Minggu, 30 Agustus 2020

DOA UNTUK CUCU

Di lantai dingin kamar
Duduk ditopang kantuk
Tangan kutengadahkan pada malam
Mata terpejam ngalap khusyu'
Hati mulai meratap berdoa mengajuk

Yaa Rabb, hamba mohon minta dan berdoa padaMu
Berikanlah kesehatan keamanan keselamatan pada janin yang dikandung badan
Catatkan rejekinya melimpah barokah
Sehat bagus sempurna lahir batin
Cerdas jiwa raga

Jika cucuku lelaki
Akan kupastikan kaki kecilnya menginjak tanah. Kering maupun lumpur
Tangannya memetik buah muda di halaman tetangga
Langkahnya mengeksplor lingkungan
Tangannya bermain hingga kuku hitam
Dengkul luka tergores sebab jatuh ketika berlari
Baju kotor bercampur keringat dan debu
Wajahnya berseri merah terpapar matahari
Mengadu jangkrik menggigit rumput
Mencari telur puyuh di semak
Terperosok di galangan sawah
Menangkap yuyu dan memancing di parit
Belajar menerbangkan layangan hingga layangannya hancur
Sedikit judi dengan kelereng dan gambar
Mencoba pentol aci jika lapar di lapangan
Minum segelas beramai dengan temannya
Bersepeda di jalan gang komplek
Bermain sepak bola sambil menanti maghrib

Tidur siang? Sepertinya tak perlu
Sebab kamar hanya bagian kreativitas
Tembok digambar
Mainan dijejer berbaris
Naik terali jendela
Loncat dari tempat tidur
Sedangkan aku hanya tidur kelelahan hingga sore

Jika cucuku perempuan
Setelah dimandikan bersih oleh ibu
Dibedaki serupa dakocan
Rambut dikuncir dua
Ia menarik tanganku
Mengajak ke taman samping rumah
Dan menyuruhku duduk diam di teras

Diambilnya mainan untuk masaknya
Dipetiknya bunga dan daun dari taman
Dipungutnya pecahan bata dan genting
Dan batu untuk mengulek

Ia bertanya aku pesan apa
Kujawab makanan kesukaannya
Lalu dengan terampil ia memotong daun dan bunga
Juga rumput
Ditaburi dengan bubuk bata. Sambal katanya
Lalu disodorkan padaku sambil mengatakan harganya
Sambil pura-pura merogoh kantung
Ku bayar masakannya dengan kertas

Dia menatapku tanpa kedip
Menanti suapan dan pujian
Aku mengunyah perlahan. Menikmati
Lalu kusorongkan jempol ke hidungnya.
Dia tersenyum

Hujan meratapi bumi
Rumah terkurung
Cucuku mengambil tas mainan dokternya
Lalu menarikku untuk bermain dengannya
Direbahkan aku di dipan dekat pawon
Diambilnya stetoskop plastik berwarna pink
Kepalaku diperiksa dan ditempeli stetoskop
Mulutku disuruh buka
Lalu memegang dada dan perutku

Aku gemas
Langsung kucium pipinya
Dia ngomel, masa dokter dicium, katanya
Aku hanya tersenyum mafhum

Diambilnya buku lalu ditulis dengan pensil
Huruf sandi paku sebagai resep
Diberikannya padaku
Mulutnya yang mungil ngoceh
Cuci tangan, minum susu
Tidur siang, makan masakan mama

Jika laki dan perempuan, kembar? 
Ah, itu cerita lain lagi
Membayangkannya pun belum

Yaa Rabb, kabulkanlah.... 
Sholawat dan salam untuk utusanMu dan ahli baitnya
Segala puji bagi Rabbku

Lalu kedua telapak tangan diusapkan ke muka
Dan bersender di tembok
Menanti subuh

CATATAN USIA

Usia hanyalah deretan angka
Merangkap rindu dan sejarah
Juga sidik jari kenangan

Usia sebagai catatan janji
Memberi silang bagi tahun lewat
Menebak batas waktu tersisa

Usia seperti impian semusim
Kadang memper lucid
Seringnya bunga tidur

Usia mengigau senja
Warnanya telah uban
Serupa tandan kering

Usia genap renta
Nikmat dikurangi demi hari
Hingga bersua ajal

DIALOG DENGAN JANIN

-Nyamankan tempatmu sementara
Sebagai bahan sari pati tanah

+Aku hanya sendiko dawuh
Ditiupkan olehNya di tempat yang kokoh

-Memang belum sempurna ketika semayam
Segumpal darah selapis daging
Belum sosok metamorfosa

+Tak apa, seiring waktu sempurna kejadian
Telah diwahyukan ketika alam kesunyatan

-Dari pori dinding perut lantunan segenap bunyi
Siaga pendengaran untuk menyerapnya
Sebahagian menenangkan hingga lelap
Kadang menambah pikir
Adakalanya jadi getir
Resapilah semua tanpa saring

+Tugasku hanya belajar menjadi hidup
Menjadi dengar
Menjadi sempurna ciptaNya
Menjadi peta di seluruh bawah sadar

-Uterus sebagai jembatan hidup
Dihubungkan oleh kasih ibu
Komunikasi satu arah dengan dunia

+Ketika di alam azali pengetahuan ditanamkan
Janji jika menjadi makhluk hanya tunduk pada Yang Satu
Jalan telah dibentang petanya
Hidup rejeki jodoh mati catatan pasti

-Bila demikian tumbuhlah dengan tenang
Ikuti waktu yang telah ditetapkan
Serap saripati dunia

+Waktu terbatas ini adalah persiapan
Dalam gelap gulita kita percaya
Hingga tumbuh menjadi ciptaan lain yang sempurna.

Ketika janin lengkap perangkat
Telah cukup hitung waktu
Dengan prihatin kepala merasuki garba

Sayup terdengar rintih ibu sembilu
Ketuban telah air. Pecah ratna
Tangan terampil merenggut nyaman

Pertama kali mata kecil silau lampu
Serentak ia memekik dan menangis keras
Sebab lupa pada janji azalinya

Sabtu, 29 Agustus 2020

KETURUNAN

Secarik kain ditenun tangan
Benangnya putih diselingi dosa eros
Sejumput doa sebagai aksentuasi
Menjadi lembaran yang terjaga

Dicelup berulang
Musik dan kitab suci
Dijemur oleh waktu
Menguatkan warna

Ketika tangis pertama menyapa dunia
Bahagia jadi renda kita
Diletakkannya dada subur
Diraihnya pentil kehidupan

Jumat, 28 Agustus 2020

BELAHAN JIWA

Jutaan kesatria dipancarkan dengan kuat
Berjubah zirah bertudung 
Bergerak cepat menyerbu perbentengan
Di balik hutan lindung

Medan padang Kurusetra
Penuh jebakan kematian
Korban bergelimangan
Gugur selaksa bunga

Di kaki benteng takeshi
Dikelilingi parit asam
Kesatria menyerbu laksana air bah
Berjatuhan sebagai Ratna

Gerbang telah rubuh
Kesatria utama masuk
Melepas zirahnya
Bersatu lingga yoni

KEKERABATAN

Stop kontak sebagai jembatan
Menghubungkan perawi hingga awal dan praktisi
Jika sanadnya menuju Gardu, hiwalah
Otomatis mencari sambungan lain

Selewat stop kontak adalah perantara
Dihubungkan oleh kabel sambung
Disampaikan lewat perangkat keras
Hingga sampai pada satu-satunya output

Demikianlah sejak leluhur hingga hari akhir
Kekerabatan tidak putus, sebab darah
Adat diturunkan sambung bersambung
Syara' ditanamkan sebagai ajar

Kamis, 27 Agustus 2020

PUJA CINTA AJAIB

Janin diukir di sebongkah harapan
Ketika itu lagu telah ilham
Ibu berbagi ruang dan waktu
Menganyam komposisi cinta

Berjalannya waktu, kehidupan hadir
Sebab makan dari mulut yang satu
Maka irama saling bertaut
Seperti emosi berpilin tiada putus

Sejak tubuh terpisah hingga dua
Kau nyaman dan aku selebihnya, demikian bunda
Sebagai isyarat dihisapnya jempol
Dan perut yang kian besar

Rabu, 26 Agustus 2020

CUCU

Sebagai seperempat sigaran nyowo
Darahnya menyimpan sanad tak putus
Hingga sampai pada lauh mahfudz
Terdaftar mutawatir pada akte kelahiran

Karena kode kromosom otomatis melebur
Sidik leluhur secara acak akan melekat
Dominan ataupun resesif
Serupa kakang kawah adi ari-ari

ASI dan vaksin adalah penguat repeater
Kasih sayang memberi aksentuasi
Pengetahuan dengan lembut dituang ke hati
Lewat musik dan kitab suci

DARAH DAGING

Keturunan direkayasa di tempat yang kokoh dan terjaga
Berbahan dasar sari pati lempung yang dipancarkan
Lalu pada hitungan empat puluh ditiupkan garis nasibnya

Ibu membopong bulan hingga sembilan
Mulai enek sampai pinggul
Tengadah tidur dan pipis berulang

Serupa sekolah setiap trimester terima rapor
Konsultasi dokter bercampur adat warisan leluhur
Pantangan tak masuk akal dan do'a harapan kitab suci

Cemas dan was was adalah hak sesepuh
Berusaha bijak namun nyinyir yang terucap
Hati tetap bahagia sebab darahnya mengalir

Selasa, 25 Agustus 2020

MENGAPA ANGIN

Mengapa angin datang begitu amarah
Suaranya geram menerjang
Genteng diobrak abrik
Debu ditiupkan ke mata

Pohon yang biasanya congkak
Punggungnya melengkung
Wajahnya hampir mencium tanah
Daun gemerisik menahan tangis

Pintu dan jendela dibanting
Beranda dikotori daun kering
Ternak di kandang gelisah ketakutan
Kucing melipat ekor di bawah meja

Ketika angin telah reda
Pohon masih gemetar
Orang keluar dari sarangnya
Menyingkirkan sisa amarah yang berserakan

Senin, 24 Agustus 2020

USAI

Usia memenuhi segenap takdirnya dengan menunggangi musim
Memang kadang ada perempatan untuk memilih arah
Jauh dekatnya takdir adalah waktu yang disepakati
Dan batasnya adalah maut sebagai garis akhir

Usia terkadang panjang hingga mirip tandan kurma kering
Sejarah menorehkan warna coklat keringnya
Dan buahnya yang tua mewarisi manis ketika di kecap

Usia jua angin yang semilir
Datangnya menyapa daun ranting dan pergi melepas jejak
Setidaknya memberi harapan kecambah

Usia dimana qadha qodar telah lengkap termaktub
Sebuah buku terbuka untuk dibaca dan dikaji

Usia sebuah catatan kebijaksanaan

CANGKIR

Secangkir kopi di meja tamu
Habis separuh karena sopan
Sisanya ampas bercampur kata
Mengendap menjadi basa basi

Sedikit kopi tumpah
Sebagian menemukan pisin
Sisanya melompat ke taplak
Mereka bosan dengan bicara

Sisa kopi diseruput
Mereka bersalaman
Bibir cangkir bau rokok
Dan sedikit ludah

SESAL

Rasa bersalah adalah sesak nafas
Menggantung hingga keringat dingin
Kata-kata sebagai kayu bakarnya
Hati dan pikiran tungku amarah

Percik api pertama 
Ucap ketus sumbunya
Gelap mata pendapatan
Lenyap kemudian tak berguna

Ketika bara telah sekam
Emosi hilang asap
Akal kembali sehat
Yang tertinggal hanya sesal

Minggu, 23 Agustus 2020

KAKI LIMA

Senja turun di trotoar
Pedagang dasaran
Makanan digelar

Malam sembilan telah larut
Toko-toko menutup pintu
Pedagang mengepung kaki lima

Pelanggan datang dari penjuru
Lesehan di tikar nikmati suasana
Sepincuk nasi pecel dan segelas teh

Pasangan gayeng sila bercengkrama
Segelas STMJ dan teh nasgithel
Jajanan sepiring tinggal separuh

Malam condong ke tengah dan dingin
Nasi dan mie goreng arang pilihan
Motor satu dua masih di parkiran

Hari telah bersua dini
Beca di depan warung kopi
Di meja wedang menanti pagi

Sabtu, 22 Agustus 2020

BECA DI GERBANG RUMAH SAKIT

Sejak matahari ia setia temani gerbang
Orang datang dan pergi menggenggam sakit
Di depan beca mereka menanti jemputan
Sedangkan ia duduk di jok menahan lapar

Rokok terakhir dibakar gemetar
Kopi pagi tak mampu menahan getar
Matanya menatap lalu lalang
Berharap pada penumpang

Seorang ibu menggendong tangis bayi
Menawar seharga setengah porsi
Dikayuhnya beca lambat-lambat
Membawa sarapannya sampai tujuan

Jumat, 21 Agustus 2020

SIMBIOSIS MUTUALISMA

"Mak, kalau pulang bawa oleh-oleh, ya!". Kata seorang anak kecil di depan pintu rumahnya. Rumah semi permanen berjendela kawat dan berpintu tripeks yang telah koyak lapisannya.

Matanya yang kecil berkaca-kaca menatap emaknya. Dari hidung peseknya mengalir ingus kental berwarna kehijauan. Perutnya yang buncit tidak dapat disembunyikan oleh bajunya karena kekecilan. 

Seorang wanita usia pertengahan tiga puluhan menganggukkan kepalanya. Tubuhnya sintal cenderung gemuk, dengan kulit hitam. Di lengannya ada tatto nama.

"Iya, tapi enggak udah ditungguin. Kalo ngantuk tidur aja. Nanti emak kalo udah pulang pasti bangunin." Timpal wanita itu sambil mengelus sayang rambut kemerahan anaknya.

Lalu ia melangkah mengikuti di belakang seorang lelaki kurus setengah umur yang mendorong gerobak. Gerobak berisi dagangan. Kopi sachet, mie instan. Gelas dan mangkok. Jerigen air dan kompor kecil beserta gasnya.

Selepas maghrib mereka akan mangkal di dekat lapangan bersemak tinggi. Dekat pangkalan ojek dan beca. Menggelar dagangannya. 

-------------------------------------------------------->>>

Telah sepuluh tahun aku tinggal bersama lelaki itu. Sepuluh tahun yang tidak dapat mengubah wajahnya. Wajah yang menyimpan sedih di kerutnya. Sepasang mata lelah berwarna merah keruh. Dan diamnya yang hampir serupa ritual jawaban. 

Pada mulanya aku dipertemukan dengannya di rumah kardus di bawah jembatan kota. 
Kami menempati ruang yang sama. Ruang yang kumuh dan bungkam. Hanya gerakan melipat kertas dan menata botol yang mengisyaratkan kehidupan. 

Sedangkan setiap malam, dengan rok pendek dan kaus tanpa lengan bertuliskan LOVE ME, aku mengais rejeki di jalan. Kalau sedang hoki, mobil menghampiri dan mengajak kencan. Kalau apes, anak puber yang masih bau susu ibu dengan uang receh, menawar sorga dunia.

Satu malam hujan turun berlama-lama. Aku gelisah sebab tidak ada uang. Rokok kretek tinggal sebatang. Perut lapar karena tidak bisa mangkal. 

Lelaki itu dalam diam, sambil makan nasi bungkus, menatapku. Ia tiba-tiba berdiri dan mendatangiku. Duduk di sebelahku dan membagi nasinya sebagian untukku. Sejak itu kami menjadi sekelamin binatang jalang yang saling meringkuk dan saling mengisi. Di atas tumpukan karton bekas. 

-------------------------------------------------->>>

Lelaki itu memarkir gerobaknya di tempat yang biasa. Setelah roda diganjal baru, dari atas gerobak diturunkan kursi-kursi dan bangku. Menyalakan kompor lalu menjelang air. 

Wanita itu membawa kardus-kardus ke balik semak. Ditatanya dengan rapi. Dicoba diduduki lalu diatur agar nyaman. Setelah itu dengan gontai ia mengambil gelas dan membuat kopi. Dibawanya kopi ke bangku di samping pohon. Sambil duduk dinyalakan rokok kretek dan dihembuskan asapnya ke langit. Kopi diseruput perlahan, lalu ia duduk termenung bertelekan pohon.

Satu dua tukang becak dan tukang ojek duduk dan memesan kopi. Dari toples di depannya, diambilnya rokok sebatang dan dinyalakan. 

Omongan ngalor ngidul menemani kopi yang tinggal separo. Seorang tukang ojek memesan mie rebus lalu duduk menanti.

Setelah kopi dan mie habis, orang-orang membayar belanjaannya masing-masing. Seorang berhutang, kopi dan sebatang rokok. Belum ada penglaris, katanya. 

Malam kian dalam, dingin semakin menusuk. Tiada seorangpun datang untuk sekedar ngopi atau beli rokok. Lelaki itu duduk termenung. Tatapan yang kosong memandang kejauhan. 

Dari tikungan, sebuah motor mendatangi. Di parkirnya motor di bawah pohon. Seorang lelaki kelar bertato mendatangi lelaki itu. Lalu duduk di bangku memesan kopi tubruk. Tangannya langsng membuka stoples dan mengambil sebatang rokok. 

Lelaki itu langsung membuat kopi pesanan lelaki kekar tadi. Tak lama kemudian kopi disajikan. Dalam hening angin malam, lelaki itu berkata, "maaf Bang, saya belum bisa bayar uang jaga. Habis penglarisnya baru sedikit. Sepi!".

"Haduh, kemaren udah kaga bayar. Sekarang kaga bayar lagi. Tekor bensin gua kalo begitu", ia ngomong lalu menyeruput kopinya. 

"Dari pada gua rugi, gua minta kelonan ama bini lu aja dah".

"Yaelah, Bang. Dari tadi aye belum penglaris babar pisan. Masa udah mau lo naikin aje. Tekor dong gue", kata wanita itu sambil melempar puntung rokoknya ke jalan.

Lalu tangannya menggapai si lelaki kekar. Mengajaknya ke balik semak. " Tapi ini bayaran yang kemaren ama hari ini ya. Jadi lunas", lanjut si wanita. 

Di balik semak terdengar rintihan dan teriakan birahi. Lelaki itu diam membeku menjaga dagangannya. 

--------------------------------------------------->>>

Sudah sekian lintasan mentari kami bersama hidup. Siang mengumpulkan sampah. Malam dia melipat kertas dan kardus, lalu menumpuonya dengan rapi. Botol disusun agar tidak menghabiskan tempat. Sedangkan aku mangkal mencari tambahan dan rekreasi. 

Jika aku terlambat bulan, cukup dengan nanas muda dan ragi, janin akan ambrol. Sehingga aku tetap bisa praktek. Kalau hamil biasanya rejekinya turun. Orang nggak mau gituan sama ibu hamil. 

Satu hari, aku muntah-muntah. Semua makanan hanya mual. Buah muda dan kecut yang jadi idaman. Aku hamil!!!! Nanas muda dan ragi tidak mempan. Aku cemas dan perut kian besar. Aku tidak tahu ini anak siapa. Akhirnya setelah semua coba dan kalah, Aku pasrah. Perutku semakin besar. 

Lelaki itu tidak banyak omong. Tangannya tetap sigap melipat. Memijat kakiku. Membawakan makanan. 

Suatu malam dia mendatangiku, lalu berkata "dik, tempat ini kurang baik bagi bayi. Aku ada sedikit simpanan. Kita pindah ke rumah kontrakan di kampung kumuh. Sampah hasil kumpulanku juga sudah laku. Uangnya bisa untuk mulai usaha berjualan".

Aku hanya bisa diam. Mataku basah. Dan aku pasrah. 

------------------------------------------------->>>

Malam kian kelam, sepi kian dalam. 
Angin kadang menggoyang daun. Lampu jalan bersinar sendirian. Pelanggan telah pergi. 

Lelaki itu beres-beres menutup dagangannya. Disapunya kotoran yang berserak. Kursi dan bangku dinaikkan. 
Dari kaleng biskuit diambilnya gerakan uang kertas recehan dan dimasukkan di daku celana. Uang logam dibiarkan di sana. 
Perlahan didorongnya gerobak menuju pulang. 

Wanita itu sambil membawa kardus tempat kerjanya, berjalan perlahan di belakang gerobak sambil menghisap rokok kreteknya.
Tubuhnya lelah setelah setengah malam melayani empat orang. Terbayang sejuknya air yang disiramkan ke tubuhnya. Tentunya kasur kapuk di kamarnya yang hangat. 

Tiba-tiba ia ingat sesuatu, "Kang jangan lupa mampir ke warung. Beli chiki sama marinas untuk si thole".

------------------------------------------------END. 

MEREBUT SEHAT

Di sepanjang kampung padat
Dimana rumah petak berkumpul
Dibelah aliran sungai sampah
Sehat terengah berjuang 
Mempertahankan kewarasannya

Dilawannya pencemaran
Bau, lalat dan kekumuhan
Tubuh kurus menghisap rokok
Batuk hingga paru-paru
Anak-anak berlari dengan perut buncit
Berkalung ingus
Berkejaran di gundukan sampah
Rebutan dengan kambing dan anjing

Matahari mengutus sinarnya pagi
Mengendap lewati atap karat
Sekuat tenaga bilahnya membantu
Menopang sehat yang sekarat
Di penutupan hari 
Di sepanjang gang 
Hanya menyisakan pengap
Sebagai nafas

Ketika malam telah menurunkan tirainya
Bermodal bedak sachet
Lipstick murahan
Para pedagang menjajakan
Di tepi semak
Sebatang rokok menghibur
Sesekali saling mengumpat menyemangati
Seringnya angin lalu
Sebab malam tiada akhir pekan

Di akhir malam yang dingin
Receh telah diselipkan di balik kutang
Pedagang kaki lima menghitung
Sehat terkulai sedih dan menangis

Kamis, 20 Agustus 2020

SURO

Tak ada tepuk sorai
Suara terompet ditiup
Langit warna warni dan petasan

Hanya pengeras suara bersahutan
Jamaah dan Corona tahlilan bersama
Tumpengan guyub sebagai tradisi

Menjamasi pusaka
Ngalap berkah karomah
Uba rampe, tirta amerta dan warangan

Di petilasan Sri Aji
Detik-detik pergantian malam mistis
Kembang tujuh rupa dan asap dupa mengheningkan cipta

Tak ada tepuk sorai
Suara terompet ditiup
Langit warna warni dan petasan

Selasa, 18 Agustus 2020

BILAKAH

Musuh Corona hanyalah disiplin
Sebab ia datang dengan seribu wajah
Tidak akan pindah sebelum mencuri jiwa
Tidak mau pergi sebelum habis uang

Sahabat Corona ialah waktu
Sinar matahari tak kuasa mengusir
Ia nyaman meringkuk di ruang pengap ber AC
Berpindah secepat serat optik

Corona hilang harga
Ketika tumbal telah deret ukur
Topik berita berganti
Dan kita acuh

Senin, 17 Agustus 2020

DARI LAGU

Lusi di langit dengan hati
(dalam) perjalanan ke pusat hati
(dan) mengetuk pintu hati
(ucapkan) selamat datang ke hatiku

Seseorang di dalam hati, tapi bukan aku
(hanya) hati hitam manis
Menjawab setiap hati dengan hati
Mengikuti hatimu mengikuti hatiku

Sisi gelap dari hati
Hati baik hati buruk
Hati, hati di udara
Kemanakah semua hati menghilang? 

Hati berjalan di belakangmu
Hati ke tiga belas
Berharap hati di sini
Semua menyembunyikan sesuatu kecuali aku dan hatiku

LUKISAN TUA DI DINDING

Lukisan itu nyaris setua usia
Tubuhnya meringkuk di dinding
Waktupun telah lupa warnanya

Terkadang ia menatap ruangan
Catnya kian pudar
Sawang coba membantunya tegak

Lukisan itu terasing sendiri
Tiada yang sengaja menolehnya
Cicak kawin pun enggan

Minggu, 16 Agustus 2020

LENGAN NASIB

Kehendak bebas sebagai binatang liar yang tersudut
Sinar matanya takut antara hidup dan mati
Jaring nasib mengurungnya hingga geraknya kian terjerat
Mata tombak mengancam dari penjuru dengan segala tajam hujah

Kehendak bebas nyaris lumpuh dikebiri setiap nafasnya
Disesatkan dari jalan dan dicemplungkan dalam ruwetnya labirin
Ketika putus asa nyaris dan rintih dimana pertolongan
Tiba-tiba langkahnya tiba di ujung lorong gelap dan tangannya meraih nasib

Sabtu, 15 Agustus 2020

SALAH FAHAM

Kita berkubang di lautan kata yang sama
Menghirup setiap hurufnya hingga sesak nafas
Menyelam ke dasar gelap hikmah kebijaksanaan
Mengumpulkan cangkang arti di kantong pengetahuan

Sayangnya kita berenang dan hanyut ke pantai yang berbeda
Setiap kata yang kupanen menjadi lokan dan karang kelabu
Dan dipantaimu semua tangkapan serupa mengambil kucing dalam karung
Hanya satu penyelesaiannya
Lemparkan saja semua hasil tangkapan dan panen ke dalam laut abadi

MENCARI MERDEKA

Di pucuk tiang umbul-umbul
Bambu, besi bahkan tali hati
Berkibar angin kemarau warna warni
Lapangan lengang dari tepuk sorak
Sebab sore butuhkan jarak agar sua

Ketika itu peluru berdesing serupa gerimis
Bambu runcing dipelukan gemetar
Semalam Mbah Kyai mengisinya
Tangan kurus petani memegangnya hingga basah keringat
Dan doa direbahkan di tanah debu

Artis teramat indah bernyanyi dengan gagah perwira
Penghayatannya pejuang berani mati
Di tengah acara panitia membagi hadiah
Seperti bom jatuh di pelukan pemenang kuis
Anak cucu pahlawan menatap layar televisi

Ia mengendap dilindungi rindang pohon desa
Langkahnya adalah detak jantung ketegangan
Dibacanya aji panglimunan ijazah gurunya
Sebuah geranat nanas di tangan kanannya
Sambil berlari menuju tank
Tubuhnya dirobek peluru liar

Di jantung Agustus kita menggantang kemarau
Mencoba berkomunikasi lewat heningkan cipta 
Mengukir wajah luka lara pahlawan di sanubari
Menyenandungkan lirik lagu perjuangan yang bombastis
Dan sang Saka berpanas mengawasi bumi pertiwi

Jumat, 14 Agustus 2020

SEPANJANG JALAN

Kilatan lampu mobil
Menjadi larik silau
Menyapa malam yang sendiri
Di batas pepohonan

Kendaraan tergopoh melaju 
Daun merana dan berguguran
Serangga nokturnal terkejut
Berterbangan terusik cahaya

Tak ada omong klobot
Di sela waktu dan pedal gas
Bayang bergerak ke belakang
Kita berpacu angin

PEGANGLAH UCAPKU

Tiada isak mengadu
Membatasi niat
Mata yang merah saga
Menggenggam takut 

Sekali kata dimuntahkan
Seperti kuda berlari
Tidak nanti sembunyi tangan
Hingga tubuh berkalang tanah

Kamis, 13 Agustus 2020

TAK ADA KEAJAIBAN

Mengapa daun tertiup angin
Tanpa janji pertemuan
Jatuh keharibaan ibu bumi

Bilakah dahan dan ranting berbunga
Akar tetap menembus pedalaman
Merangkum kehangatan ibu bumi

Sebagaimana manis juga asam
Hujan yang sama tercurah
Membasahi punggung ibu bumi

Dimana warna warni berada
Siang dan malam bergantian
Menyelimuti wajah ibu bumi

Rabu, 12 Agustus 2020

KEMARAUKU DICURI

Kemarau mati angin tanpa arah
Jejaknya terhapus hujan semalam
Wajahnya dibebat mendung

Kemarau sembunyi pagi
Sosoknya hilang bayang
Menghampiri sunyi

Kemarau rautnya masygul
Awan sembunyikan serinya
Dan aku merasa kehilangan

Selasa, 11 Agustus 2020

ANTARA SIANG DAN MENDUNG

Matahari tertatih
Singgasananya teraling
Awan serupa labirin
Tebal dan kelabu

Jubahnya hilang silau
Basah hujan semalam
Kadang mengintip sekejap
Sekedip cahaya

Dari ketinggian hari
Dipandangi bumi lara
Diperintah segenap terang
Mendampingi langit

MENDUNG AGUSTUS

Mendung datang sepagian 
Menjadi tudung bendera
Semalam hujan menyelinap
Tanpa kulonuwun

Mendung datang sepagian
Matahari menutup tirai
Warna lebih muram
Ada rindu yang gelisah

Mendung datang sepagian
Tercium bau tanah basah
Daun terlebih hijau
Menyindir kemarau

Mendung datang sepagian
Bergumul di peraduan
Awan berkumpul 
Menambah haru biru hari

PERTEMUAN

Hanya sedikit amarah
Sekedar tersinggung
Ingin menang 
Menjadi jarak cinta kita

Hati serupa hujan kemarau
Sedikit malu akibat bara
Sebab mendongak
Rusak susu sebelanga

Tahukah malam terbentang
Mempertautkan rindu dendam
Raut wajahmu senyap
Sehingga mata sukar terpejam

Sesaat matahari pagi
Jalan dipintas jarak
Segenap campakkan topeng
Wajah hanya butuh satu riasan. Bahagia. 

Senin, 10 Agustus 2020

DITINGGAL SENDIRI

Sebenarnya masih ada senja
Juga angin kering
Hanya saja suaramu hilang
Kau simpan diam

Secangkir kopi telah dingin
Masih tersisa setengah
Sebab jika kau ada
Aromanya tetap hangat

Rindu ternyata tak butuh waktu
Sekedipan lampu berlalu
Tiada menangkap bayangmu
Dan rindu telah melilitku

Minggu, 09 Agustus 2020

DINGIN

Ternyata dingin menyapa setiap orang dengan cara yang berbeda

Dari angin-angin di atas pintu ia merayapi pagi

Kemudian mendatangi dengan membawa buah tangan


Diberinya balita tangisan yang keras

Dan kakaknya bangkis sebab gatal di hidung akibat dikili-kili

Di kamar sepasang kekasih merapatkan tubuh dan menarik selimut

Secangkir kopi yang coba menepisnya pun kehilangan aromanya


Ruang tengah yang biasanya menjadi pusat kehangatan keluarga

Pagi itu lengang dan semua diam disapu dingin

Gorden, sofa, meja, bahkan taplak mengkeret 

Lampu yang biasanya terang dan ramah hanya menyisakan cahaya pucat


Dingin dengan riang bermain di sekujur rumah bata merah

Bebas berkeliaran tanpa ada yang melarang

Cahaya matahari yang menerobos pun kalah pamor

Hanya berani menatap dari balik kaca jendela

Hangatnya malu-malu menyapa sebab pagi masih memeluk dingin

Dan angin sebagai pembawa berita masih menghembuskannya di sekitar


Hanya pawon yang sedikit berani menolak dingin

Kayu terbakar pelan-pelan dan menjadi abu

Tungku berpijar menghebuskan panas ke sekitar

Air di atasnya mendidih dan bergolak di dalam panci


Perjuangan terberat dari perlawanan terhadap dingin ialah mandi

Kamar mandi adalah induk dari segala dingin

Air, lantai bahkan kacapun menatap dingin setiap orang

Jika handuk dan baju telah disampirkan

Dingin langsung menyergap kulit 

Dan berbisik di hati untuk membatalkan mandi

Sabtu, 08 Agustus 2020

PERTENGKARAN

Jikalau laut luas 
Pertengkaran hanya riak
Terkadang ikan menaikinya 
Hanya untuk pamer sisik peraknya

Suara kian tinggi
Saat gelombang emosi
Cadik hanyut hilang arah
Tersesat di tengah amarah

Setelah arus berbenturan
Yang tersisa hanya buih
Laut kembali biru
Burung terbang tanpa arah

Kamis, 06 Agustus 2020

DIALOG DENGAN ANAKKU DI DALAM MOBIL

Pendingin tidak dapat menghapus keringat

Lagu dari pemutar menambah panas

Mobil melaju diantara dialog dan pedal ga

Aku menampung setiap tumpahan kata

Dalam diam kupungut satu per satu

Kutata rapi dalam ruang ingatan dan hati


Sekian waktu sejauh jarak memandang

Ditumpahkannya segenap ilmu, hikmah dan kebijaksanaan

Sehingga aku nyaris tenggelam

Terengah mencoba menghirup pewangi mobil

Mengurai benang kusut dari idenya

Sedangkan ucapnya terus mengalir menganak sungai

Dari jernih hingga butek

Dari beriak hingga bergelora


Setelah tubuhku dipenuhi keringat dan kata

Pendingin telah menyerah

Lagu dari pemutar hanya bernada lelah

Anakku menutup rapat mulutnya

Terkunci oleh haus dan kering

Hanya matanya memandang kejauhan

Tangannya terpana di stir

Mobil berjalan tenang

Dan aku hanya bisa diam

IA KIAN TUA

Dipungutnya setiap penyakit yang tercecer
Disematkan di tubuhnya renta
Kulitnya berkerut kisut menenggang usia
Rambutnya kelabu abu sejarah

Tahun-tahun telah dimamah habis
Sisanya hanya remahan mimpi
Ketika matanya menatap senja
Ada pedih perih yang lelah

Punggung bungkuk dan ringkih
Tubuh hanya tulang kulit
Duduknya tiada menghabiskan kursi
Gumamnya hanya bisik berisik

Kadang semangat datang menghinggapi
Dieja segenap masa lalu 
Setelah sepenanak nasi
Hanya diam yang datangi haru

Selasa, 04 Agustus 2020

CAHAYA

Ketika cahaya beradu cahaya
Sinarnya muram dihadapan mata
Serupa batu jatuh ke dalam kolam

Silau cahaya hendaknya disaring
Pisahkan lembut dari terik menggigit
Serupa tepung kue diayak

Bermandi cahaya menegaskan warna
Merah kian gagah dan putih berupaya suci
Serupa hijau menyamar rumput daun

Eksistensi cahaya adalah angin
Geraknya meninggalkan bayangan
Serupa kakang kawah adik ari-ari

IDOLA

Seperti parasit membunuh inangnya
Tentakelnya menghujam
Merubah cinta menjadi imitasi

Tingkahnya sebagai fatwa
Tiada sanggah
Taklid buta bagi jiwa lata

Di bawah siraman lampu
Semua ekstase
Bergerak liar ikuti suluk

Sambil menangis histeris
Menatap takjub
Bersama memuncaki orgasme

Senin, 03 Agustus 2020

SEPI

Ternyata sepi bukan hanya hak milik sunyi
Nyatanya siang pun mempunyai andil
Matahari menyengat dan angin berdesir
Bendera sendirian di atas tiang, melambai

Rumah-rumah hanya diam
Terpenjara di balik pagar
Pintu dan jendela berteduh 
Di bawah pohon tiada terik

Ternyata sepi menggiring burung bercinta
Di atas genting mereka menari tentang merah
Setelah bertukar birahi puja
Mereka mengepak sayap, terbang berlawanan arah

Jalan depan rumah menyimpan sepi
Sebab panas mengendap hingga mata kaki
Tetap saja kendaraan melewati
Menyibak siang agar menepi

Ternyata sepi miliki suaranya sendiri
Daun beradu punggung dan gemerisik
Ah, tonggeret yang sembunyi
Berteriak memecah sunyi

Jika sepi akhirnya pergi
Anak-anak bersepeda dan berlari
Bayi digendong jarit dan disuapi
Dan matahari tersenyum jingga

Minggu, 02 Agustus 2020

LAUT BIRU LANGIT BIRU

In memoriam A.R.

Laut dan langit
Dipisahkan oleh puisi dan dongeng
Ditulis di lembar yang terjaga
Untuk mata yang lapar dahaga

Biru
Adalah warna puisi dan dongeng
Tinta yang digores di lembar yang terjaga

Laut biru
Bahasa puisi yang dongeng
Langit biru
Kata yang menyulam dongeng nan puisi

Laut biru langit biru
Birunya sastra tulis

Sabtu, 01 Agustus 2020

JEMARI

Jempol tak pernah menindas
Bijaknya serupa burung hantu
Ketika telunjuk menuding
Dirangkulnya jari lain
Melindungi dari fitnah

Jempol tiada iri dengki
Hanya gemuk dan hangat
Jari manis biasa diikat emas
Kadang penengahpun dililit
Ia puas dengan kuku panjang yang rapi

Jempol adalah motivasi
Kelingking rendah diri
Sebab kurus kering
Ia tampil tanpa sangsi
Pendek gemuk dan bahagia

DESAKU BERUBAH

Dahulu, lewat tengah malam
Orang mengangkat rejeki di bahu
Dari gunung ke hari pasar
Melangkah beriring 
Laki dan perempuan
Diterangi oncor 
Cahayanya goyang sebab angin

Kini, rejeki dijemput seluruh
Tak kenal siang malam
Tiada hari pasar digelar
Kebutuhan datang sendiri
Menawarkan dirinya terbungkuk
Sedangkan jarak hitungan detik
Datang dan pergi

HELLO AUGUST MY OLD FRIEND

Kau selalu datang saat kemarau merekah
Diantara malam dingin menggigit
Dan siang terik kerontang

Kembang turi putih dan merah
Serupa kuku pancanaka terbalik
Kontras dengan hijau daun

Mangga di depan rumah telah pentil
Bertahan melawan tiupan angin
Bergelantungan di ujung ranting

Di hari-harimu segenap merayakan kehidupan
Di akhirnya, singgahmu menyapa dan pamit
Berdoa untuk bersua di tahun berganti

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...