan malam itu adalah modal berniaga untuk setahun ke depan
Sebab kemenangan malam itu seharga kelipatan seribu bulan

Sebagian lagi membagi taruhannya dan menaruh di beberapa nomor
Sedikit di 20 malam pertama
Sedikit di 10 malam terakhir
Sedikit di solat malam
Sedikit di sodaqoh
Sedikit di malam qodar
Sedikit di baca quran
Sedikit di dzikir
Hingga ketika dadu dilempar ia tetap mendapatkan kemenangan
Sebab taruhannya yang sesuai dadu dilipatkan bayarannya oleh Sang Maha Bandar sebanyak tujuh ratus kali

Seperti semua pertandingan yang paling meriah adalah penonton
Ketika dadu dilemparkan ke kalangan oleh Sang Maha Bandar
Penontonpun menahan nafas menanti hasil lemparan dadu
Dadu diam dan hasil terlihat serta merta penonton berteriak girang
Riuh rendah euforianya melebihi pemain yang mendapatkan nomornya menang
Dan ketika taruhan yang menang dibayar
Penonton balik badan dengan tangan kosong

Rabu, 22 April 2020

BERNIAGA

Musim berdagang telah tiba
Modal yang kutanam berserakan
Di ruas bambu betung
Di bawah bantal kumal
Bahkan di lipatan kerut mata lelah

Sebagian kujajakan ditemani dingin malam sepertiga
Dentang piring dan sendok
Hirupan kopi tubruk
Menanti subuh dengan kantuk
Dan berkumpul di ruang tengah bersama kehangatan keluarga

Siang, ketika matahari ikut berdagang
Kita berbagi lapak untuk dipamerkan
Tidak perlu kantuk untuk menawar
Sebab lapar dan haus diobral murah
Agar cepat laku disaut burung kepodang

Dagangan hampir habis ketika sore meradang
Tersisa sedikit lemas untuk dijual
Ada bau mulut sebagai bonus
Lantunan kitab suci adalah kumur terwangi
Dan lapak mulai dikemas senja

Dug.... dug.... dug, bedug maghrib terasa manis
Bertalu di perut membasahi kerongkongan
Di luar teja bertasbih khusyu
Bersujud bersama matahari
Mengantar bayaran semua dagangan siang

Dagangan untuk esok dikemas malam
Bersama maupun sendiri menghiasnya agar cantik
Sebelum naik ke peraduan
Semua disimpan rapi dan teliti
Agar tiada yang rusak hingga mengurangi nilainya

Minggu, 19 April 2020

HABIS TERANG TERBITLAH GELAP

Aku yang menentukan arah takdirku
Kudaki puncak pengetahuan
Kuselami palung keingintahuan
Kujelajahi setiap sudut dunia
Bertualang di kubangan birahi
Berdebat bagi cipta rasa karsa
Memuaskan segenap indera
Mengejar ketertinggalan gender
Membuang rendah diri
Bersaing merebut masa depan
Meraih supermasi
Menggantung harga diri setinggi langit

Mbok,
Janganlah engkau bicara kodrat
Pernikahan dan beranak
Berbakti pada suami
Sebab itu mengkhianati arah takdirku
Menampar harga diri
Dan usiaku telah tergelincir dari lohor
Ampuni aku Mbok anak perempuanmu yang tidak berbakti

SEPERTIGA MALAM

Ya Tuhan....
Siang tadi aku telah mengerjakan seluruh PR Mu
Eh, sebagian....
Ehem, sedikit.... deng!!!

Matahari menjadi saksi
Kukerahkan semua tenaga orang di sekitar
Kuperas setiap keringat
Kukerenyitkan kening hingga kerut tua
Agar segenap pikir muslihat dan strategi memenangkan

Memenangkan setiap rejeki yang lewat bersliweran
Mendapatkan segenap harapan dan keinginan yang berkarat di hati
Memuaskan semua nafsu yang dikandung

Maka malam ini aku bangun untuk menagih
Disaksikan bintang timur dan sajadah merah
Aku minta semua hajat dan krentegku kabul
Kekayaan, kesehatan, kekuasaan
Pemuasan semua nafsu badani

Karena aku telah memohon meminta berdoa
Bersujud berdzikir bermunajat
Aku minta padaMu Tuhan
Agar mau bekerja untukku
Menjadi mesin rejekiku
Menjadi obat kesehatanku
Menjadi alat kemenanganku
Menjadi pembawa sarana pemuas nafsu hewaniku

Jika perlu Kau kupekerjakan sebagai Asistenku
Sebagai Pengawalku
Sebagai Salesku
Sebagai Budakku
Sebagai Pesuruhku
Sebagai Pegawaiku

Demikian doa ini aku aku panjatkan di malam hening
Ketika sedekat urat nadi
Ketika mahluk sebagian besar terlelap
Segala puji bagiMu
Solawat dan salam pada Baginda Rasul
Amin.... amin.... amin....

Sabtu, 18 April 2020

SIKLUS

Titik nol kehidupan itu bernama pernikahan
Dengan saldo tabungan di buku nikah
Sebanyak doa dipanjatkan
Dan resepsi yang tumpah ruah

Tangisan telah kehilangan kodrat
Gendernya tidak dikenal
Dengan adat sebagai jubah kebesaran
Saudara menjadi saksi berjuta bintang

Kemudian tahun dirajut dengan aneka
Warnanya merah amarah dan sukacita
Suaranya gaung sedu sedan hingga rintihan
Ketika menengok ke belakang selembar kain bermotif cinta terhampar

Kamis, 16 April 2020

SAWAH SEHABIS HUJAN

Sisa hujan masih dingin
Warna lembab jua
Sriti terbang tergesa
Mengejar serangga
Diterangi senja
Mengisi tembolok
Untuk liur

Padi lekat di tanah
Daunnya telah tua
Bulirnya kotor
Mendung menggantung
Menahan beban hujan
Disangga teja
Hingga temaram tenggelam

Air di rumput
Menempel di daun turi
Basahi lanjaran kacang
Di sekujur pohon mangga
Mendekap angin
Lembab dan becek
Bercampur tanah

Selasa, 14 April 2020

TUTUPLAH PINTU GERBANG

Tutup saja gerbang itu
Sebab cinta tidak melintas
Jangan biarkan rodanya berderit
Menanti lengan menariknya dari waktu

Adalah malam yang menegaskan gerbang pada rindu
Hingga catnya kelupas dan melahirkan karat
Bahkan kabarnya pun serupa angin lalu
Hanya berhembus sepoi lewati mimpi

Tutup saja gerbang itu
Sebab orang asing bisa mengintip ke dalamnya
Dan hati yang durjana putih mata
Memanggul serakah lewati batas

Senin, 13 April 2020

MENGAPA UNGGAS

Industri mulai dari pikiran
Keseimbangan permintaan penawaran
Nyawa menjadi komoditas
Mesin penggerak pertanian

Peternak sebagai pelengkap penderita
Memesan bibit hingga penat
Ketika kandang hitungan waktu
Bibit dan harga bertolak belakang

Memelihara adalah perjuangan hidup mati
Ketika pakan adalah puncak gunung
Dan panen serupa palung laut
Keuntungan hanya senilai keringat

Minggu, 12 April 2020

PANEN

Padi tak pernah merdeka
Akarnya telah lama dikebiri
Seluruh tubuhnya adalah rekayasa

Tanah besekongkol dengan petani
Hanya membiakkan racun dikandungnya
Seranggapun dilarang mendekat

Selama hidupnya yang tragis dan pendek
Padi diguyur hujan digoda angin dan diterpa panas
Hingga akhirnya bunting

Panen adalah pemenuhan takdirnya
Jerami dibiarkan menumpuk dan layu
Gabah digiling menjadi racun bernama beras

KEMANAKAH CERITA

Sekedar membuka buku
Kertasnya tipis dan bolong
Lapuk dimakan kutu
Di tengah halaman
Seekor kecoa mampus
Tertimbun kata-kata yang belum dimamah
Perutnya besar dan pecah
Dan mengalir huruf-huruf  nista
Bercampur lendir dan nanah
Membentuk kubangan
Menenggelamkannya ke dasar
Karam menjadi tanpa arti
Tanpa akhir

Kamis, 09 April 2020

AKHIRNYA ISYA

Ketika itu yang mbaurekso bangun dari mimpinya
Suara adalah malam yang kian silam
Kepak sayap kelelawar bersinggungan dengan dedaunan
Lampu berkedip di setiap kaca rumah
Mengusir gelap keluar dari kenyamanan
Menggebahnya ke pelosok kebun
Mengundang serangga sebagai altar kematian

Adik digendong emak di amben
Mulutnya mengecap tetek
Tangannya menggerayangi renda daster
Matanya, bening, mengantuk
Memandang terpana bibir emak yang bergumam
Senandungkan lagu tentang malam yang lelap

Suara anak kecil melantunkan pujian
Dengan logat medok dari pengeras surau
Menanti mbah modin menuju pengimaman
Dengan nyaring mengetuk setiap pintu
Uluk salam pada bulan yang pucat
Menyibak malam beraroma angin lembut

Pria dengan kopiah dan sarung
Wanita mengenakan mukena putih
Berjalan ke satu arah. Kiblat
Di beranda surau melewati bedug
Mereka terpecah dan berpisah
Ke kiri dan kanan melewati pintu nasib yang kelupaan
Membentuk barisan dan doa
Gelisah menanti aba-aba mbah modin

Abah pulang dari sawah
Habis memeriksa pematang dan gili-gili
Kakinya dilumasi lumpur
Paculnya dipanggul di bahu
Sejenak beristirahat di amben beranda belakang
Menyapih keringat dan kering
Lalu masuk ke jeding diterangi teplok
Membersihkan diri

Keluar dari jeding rambutnya basah
Pakaian telah berganti singlet dan kolor
Langkahnya perlahan menuju kamar utama
Di dalam, emak tetap menggendong adik di amben
Mulutnya tidak lepas dari pentil dan matanya telah meram

Baju koko dan sarung di gantungan diambil lalu dipakai
Digelarnya sajadah menghadap tembok
Dengan khusyu kedua tangannya diangkat. Bertakbir
Abah sholat isya sendiri

Senin, 06 April 2020

ASAR BERAMAI

Bayangan rebah lebih sepenggalah
Pengeras berteriak memanggil
Orang merayap dari sekujur sawah
Bentang lapang rumput teki
Sisa jerami padi mengering
Berduyun lelaki perempuan bertudung
Berjalan membuntuti matahari
Bergerombol kambing dengan klenengan di leher
Berjalan menyusuri sore
Desa yang sibuk dengan hiruk pikuk

Keriaan terjadi di kandang
Tumpukan jerami sisa panen pertama
Bongkokan rumput segar
Anak sapi berloncatan dengan riang
Gerombolan kambing minum dari palung yang sama
Cempe menetek dengan semangat
Ayam berkejaran hendak kawin
Suaranya ramai memenuhi

Di pawon harum kopi bercampur sangit kayu bakar
Bersatu menjadi aroma cinta
Suara minyak panas di wajan
Baunya bersatu dengan kepulan kopi
Dan pisang goreng berwarna kuning
Kudapan sore pelepas lelah

Satu dua langsung bergegas mandi dan bersuci
Setelah berseragam sarung dan kopiah mereka berjalan
Saling berkejaran dengan qomat
Menuju surau di tengah dusun
Untuk berbaris di belakang imam
Dan mengusik lengang dengan takbiratul ikhram

PADA SUATU LOHOR

Lohor sedikit miring seperti kepala termangu
Jika kemarau kerontang dan rendeng mengusik
Pengeras suara mendongak sambil berteriak
Memanggil mengajak mengajuk

Di mushola muadzin sholat sunah
Kemudian menjangkau qomat
Lalu berdiri di pengimaman
Menjadi imam sekaligus ma'mum

Matahari kian miring dan bayangan lebih panjang
Pintu mushola dikunci
Burung sriti terbang keluar masuk
Daun jatuh berbaring di beranda angin

Minggu, 05 April 2020

SUBUHKU SENDIRI

Adzan kompak berteriak 
dari langgar hingga jauh
Mengusik jiwa dingin yang lelah

Mataku perlahan membuka
Mencoba berkompromi dengan cahaya

Ku tatap jam yang bertengger di tembok
Ah, masih ada sedikit waktu

Ku pejamkan mata sebentar
Menanti qomat menggamit sholat

Assholatu khoirum minan nauum
Dan aku terbangun tergopoh setelah matahari

Dengan gontai kaki mencapai sandal
Di jeding aku pipis dan berwudhu

Ayam berkotek di tarangan menjadi makmum

MAGHRIB DI RUANG TENGAH

Lampu belum dinyalakan
Ruangan gelap hingga di pojok pikiran
Dari langgar adzan menggamit lamunan
Mengajak dan mengajuk

Malam turun lewat teritis
Seperti daun jatuh. Lembut
Berhenti di kaca jendela
Mengintip ke dalam ruang hati

Cahaya lampu mengusik
Menelisik temaram diantara perdu
Serangga terbang menerjang
Ayah berangkat ke langgar

Kamis, 02 April 2020

LAPAR

Hari ini aku lapar sekali
Tausiah pagi tidak mengurangi
Ditambah dahaga lagi
Padahal kantuk masih menyimpan sihirnya

Berita pagi dipotong dan disajikan
Dibumbui senyum manis
Bau pesing kamar mandi
Sebagai kudapan menanti sego pasar

Dari dapur datang kopi tubruk beraroma gosip
Si mbok berkain kebaya dengan nampan
Mulutnya penuh mengunyah sirih bako
Dan sepiring ubi rebus

Nasi pincuk dan segala kemesuman pasar
Satu kaki naik menopang lapar
Dikecapnya segala kerakusan. Jasmani dan rohani
Dan perut terisi sumpah serapah

Rabu, 01 April 2020

DI RUANG TENGAH

Ruang itu selalu hangat
Pertemuan celoteh dan sinar matahari
Siang yang panas kopi tubruk
Dan malam birahi sunyi

Meja kursi beralih fungsi
Remahan makanan dan ucapan
Adik ngompol di lantai
Televisi muntahkan iklan

Gosip sebagai nyawa ruangan
Dosanya dikunyah bersama
Ada keriaan di hati semua
Sebab kita lebih benar dari sekedar ucapan

Lalat membawa masuk siang yang terik
Juga bau sampah yang menggigit
Angin mempersembahkannya
Sebab dia adalah satu kandungan

Semua kata dan emosi yang memenuhi ruang
Juga kehangatan tarikan nafas
Keluar bebas menemui udara
Mengalir lewat lubang ventilasi

Ketika malam telah lelah
Ketika hanya ada berburu dan diburu
Tangan menepuk semua
Cicak makan dengan lahap

Ah, tegukan kopi terakhir
Bercampur dengan sedikit ampas di tenggorokan
Ruang tengah telah sendiri lagi
Kumatikan lampu kunyalakan mimpi

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...