Jumat, 31 Agustus 2018

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: PRINSES

Kau putri raja dari kepulauan timur Hindia
Tudingan makar raja terhadap kuasa putih
Diasingkan di Priangan jelita pedalaman
Darahmu panas turunan gagah pahlawan kulit tembaga
Lantang bicara tolak basa basi
Berani berbuat tiada jeri
Lugas tuntas memutus masalah
Cakap bidik dan tikam tajam
Jika kuda berlari tubuh kecilmu menari
Anggun pelosok tak lunturkan gesit

Prinses, kau istri dan pengawal
Disisimu aman jadi sifatmu
Dalam sibuk kelola berita
Ku tuai panas asmara di malam berangin
Kau lindungi sang pemula
Dengan pengabdian istri tanpa kecuali

Ketika tiba ancaman menggoyang soko guru
Dengan gagah kau hadapi dusta khianat
Kau hujamkan timah panas pada kematian
Atas nama kehormatan yang kau junjung
Tak ada peradilan apapun tudingan
Hanya berita terbawa angin
Sebab kau darah bangsawan di atas hukum

Pada akhirnya
Ketika aku memeluk sunyi
Dalam kubur tersembunyi
Kau pun tidak menengok istirahatku
Sama dengan bunga-bunga yang lain
Hilang terbawa angin
Ditelan sejarah

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: ANG

Datangmu negeri jauh
Menjejak di tanah asing tanpa sanak
Kau cari kekasih hilang kabar
Berjuang demi Asia modern

Tubuhmu ringkih
Kurus penyakit
Batuk demam
Pasi wajah

Kita sua di pondokan
Kau datang dengan tanya
Ku undang ramah istirahat
Berbagi makan bertukar cerita

Ku lamar kau dengan segenap cinta
Kau terima sepenuh pengabdian wanita
Rumah tangga kita ramai diskusi
Terjemah modern di alam kolonial

Ketika tubuh mampu terima beban
Kau kembali berjuang bawah tanah
Jika siang lelap kutemui
Malam merambat kau jelajahi perjuangan

Kau adalah buron
Gupermen selidik gerak bebasmu
Aku adalah lindung tubuh ringkihmu
Tanpa dekap tanpa birahi. Hanya bakti

Di akhir perjalanan
Sakitmu merenggut tubuh kurus
Kenanganmu tertuang dalam foto pernikahan
Ku simpan di kopor tua berkarat

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: ANN

Engkau adalah bunga akhir abad
Rambutmu lebat sentuh ikal
Hitam berkilat khas pribumi
Wajah bagai lilin tuangan
Lekuk sempurna proporsional
Mata kejora coklat hazel
Ditudung alis lengkung serasi
Hidung bangir bercuping indah
Menggantung bibir merah gairah
Pipi halus menyangga cantik
Kulit putih lembut beludru
Postur seimbang keindahan creole
Tubuhmu wangi gadis remaja
Kecantikan  dewi kahyangan
Titisan Nawang Wulan berdarah atas angin

Kau pikul tanggungjawab
Kelas empat ELS pun tiada usai
Dicampakkan dari dunia anak yang lugu
Pada kerja yang menguras keringat dan air mata
Perlahan terampil kau rebut hingga ahli
Memerah sapi hingga cepat dan banyak
Mengawasi panen hingga rapi di gudang
Memimpin dengan tegas dan kasih sayang
Hormati semua yang memberi hidup dan kehidupan
Lincah menegur dan menerima salam
Bak kupu-kupu hinggap di tiap bunga
menebar bahagia dan optimis

Ingatkah ketika aku bertemu ayahanda
Kau dandan cantik berkebaya hijau
Perhiasan menempel di tubuhmu gemulai
Rambutmu digelung tinggi
Jenjang lehermu putih berkalung jamrud
Kau dandan untukku, kata mama
Kita makan malam
Menikmati sapi muda utuh
Tersaji di meja bundar ukiran jepara
Pembicaraan kita seketika putus
Sosok tinggi besar limbung berjalan
Masuk dengan wangi yang keras menusuk
Dan berhenti tepat di depanku
Lalu berteriak lantang
Mengatakan aku monyet
Biarpun berpakaian eropa
Tetap saja inlader rendah cacad adab

Ann, istriku
Bundaku berkata
Kau jelita titisan bidadari
Kecantikan sempurna di pandang mata
Leluhur akan berperang
Memperebutkan ukiran dewata
Hamba keindahan surgawi
Negara akan tumbang
Memohon perhatian jelita
Rajapun masygul ranjangnya tak kau toleh

Ann,
Guruku Mevrow Magda
Sangat memaklumi
Mengapa aku pilih kau bunga keindahan
Setelah fitnah menjalar
Di sekolah ku tahun terakhir
Beliau mafhum sebuah harga yang pantas
Untuk menyunting kecantikan creole sempurna
Beliaupun telah kembali ke negeri atas angin
Melepaskan juangnya karena pengusiran

Kau kata kau masih sering bermanja
Jika malam telah penuh dan bulan mengeluh
Kau datangi peraduan mama luas
Kau benamkan tubuh di balik selimut sulam
Dan dengan aleman kau peluk leher mama
Sambil merengek minta diceritakan masa kecil mama
Setelah usai cerita
Kaupun tidur lelap merangkul mimpi

Waktu kau sakit
Pedalamanmu yang merana
Akupun berpura dokter merawat pasien rewel
Hingga seri wajahmu semu merah kembali
Malam itu,
Setelah menyelesaikan latihan soal aljabar
Tiba-tiba kau menggelandot mohon
Minta ditemani baca cerita pengantar mimpi
Dengan patuh kuikuti kehendak dewi kecantikan
Kupapah ke kamarnya indah bernuansa pribumi
Kau rebahkan diri di dipan
Dan minta diselimuti hangat
Dengan rengek penuh perintah
Kau mohon cerita apapun asal kau mendengar suaraku
Ketika bercerita
Bau perawanmu menghujam kelakianku
Langit tetap berpaku bintang
Dan kami menjadi sekelamin binatang purba

Dari kerapuhan cermin retak
Aku sadari kuat jiwamu
Kau cerita tentang rumput gelagah
Tempat kita lewati ketika berkuda
Ya, disanalah
Disanalah kakak biadab tiada berperi manusia
Menggagahi putih jiwa kecantikan creole
Setelah pengakuan mengguncang jiwa
Akupun tersandera tanya
Jika aku percaya pada kemurnian dewi
Dan malam semakin renta
Anginpun meniup birahi
Kamipun telanjang seperti sepasang asmara
Mengarungi birahi

Kini kau tercerabut dari tanah dewi Sri
Menekuri dingin angin laut utara
Sendiri dengan membawa cinta kita
Kita terpisah karena hukum yang memihak
Kau dalam perwalian saudara
Saudara yang tak pernah memandang
Hingga waktu diputus hukum
Cara lain utuk merampok
Hasil kerja keras pribumi
Pribumi yang tidak berhak karena nasab
dan darah yang mengalir
Tapi kami, aku dan mama, sadar
Kau sedang menjemput kematian
Karena itu kami akan terus berjuang
Melawan sistem menindas
Walaupun kami yakin
Kami akan kalah

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: SAR & MIR

Tatap mata kalian heran tawarkan selidik
Memandang pribumi, Jawa, mengunyah kikuk
Sebelah kaki menginjak budaya adiluhung
Sebelah yang lain mengecap pengetahuan modern
Kalian wakil peradaban maju
di bumi pribumi bermakna feodal
Alumni tengil memplonco adik kelas lugu ragu
Kalian benamkan semua harap pembaharuan
di kepala bertudung blangkon penuh tanya
Kalian ejek peruntunganku nan gemilang nun di depan
Kalian cemooh hidupku dengan istri dan selir
Juga kuasa yang menindas kawula alit
Kalian kata pribumi bangsawan wajib terima garwa
Berdarah murni eropa atau indo
Agar tidak semena-mena pada wanita dan ibu
Kalian tertawa lepas nampak geligi
Tanpa tabu mengungkung
Kita bersanding di bangku taman
Aku memeluk diam yang menggigil didera patuh
Kalian terus mencecar dan mendobrak perisai akalku
Kalian laksana jembatan peradaban
Menjejalkan pokok pikir
menyandera ketidaktahuan ku yang papa
Mengerut jiwa mencoba bebas beban pencerahan
Sar, kabarmu putus oleh jumlah rotasi mentari
Semoga peruntungan tetap memihak persahabatan kita
Mir, demi anak kau beri durjana dosa birahi di pangkuanku
Kita seperti binatang menoleh dari sibuk suamimu
Ketika kau kandung buah hatimu sayang
Aku hanya termangu menatap perutmu buncit
Aku yakin buah itu tidak kau petik dari diriku
Sebab aku mandul, Mir

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: MAGDA

Mevrouw,
Kau ajar tiap lapar mata dengan ilmu
Menanam tanya di ukir jiwa suci
Lidahmu tajam sembilu kata
Letakkan jujur pada goresan pena
Menutur peradaban dahaga pribumi
Pandanganmu balas budi tanam paksa
Politik etik ras terhadap hutang kemakmuran
Pengusung bebas kerakyatan berdikari
Wajahmu totok bertotol musim khatulistiwa
Hati condong pada kawula
Dengan keringat menyeka gerah kemarau
Cakrawala kau bentang di bumi manusia
Mata gelisah curiga kolonial
Tetap biru pada tekad
Guru adalah predikatmu
Politik cara hidupmu
Deportasi tulisan nasibmu

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: MAY

May, ingatkah ketika kita jalan berdampingan
Kaki kecilmu tergesa mengejar langkahku
Ketika itu sore mulai menguning
Jari-jarimu mungil menggenggam erat lengan
Kau mengoceh ceria layaknya prenjak
Riang, lugu dan murni
Kau tuding layangan di langit biru
Kau pandangi kagum kereta angin
Berjalan kencang tanpa penghela
Membelah jalanan kota
Jika lelah kita duduk di tepi lapangan
Bau rumput menggelitik hidung
Kau lanjutkan cerita
Tentang sekolah,
nyanyian yang dihafal tadi pagi
Ayah yang pemurung dengan dunia lukisnya
Tentang kakinya yang tunggal
dirajam gejolak bumi serambi
Engkau, May, adalah buah cinta terlarang
Antara marsose dan pribumi gagah penentang maut
Ibumu mati bawa noda tanpa dosa
Ditembus tajam rencong adik tercinta
May, cita-citamu telah tergapai
Suaramu memenuhi angkasa mengalahkan kicau burung
Namamu harum cemerlang
Buah bibir setiap bangsa
Aku tiada sesal memutus tali kasih kita
Sebab di hati engkau hanya adik kecil
Jagalah papamu dengan cinta
Juga mama dengan hormat
Jadikan suaramu pertanda jaman

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: NYAI

Dari Tulangan kau adalah komoditi
Harga yang harus dibayar untuk jabatan
Sesuai jumlah hormat penduduk
pada gelar dan kerja
Dari keterpurukan kau balik telapak
Kau putus nadi persaudaraan
Kau urus tuan besar dengan patuh bakti
Kau rebut obor pengetahuan
Dengan lapar dahaga pencerahan, kau genggam dunia
Dengan bangga seorang wanita, kau tunjukkan pada masyarakat dahsyatnya ilmu di tangan ambisi
Wanita pribumi yang sanggup menggenggam buhul jiwa
Berdiri sama tinggi dalam kulit dan gender
Sejajar dalam sulit dan untung
Engkau, Nyai berhati bangsawan
Auramu elegan ningrat berharta
Ucapmu didik sopan tatakrama
Wawasanmu luas laksana buku
Dagang alatmu menaklukkan hidup
Putrimu pengatur gerak usaha
Pengawalmu darah pendekar Madura perkasa
Sihirmu menanggalkan katak dari tempurungnya
Mama, baktiku untuk cerdasmu

BUNGA DI SEKITAR SANG PEMULA: BUNDA

Bunda.
Ucapmu lembut tiada penghakiman
Limpahan kasihmu air susu pengetahuan
Menetes dari dada Jawa sejati
Tiap belai di lembar rambut
tulus curah cinta ibu bumi
Kau bunga feodal seribu kungkung
Pasrah hati sukacita bakti suami
Di rahimmu sabda leluhur serupa jimat
Adat dijunjung ugama dipikul
Bunda,
Dari garba sucimu tumbuh buluh perindu
Pucuknya menuding langit
Menjunjung luhur memendam dalam
Hanya hamba, anak durhaka, batang bengkok
Tercerabut dari serabut babad
Kerdil oleh modernisasi yang menyihir
Namun kasihmu tetap merengkuh dahagaku
Tiada beda dalam cinta serumpun bambu
Bunda,
Di pelukmu ku tersungkur
Mengecil kerdil
Tetap merengek
Merajuk dan terpuruk
mengeja surgamu

Kamis, 30 Agustus 2018

KONTEMPLASI

Sekian langkah sejarah
Musim tak selalu menguning
Jalan mencari arah
Menjumput dosa pahala

Sedikit luang menyulam luka
Sesal menoreh kenang
Rambutpun putih waktu
Kedip mata sisa usia

Senja bungkukkan bahu mentari
Langkah tertatih hindari onak
Bayang memanjang sentuh pikiran
Hati tenggelam di dasar kenangan

Selasa, 28 Agustus 2018

BINCANG SAHABAT

Kita bincang lewat ketikan bahagia
Tanpa suara tiada sua muka
Hanya tatap bisu mendera layar
Kadang senyum sendiri
Membaca pikirmu terpampang
Kerap simpati dan empati
Diwakili gambar lucu di ujung kalimat

Percakapan makin intens
Malam kian tua
Sepi mencengkram
Mata nanar mengeja pesan
Jari menjawab segenap tanya
Secangkir kopi pahit
Sebagai orang ke tiga yang menyela

Musuh kita hanya satu
Listrik yang padam
Memutus aliran berita
Sedang lelah dibiarkan menumpuk
Melecut stres menolak kantuk
Menepis mangkel yang membunuh
Musik sayup mengalun dari pemutar digital

Sekian lama menatap jawab
Ketikan salah huruf melompat
Pinggang dan leher mulai meregang
Didera nyeri yang menggigit
Aku pamit pada sahabat hati
Komputer kumatikan
Lalu berbaring letakkan lelah

Senin, 27 Agustus 2018

SYARAH SAJAK CAHAYA

Sajak berjudul CAHAYA ini saya tulis dengan menggunakan metode ke tiga, yaitu metode menantang diri saya untuk membuat puisi yang temanya dilombakan di salah satu komunitas.
Saya akan coba bedah sajak ini sehingga orang yang membacanya tidak kesulitan memahaminya *imho*

Sajak ini terdiri dari empat bait dan tiap baitnya terdiri dari empat baris.
Bentuk akhirannya a-a-a-a a-a-a-a b-b-b-b a-a-b-b.
Bait pertama tiap barisnya terdiri dari empat kata.
Demikian juga baris ke dua.
Baris ke tiga tiap barisnya terdiri dari lima kata.
Baris ke empat agak longgar karena ada yang tiga kata dan ada yang dua kata.

Temanya tentang cahaya.
Saya mencoba membicarakan dan menyampaikan tema ini dari sudut pandang yang agak berbeda
Biasanya orang mengaitkan cahaya dengan harapan atau kegembiraan atau hal abstrak lainnya.
Saya mencoba menulis sajak CAHAYA ini yang menceritakan tentang cahaya itu sendiri.


Keterangan bait pertama yang menceritakan si cahaya itu sesuai dengan yang ada di pikiran saya:

Pada mulanya adalah putih

Kata-kata di atas saya petik dari kitab injil Yohanes 1:1 yang aslinya berbunyi "Pada mulanya adalah firman"
Saya menggunakan penggalan ayat tersebut di atas untuk menegaskan bahwa sajak ini membicarakan cahaya dimana cahaya itu mempunyai warna dasar yaitu putih

Tanpa lengkung hanya larik

Disini membicarakan bahwa awalnya cahaya itu jalannya lurus tidak melengkung

Melesat dari ketiadaan nisbi

Cahaya itu menurut persepsi saya dimulai ketika ada big bang. Ledakan besar itulah yang mencerai beraikan materi awal menjadi berbagai macam zar dan materi pembentuk galaksi, tata surya planet, juga cahaya yang dihasilkan oleh bintang-bintang. Selain cahaya yang dibawa alam semesta sendiri.

Menembus semua galaksi

Cahaya sendiri bergerak terus mengisi ruang kosong dan tidak pernah berhenti sampai dia menemui halangannya seperti benda-benda planet ataupun hilang di black hole.


Keterangan bait ke dua, tentang cahaya yang berinteraksi :

Membentur titik air

Di sini saya mencoba menuliskan interaksi cahaya dengan benda lain sehingga menghasilkan banyak spektrum warna

Memecah warna mencipta pelangi

Penegasan untuk baris pertama bait ke dua. Keterangan idem dengan di atas

Terhampar seperti secarik permadani

Tidak ada keterangan

Lengkung lentur selendang bidadari

Cahayapun bisa berbelok jika ada media pembeloknya, seperti titik air, juga kaca, dll.


Keterangan bait ke tiga :

Melesat dan bersatu menjadi zarah

Jika telah melewati pembeloknya maka cahaya akan bersatu kembali. Ada dua keterangan mengenai cahaya, kesatu, cahaya adalah gelombang elektromagnetik (ini yang sahih, mungkin) dan ke dua cahaya terdiri dari partikel yang sangat kecil atau zarah.

Meluncur deras melewati ruang hampa

Kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik

Cahaya, waktu dan materi semesta

Merujuk pada awal big bang ketika materi purba tercerai berai

Hilang lenyap terhisap lobang hitam

Lobang hitam atau black hole dipercaya adalah akhir dari ledakan sebuah bintang yang mempunyai massa sangat-sangat padat dan gravitasi sangat-sangat besar yang bisa menghisap semua materi alam raya termasuk cahaya dan terjebak di dalamnya.

Lobang hitam dipercaya sebagai pintu masuk lobang cacing, jalan menuju dimensi lain. Perjalanan waktu.


Keterangan bait ke empat :

Pendar cahaya padam

Cahaya bila sudah dihisap oleh lubang hitam maka dia tidak bisa keluar lagi. terhisap. yang artinya pergerakannya berhenti dan cahayanya hilang.

Partikel melebur legam

Partikel atau zarah jika masuk lubang hitam maka hilang semua bentuknya.

Semua bermutasi

Keterangan sama dengan di atas.

Menjadi anti materi

Antimateri adalah materi yang terdiri dari antipartikel dari partikel yang menyusun materi biasa. Bila sebuah partikel dan antipartikelnya menyentuh satu sama lain, keduanya saling memusnahkan, artinya keduanya diubah menjadi partikel-partikel lain dengan energi yang sama menurut persamaan Einstein E=mc².(Disarikan dari google)


Terimakasih telah membacanya. Bukan maksud saya untuk menggurui. Hanya memberi keterangan jalan pikiran saya tentang sajak CAHAYA.

Kurang lebihnya mohon maaf jika ada salah-salah kata.

Saya sangat berharap masukan dari sahabat semua
.
Wassalamu alaikum wa rahmatulahi wa barokatuh

Sabtu, 25 Agustus 2018

CARA KERJA BPJS YANG SAYA KETAHUI

Layaknya ritual, BPJS memiliki tahap-tahap untuk menjalaninya.
Setiap tahap menguras keringat dan kesabaran.
Menghabiskan waktu dan jenuh.
Mentes batas stamina serta lapar dan haus.
Juga menahan diri dari bau tubuh dan keringat sekumpulan orang.
Lelah mata menatap bermacam penyakit lalu lalang di selasar rumah sakit.
Belum lagi jika duduk, di sebelah ada orang tua pensiunan.
Mereka biasanya kontrol kesehatan lewat BPJS sambil rekreasi.
Mereka bersosialisasi ketika menunggu antrian.
Mereka berbicara apa saja, dimana saja dan kapan saja seolah tempat menunggu adalah panggung mereka.
Membicarakan hidupnya, kegiatannya, membanggakan anak cucunya.
Kadang-kadang berdiskusi, seperti layaknya ahli, tentang penyakit mereka.
Sepertinya mereka lebih hidup jika sedang kontrol di rumah sakit karena mereka bisa bebas menuangkan emosi diantara pasien.

Proses perjuangan BPJS dimulai ketika pagi pejam dan kita bangun mendahului mentari.
Jalanan pun gigil dan kendaraan dipacu kencang menembus dingin menuju rumah sakit untuk mengambil nomor antrian.
Guna nomor antrian adalah untuk mendapatan pelayanan pertama yaitu pendaftaran surat-surat kelengkapan dan pengukuran berat, suhu, tekanan darah dan detak jantung.
Dokter jaga mencatat semua besaran yang ditunjukkan lalu menulis diagnosa penyakit pasien.
Setelah ritual itu selesai, maka pasien dipersilahkan menunggu antrian lagi.
Antrian dipanggil oleh dokter yang dirujuk.
Nah disinilah mulai panggung sosialisasi terjadi dengan masif.
Kebanyakan orang tua yang mengambil panggungnya.
Yang muda mendengarkan.
Kadang dengan bosan dan kantuk.
Sesekali menjawab dengan kalimat pendek atau anggukan malas.
Panggung ini bisa terjadi berjam-jam.
Tergantung jam konsul kita dipanggil oleh suster untuk berkonsultasi dan diperiksa dokter.
Disini pula rasa lapar dan haus mulai datang menyerang.
Untungnya ada kafetaria yang menjual kudapan dan minuman pelepas dahaga.
Kopi juga ada bahkan makan beratpun tersedia.
Mengenai rasa, yah......... yang penting kenyang dan tidak haus.

Tahap ke tiga adalah ketika nama kita dipanggil oleh suster jaga untuk menemui dokter sang pemutus nasib penyakit.
Diawali dengan salam dan jabat tangan kita duduk di depannya sebagai pesakitan.
Diulangi pertanyaan sama persis seperti pertanyaan dokter jaga ketika periksa ukuran.
Dijawab sama persis seperti jawaban ketika ditanya dokter jaga.
Kemudian kita disusur rebah di tempat tidur.
Dokter menghampir dengan alat-alat perangnya seperti stetoskop, senter dan lain lain.
Setelah beberapa saat diperiksa, lalu kita dipersilahkan duduk kembali.
Dokter mulai mengoceh analisanya, tentang penyakit kita dan tentang perawatan yang harus dijalani.
Ditulisnya resep sambil memeriksa catatan anamnesa.
Setelah semua ritual selesai, kita dipersilahkan keluar untuak melanjutkan antrian tahap selanjutnya. Apotik.

Di Apotik, kita juga menanti dengan sangat lama dan dengan sangat bosan.
Kejadian yang sama akan terulang kembali seperti di tahap-tahap sebelumnya jika kita duduk bersebelahan dengan orang-orang tua pensiunan.
Walaupun tidak semasif pagi, percakapan dengan mereka menambah beban capai semakin berat ditanggung.
Sebagian yang menanti panggilan dari instalasi farmasi menutup matanya, tidur ayam menanti.
Oh, sebelum di panggil oleh instalasi farmasi, kita mengantri dulu untuk dipanggil oleh bagian administrasi.
Dipanggil untuk menyelesaikan masalah administrasi seperti membayar obat yang tidak dicover oleh BPJS dan menerima surat pendaftaran untuk kontrol bulan berikutnya.
Di instalasi ini biasanya kita sudah menjelang sore, jadi memang lesu telah menggantikan lelah.
Hanya sisa-sisa tenaga dari makan siang saja yang menjadi doping semangat yang tinggal sekejapan saja.
Ketika dipanggil oleh petugas farmasi, kita mendapatkan obat-obat yang telah diresepkan oleh dokter.
Petugas menerangkan cara pemakaian obatnya, padahal di tempat obatnya sudah tertulis cara penggunaannya.
Setelah menerima obat, dengan rasa lesu lelah letih lemah dan lapar kita meninggalkan rumah sakit jahanam yang telah menyandera kita seharian.
Di luar mentari telah hilang berganti lampu jalan dan polusi tercium di jalan-jalan yang lelah menghitam.

PROSES KREATIFKU

Dalam menulis, khususnya puisi dan prosa, sebelum menulis isi atau batang tubuhnya, saya mempunyai beberapa cara untuk mendapatkan ide, tema dan judulnya.

Cara pertama ialah secara tiba-tiba mendapat ide dan tema. Jika ilham ini didapat ketika saya sedang pergi, maka saya harus langsung menuliskan puisi atau prosa yang tertuang di benak saya itu. Karena sekarang saya tidak pernah membawa buku, ide/ilham tersebut saya tulis di hp.

Jika telah sampai di rumah, tulisan tersebut saya pindah ke blog saya TITODARIKEDIRI.BLOGSPOT.COM, Setelah selesai menulis, lalu saya baca berulang-ulang hingga mendapatkan kata atau frasa yang janggal menurut perasaan saya. Lalu kata-kata atau frasa tersebut saya ganti dengan kata yang berarti sama, atau malah mengubah kata menjadi berlawanan hingga artinya jadi berbeda.

Setelah cukup puas dengan susunan kata dan isi dari puisi atau prosa tersebut, maka puisi atau prosa tersebut saya terbitkan di laman blog saya agar bisa dibaca dan dinikmati.

Cara, mendapat ilham,  seperti di atas sangat jarang terjadi. Kalimat atau susunan barisnya biasanya pendek-pendek. Maknanya biasanya lugas dan sedikit dihias bunga kata.

Cara kedua ialah dengan banyak membaca atau memperhatikan sekeliling atau mendengar kisah dan kejadian. Cara ini biasanya observasinya agak lama. Untuk memulai penulisan biasanya saya hati-hati memilih judul dan tema. Kemudian saya akan memilih kata dan alur cerita, terutama untuk prosa liris.

Setelah semua bahan terkumpul, barulah saya menuliskannya. Bisa langsung di laman blog, atau di hp dulu. Tulisan dengan cara ini biasanya panjang-panjang. Saya merasa leluasa menulis karena saya mempunyai data dan materi yang berlimpah hasil dari observasi.

Sama seperti cara di atas, ketika bahan dan ide telah selesai ditulis, maka saya tidak langsung menerbitkan di laman blog. Karena saya akan mengkaji alur, tema judul dan isinya. Juga pemakaian katanya.

Untuk tulisan yang panjang saya berusaha menghindari pemakaian kata boros dan di ulang-ulang tanpa mendapatkan arti yang baru. Hal inilah yang membuat terbitnya karya dengan metode ke dua ini agak lama. Berulang-ulang saya baca, saya periksa kata dan menggantinya dengan yang lebih baik atau lebih sesuai, jika perlu.

Juga memeriksa alur cerita agar bisa diikuti nalar. Dan yang tak kalah pentingnya adalah isi. Jika cerita itu berdasarkan sejarah atau kisah nyata maka isi ceritanya harus sesuai dengan data dan fakta.

Jika alur dan isi cerita sudah pas, pilihan kata sudah sesuai subyektifitas keindahan saya, maka puisi atau prosa tersebut saya tayangkan di laman blog saya untuk dibaca dan dinikmati khalayak.

Cara ketiga adalah dengan menerima tantangan. Disebut tantangan adalah saya menantang diri saya sendiri. Jika ada lomba penulisan puisi dengan tema tertentu, maka saya menantang diri saya untuk membuat puisi yang isinya sesuai dengan tema yang dilombakan. Saya mencoba untuk bisa memenuhi tantangan sesuai dengan kriteria lomba tersebut.

Karena bersifat tantangan, maka penulisan puisinya cepat, pendek dan miskin imajinasi. Sebagai tantangan untuk diri sendiri, saya juga mendisiplinkan waktunya. Jika di sayembara itu batas tanggalnya sekian, maka penulisan puisi saya sebelum tanggal tersebut harus sudah selesai.

Puisi tersebut tidak saya ikutkan lomba. Tapi tetap saya pajang di laman blog saya untuk dinikmati.

Ke tiga cara tersebut sering saya lakukan untuk menghasilkan karya. Biarpun tidak sempurna, metode itu bisa membuat saya menulis banyak tema, banyak puisi dan banyak prosa.

Dan bagaimanakah cara kalian semua melahirkan karya cipta, sahabat???

Jumat, 24 Agustus 2018

SALAH DUGA

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Mengeja benar salah dengan hitam putih
Menunjuk bodoh dengan tiga jari menuding hati
Mengiris baik buruk dengan mata pisau adil

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Sebab nalar selalu memihak diri
Sebab ucap menakar langkah lari
Sebab menang kalah jadi kunci

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Sadari batas pertimbangan nurani
Mencari jarum di tumpukan jerami

Sahabat, ucapku tiada kitab suci
Sebab hanya terjemah yang tersurat
Sebab hanya meraba yang tersirat

Kamis, 23 Agustus 2018

AKU DAN BANGKU TAMAN

Sebenarnya angin tidaklah menegurku dengan sengaja
Karena sepoinya menghembus rindang di antara rimbun daun
Setidaknya silirnya menghampir bawa semilir meniup rambutku acak
Dan aku terdiam sendiri bersama bangku taman menatap senja

Ketika matahari perlahan menutup tirainya di ufuk lembayung
Bangku memilih kekasih seperti asmara muda mudi berbagi rindu
Di lintasan anak-anak berlarian mengejar ria hingga lelah keringat
Aku tetap sendiri dengan bangku mengeja sepi yang asing

Taman nampak cantik tersiram sinar lampu
Pepohonan berusaha sembunyi dari terang asmara
Pasangan berpegangan tangan rapat menolak dingin malam
Aku menatap rindu dan bangku memeluk duka

Malam renta kian menghujam dalam kelam merkuri
Desir angin perlahan mengisi lengang sunyi menghimpit
Aku meninggalkan bangku taman yang gigil sendiri
Bangku taman memandangku dengan sedih merintih

Selasa, 21 Agustus 2018

SEKALI LAGI MENGENAI AIR MATA

Jangan menangis kenang
Dukamu nestapa hirau asmara
Tetes air mata berwarna haru
Basahi luka hujam rindu

Ingatmu pejam lentik bulu mata
Menanti harap cemas pertemuan hati
Kilau air mata basahi wajahmu kasih
Mengeja bahagia di senyap gulana

Usah pedih merajam sedih, cinta
Nafasmu hangat birahi Kama Ratih
Air mata mengalirkan pilu derita
Seperti dusta mengiris. Perih

Pandangmu degup risau bola mata
Bisikkan nama pada semilir angin
Butir air mata menyibak sangka
Menetes menjadi dukamu abadi

Senin, 20 Agustus 2018

BALAPAN ANTRI

Pagi masih bertirai dingin
Aku bangun dahului mentari
Mengejar antri nomor kecil
Agar tuntas cepat periksa klinik

Motor melaju kencang
Angin menerpa sisa kantuk
Harap cepat tiba di barisan
Bayar lunas penantian

Di depan klinik antrian mengular
Alamat mendapat nomor besar
Berdiri menanti dengan kecewa
Tetap sabar karena butuh obat

Sabtu, 18 Agustus 2018

CATATAN PERJALANAN

Jalan masih simpan deru
Sepanjang akasia menguning
Secabik rindang mencoba teduh
Menepis silau kemarau
Bangunan berderet lesu
Menatap hiruk pikuk sore kumuh
Angin timur merontokkan daun
Menghitung sibuk di luasan kalbu

Sungai membawa hijau
Hanyut di tenang riak
Bukit menghindar terik
Batas kontur horison
Tinggalkan semak meranggas
Tanah kerontang pecah
Kanopi langit sepanjang bayang

Pohon kapuk melepas putih biji
Dingin peluk bediding
Janapada riuh hajat senja
Lembayung payungi pengantin
Kilat foto merekam catat sejarah
Wajah sumringah gaun berkibar
Sayup azan mengeja maghrib
Matahari tenggelam

Lampu menebar terang sejarak mata
Menunjuk arah pulang nun di sana
Perjalanan susuri malam
Menyibak ramai padat merayap
Mendekap setangkup kantuk
Dikejauhan jarak telah lelah

Kamis, 16 Agustus 2018

ADALAH WAKTU YANG MENULIS

Sejarah adalah potongan kesadaran yang dinisbatkan pada waktu
Seperti riak sungai memahat arus mengukir lubuk
Irisannya kadang menyentuh kebenaran dengan pedih perih
Tinggalkan luka nganga di catatan langit

Geraknya pasti tanpa toleh nestapa
Tiada henti tetap harap menghadap
Perlahan tinggalkan nadi, sendiri dalam sepi kecewa
Melesat ke depan membawa cepat kejap tatap

Jejaknya merekam gundah janji mimpi semusim
Bertunas genap tetap hisab nasib
Melintasi abad menunggangi adab
Mengiringi qodar menggenapi takdirnya. Diam

Rabu, 15 Agustus 2018

QURBAN

Lembah itu
Sebuah ceruk dikelilingi bukit batu
Menghimpun panas hingga ubun-ubun
Bayangan enggan beranjak
Rumah beratap rata bersanding tenda kulit
Bebagi teduh di gang berundak

Seorang tua
Berwajah bersih dan sabar
Duduk beralas permadani
Termanggu menatap kejauhan
Janggutnya putih panjang berwibawa
Hatinya masygul
Tiga hari mimpi yang sama
Tiga kali gundah mencabik

Di depan tenda
Seorang anak bermain
Wajahnya manis
Matanya kejora
Pelipis membayang cerdas
Anak pertama
Anak yang dinanti
Anak dari istri sahaya

"Nak!!!", Dipanggilnya sang anak dengan lembut
Tangannya menggapai senyumnya teduh
Sang anak berlari dan duduk di pangkuan
Dibelainya rambut dengan sedih merepih
Dipandangnya mata kejora hati mendelu
Buah hati dambaan puluhan purnama

"Nak, telah tiga malam ayah diterpa wahyu"
Suaranya tercekat pedih harapan
"Mimpiku menetak leher suci mata kejora"
Suaranya kian sendat meredam titik air mata
"Perintah haq dari Yang Maha Perkasa"
"Aku wajib alirkan darahmu demi taat"
"Sungguh cobaan merajam hati"

"Ayahanda bakti hamba dalam takzim"
"Demi Allah, aku rela tumpah darah di tangan perkasamu"
"Asahlah pedang dan hati di batu keyakinan"
"Kau temui anakmu tunaikan kewajiban"
"Tidak kedip mata menjemput maut"
"Sebab ridhomu ridho Yang Maha Mengambil"

Pagi menuding
Berjalan mendaki bukit kepastian
Digandengnya mata kejora pedih pasrah
Tiap langkah doa dipanjatkan
Tiap nafas ampun dilantunkan
Tiap jarak ragu dihempaskan

Di puncak ketakwaan
Dibaringkan tubuh kecil kejora beralas batu
Tangis rindu surgawi pecah
Air mata menyucikan altar
Disiapkan kemilau pedang kematian
Diacungkan di hati tabah persembahan Ilahi

Ketika tajam diarahkan pada maut
Tubuh sekejap diam terpaku bumi
Langit tersibak
Serombongan malaikat mulia bertasbih dan memujiNya
Turun membawa tumbal ketulusan
Dengan lembut para malaikat menjunjung sang kejora
Ikhlasnya berganti domba suci langit

"Hai bapak tua,
kau lulus ujian taat taqwa dan pasrah"
"Oleh kemurahanNya,
semua pengorbanan diterima tiada hisab"
"Sebagai pahala, anakmu kejora mata,
berganti domba suci qurban puja"
"Dengan izin Yang Maha Memiliki"

Selasa, 14 Agustus 2018

BIRAHI

Birahiku riak sungai
Menerjang tatap sadar
Telanjang erotis
Memagut bisa ular beludak

Birahiku bara api nafsu
Melahap rindu dalam tarikan nafas
Tubuh berpeluh panas dosa eros
Ranjang berderit dan mengerang

Birahiku sergap bau tubuh
Mengoyak buah dada berputing dusta
Tiap telanjang tanggalkan cabikan norma
Menghempas kenang cinta

Birahiku iblis pemangsa
Seperti tanah kerontang musim kering
Dan puncak lelah pendakian
Sisakan sesal yang lukai hati

Minggu, 12 Agustus 2018

WAJAH INDONESIA

Menjadi Indonesia adalah
Lereng gunung menjulang langit
Camar putih melukis laut
Senandung sunyi pemetik teh
Keringat rejeki di liat tubuh
Hamparan sawah pagari dusun
Sapi menyibak ekor dan melenguh
Teriak pedagang kecil menjaja
Bahu kekar memikul tanggung jawab
Sungai meliuk membelah tradisi
Kerbau berkubang menampik lalat
Sapa ramah si mbok warung kopi
Betis getas pengayuh beca
Tanah adat kearifan lokal
Kotek ayam bertelur
Teriakan kondektur di jalan padat
Tubuh ringkih pengamen kecil

Menjadi Indonesia adalah
Kota yang melahap desa
Manusia menjadi sistem
Tawa anak bermain di jalan
Wajah pasi beban hidup
Bangunan menyangga langit
Keluarga kecil berencana
Sepi di kerumunan langkah sibuk
Tubuh terikat komando waktu
Daerah disatukan silang jalan
Orang menunggangi jarak
Suara tersimpan di kotak magnetik
Spiritual berjubah hedonis
Komunikasi tiada halang ruang waktu
Setiap jiwa membangun penjara hati
Tak ada ramah dan basa basi
Tembok berdiri atas nama privasi

Menjadi Indonesia adalah
Pulau kosong penunggu laut
Satwa endemik garis Wallace
Gunung memeluk api dalam tidur
Celoteh burung dalam sangkar
Hutan hujan rumah ekosistem
Serangga menghindar walet
Biduk memecah riak coklat
Riuh binatang musim kawin
Puncak bertudung es abadi
Elang mengawasi mangsa
Rantai makanan piramida
Besar kecil sebab akibat
Sabana padang panas berumput
Banteng memondong burung
Angin samum berputar dan naik
Suara tonggeret tanda kemarau

Menjadi Indonesia adalah
Budaya modernisasi
Suku berbaur dalam puak
Ramah disertai toleran
berkumpul dimana sempat
Tradisi seremonial dijunjung
Pernikahan mengaburkan sekat
Melebur kebiasaan leluhur
Silaturohim dijaga
Agama ageming ati
Disisi moral ada budi pekerti
Semua menjalani ritual
Walau hanya di hati
Kode etik rambu tindakan
Hukum sebagai panglima
Politik adalah raja
Uang yang kuasa

Jumat, 10 Agustus 2018

UTUSAN KABAR GEMBIRA KABAR CELAKA: Sebuah Prosa Lirik

Siang itu matahari gurun terik menyibak awan
Di ujung oase pelepah kurma kering merunduk
Seorang tua terbungkuk menatap lautan pasir
Perlahan ia berjalan ke barat dengan harap
Ke timur melangkah kerap mencari
Matanya nanar karena silau yang kemilau
Menanti di lautan pasir tiada batas kafilah lalu
Wajah suasanya bermata teduh dan cerdas
Tubuh terpapar cahaya
Siluetnya menghitam di pasir kering

Dari arah matahari terbit terlihat rombongan melintas
Dengan cepat mendatangi pak tua berkulit suasa
Mereka muda seumur seukur sebentuk serasi
Berpakaian putih dan bersih hilang debu
Tampan berwibawa sedap dipandang
Tak terlihat letih perjalanan di wajah dan baju
Setelah dekat mereka uluk salam "Assalamu 'alaik"
Di jawab dengan gembira hati
"Wa 'alaikumus salaam wa rohmatullahi wa barokaatuh"
"Silahkan datang dengan aman dan sejahtera
Rebahkanlah penat di tenda sederhana"
Dengan sigap disilahkan rombongan masuk tenda
Mereka duduk berjajar dan diam seribu bahasa
Hanya pandangnya bening di kandung kudus

Dengan tergesa pak tua berjalan ke belakang
"Istriku, masakkan sapi muda yang tadi pagi dipotong"
"Kita kedatangan tamu temani makan siang
Menumpang istirahat dari terik gurun yang menggigit"
"Masaklah semua daging sapi muda
Yang lezat aroma bumbu istimewa"
"Kelihatannya mereka bukan sembarang orang
Jangan meletakkan kecewa di wajah mereka
sebab kurang adat dan sopan"

Hidangan telah dihidangkan di hadapan
Aromanya memenuhi tenda beratap samak kulit
Dengan santun pak tua berkulit suasa merobek daging
Memberi potongan besar pada pimpinan rombongan
Mereka hanya diam dengan wajah wibawa
Curiga dan takut mulai merayapi sekujur tubuh uzur
Dengan santun pemimpin rombongan menegur
"Hai, bapak tua berkulit suasa
Aku adalah pesuruh hamba dan utusan
dari Rabbmu, Raja Segala Raja
Penguasa Langit dan Bumi
Pemilik Qodho dan Qodar"

"Kami diutus memberi kabar gembira
Istrimu akan memiliki anak yang cakap dan perkasa
Dijadikannya dia nabi dan utusanNya
Diwajibkan atasnya shalat puasa dan zakat
Diberikan padanya keturunan sebanyak bintang di langit
Sebagian keturunannya akan menjadi nabi bagi bangsanya"

Dengan wajah pasi kakek suasa berbisik terbata
Setengah tak percaya
"Wahai, istriku telah renta dan mandul
Kami berusia hampir seratus lintasan matahari
Kami telah sekian lama purnama tanpa sentuh birahi
Bila kerahmatan tersebut akan tersemat  pada kami?"
"Bagi Allah tak ada yang tak mungkin
Cukup berfirman "Jadi" maka tanpa kejap jadilah"

"Telah cukup kabar gembira dari langit kau terima
Kami akan melanjutkan perjalanan
Menuju rumah saudaramu satu kakek
Di kota maksiat terlaknat berlumur dosa lendir
Kami di utus memberi kisikan padanya
tentang azab Yang Maha Perkasa wajib bagi kaumnya"
Lalu rombongan wajah mulia berputih destar lanjut berjalan
Langkah mereka hilang jejak menuju matahari terbenam

Kota purba, kota makmur di tengah lautan pasir kerontang
Dengan oase berair jernih dan barisan kanopi pohon kurma
Penduduknya memuja lingga dan yoni dengan brutal
Didatangi pria dengan dosa bersama laki-laki hamba nafsu
Berpeluk gadis dan wanita bersyahwat tanpa kenal malu
Durjana menjadi kehormatan diantara pesta orgi masyuk
Tuak merantai kesadaran dengan api birahi sejenis
Menipu dan merampok adalah kejantanan gaya hidup
Memalsu timbang takar seni berdagang

Malam nyaris tegak vertikal mendongak pada bintang
Ternak telah lelap tanpa mimpi
Binatang nokturnal mengendap mencari mangsa
Penduduk mengisi sibuk malam gurun
Berbaring dengan nafsu yang keji
Bercumbu dengan sesama
Mengintai membegal membunuh di malam apes nyawa

Di sebuah rumah beratap pelepah korma
Terpencil dari kerumunan rumah dosa maksiat
Serombongan lelaki putih santun berwibawa berdiri
Mereka muda seumur seukur sebentuk serasi
Berpakaian putih dan bersih hilang debu
Tampan berwibawa sedap dipandang
Tak terlihat letih perjalanan di wajah dan baju
Mengetuk bilah pintu dan mengucap "Assalamu 'Alaikum"

Dari dalam rumah terdengar seret sendal beradu tanah
Cahaya redup lentera menerangi mata tua terkantuk
Di bukanya pintu perlahan dan
seraut wajah lembut lelah berucap "Wa alaikumus salam"
Dilihatnya serombongan laki-laki bagus indah perkasa
Penuh wibawa bersinar kudus bermata permata

Tiba-tiba hatinya berdebar gelisah
Takut pada kenyataan kaumnya akan beringas
medapati keelokan sempurna surgawi
Lalu merajam mereka dengan nafsu nista yang keji memuakkan
Dipersilahkannya mereka masuk menghindari dingin malam
Sembunyi dari pandang liar nafsu binatang
Sebab sebagai tuan rumah memiliki tanggungjawab
melindungi dan mengayomi tamu yang lapar dan lelah

Istri pak tua berwajah lembut menyelinap
Lewat pintu belakang tanpa palang menyilang
Berlari tergesa nafas memburu
Menuju rumah tetua di ujung kebun kurma rimbun berbuah
Dikisikkan perihal kedatangan kecantikan surgawi
Menyeru penduduk agar merebut tamu pak tua lembut
Minta imbalan berita lelaki pahatan dewata

Mereka berbondong membawa obor
Dengan muka beringas syahwat mengeras
Mendatangi rumah pelepah kurma
Lalu berteriak menggetarkan malam yang nestapa
"Hai pak tua berhati lembut
Berikan tamumu pada lapar birahi kami
Agar terpuaskan kami pada cakap indah nafsu binatang
Engkau tahu kami adalah pemuja nafsu bebas tanpa karma"

Dari dalam pak tua menyahut dengan serak tua kecemasan
"Enyah kalian semua, hati bejat tatap durhaka
Tamuku dalam lindungan
Demi kehormatanku pergilah kalian
Jika birahimu memuncak, kuberi anak-anak perempuanku
Mereka ranum, muda bersusu penuh dan halal
Janganlah kebejatanmu merusak kehormatanku sebagai tuan rumah"

Tiba-tiba sang pemimpin putih nirwana mendekat
"Tak usah cemas bapak tua berhati lembut
Kami adalah utusan dan pesuruh dari langit
Di utus oleh Sang Maha Perkasa, Raja di Raja
untuk mendatangkan kutuk bencana bagi kaummu
sebab kedegilan dan kedurhakaan mereka pada jalan kebenaran"
"Subuh nanti, kami akan mengirimkan laknat bencana. atas ijinNya,
dan memberi kisikan pada orang percaya agar terhindar azab"

"Malam telah tua dan subuh telah dekat
Bangunkan anak-anak
Panggil semua orang percaya
Siapkan bekal seperlunya
Kenakan baju yang melekat
Pergilah ke arah bukit gosong di pelupuk
Jangan sekalipun menatap belakang
Tinggalkan istrimu sebab ia durhaka dukana"

"Dengan nama Allah, berjalanlah dengan tetap"
"Tak nanti kaum keji melihat lintasmu"
Tergesa mereka berjalan di kejar cemas
Langkahnya buta di gelap malam gerhana
Tertatih menginjak kerikil jalan menanjak
Subuh mengejar hadap waktu
Harap menemui tempat berlindung atas siksa
Di ceruk batu padas kelabu mereka berkumpul
Duduk bersinggungan terengah kantuk hilang
Tegang dan takut terkejar durjana birahi gila

Di langit awan hitam bergulung menutupi pandang
Tiba-tiba suara gemuruh menggetarkan bumi yang durjana
Cahaya berkelip silau melatari amuk awan
Dari langit berjatuhan kerikil panas dan tajam layaknya hujan
Deras berjatuhan membawa amarah langit
Tangis dan erangan menyusul derak batu menghujam
teriak putus asa meregang memenuhi jalan desa
Tumbukan batu merajam  insan maksiat
Rumah ternak dan pohon rata telungkup di bumi yang luka
Tak ada kehidupan yang terhindar amarah
Dibalikkan tanah hingga kota tertimbun gersang
Tersisa kekosongan memilukan hati yang tandus
Sebagai peringatan bagi jiwa yang lupa

Kamis, 09 Agustus 2018

ORATOR

Ucapmu lidah api selaksa hasut
Melecut jiwa mati dusta angkara
Kata diasah upas merajam takut
Kendali bujuk nurani terjang nalar

Di podium congkak kau tuding wajah jelata
Menyihir kerumunan sunyi taklid buta
Gerak dan kata seirama amarah kobar luka
Rintangan duka tersapu dzikir durjana

Ketika hasut bergerak dalam putih barisan
Terik menjadi tudung orasi lautan kecewa
Gelombang protes mengeras mendulang anarki
Kau berbalik langkah menghitung komisi

Rabu, 08 Agustus 2018

HIKAYAT SANG UTUSAN

Malam padang pasir purba
Bintang berkedip menunjuk arah
Batas langit berkelok di ujung horison bukit tandus
Kafilah kecil unta berjalan beriring
Meninggalkan jejak panjang
Kawanan kambing bergerombol mengikuti di belakang
Bertingkah dan mengembik

Di depan seorang lelaki pahatan pualam
Memimpin langkah perlahan
Bertumpu pada tongkatnya kayu
Di belakangnya wanita dan anak-anak
Berjalan dalam bisu dan sepi yang terasing
Suara langkah beradu pasir padang tak bertuan
Berirama sesuai pijak kaki

Lapar dan lelah terlukis nyata
Di garis wajah murung terkuras tenaga
Angin dan pasir mengepung kering
Sejauh mata memandang
Membentang hamparan luas kekosongan
dan senyap yang mencekam
Meninggalkan perih mata dan pecah bibir
Serta luka mengiris telapak nestapa
Lelaki pahatan pualam mengangkat tangan
Rombongan berhenti di tengah hamparan pasir halus
Sambil memegang tongkat
Disapukan pandang pada orang-orang
yang bergantung dan berharap hidup padanya

"Akan ku datangi medan di depan
Tampak ada sinar berkedip
menyimpan kabar dan hangat
Istirahatlah semua disini
Ku selidiki unggun menyala
Semoga mendapat api
Dan tempat berlindung dari kelam malam
Setidaknya mendapati kabar negeri yang di lewati"

Perlahan ia melangkahkan kaki
Berbekal tongkat gembala
Penjaga dari liar binatang malam
Setiba di kaki bukit terlihat sebatang pohon
Kering meranggas dan besar terselubung api
Berkobar tanpa membakar cabang ranting
Lidah api melambai berwarna suci
Menebar terang indah sekitar
Penuh nuansa magis yang surgawi

Tiba-tiba langit terbelah menganga
Tampak 'Arsy berkilau wibawa
Terdengar suara murni indah syahdu buluh perindu
Dari arah kanan bukit
Suara yang tak pernah terlintas dalam fana
Iapun kaget dan terjerambab  di pasir
Matanya nyalang mengikuti debar
Menatap kobar api rahasia langit
Kakinya getar dan hatinya ciut karena takut

"Hai lelaki wajah purnama
Lepaskan alas kakimu
Sujudlah dengan meletakkan kepala
Juga hatimu
Dan dengarlah firmanKu:
Akulah Tuhanmu
Rabb Penguasa langit dan bumi
Raja Diraja dari raja-raja.
Aku Allah"

"Kau menghadap sembah padaKu
Di bukit suci yang terberkati
Kau Ku tahbiskan sebagai nabi dan utusanKu"

"Utusan dan nabi bagi kaummu
Anak turun duabelas suku
Ajarkanlah tauhid, shalat dan shaum
Hukum Ilahi dan waris"

"Utusan untuk memberi peringatan mengerikan
Bagi kedegilan maharaja angkara yang melampaui batas
Menjadi tuhan bangsanya dan menzinahi adiknya"

"Ku beri bekalmu dua mukjizat
Tanda kau khalifahKu di dunia
Tongkat menjadi ular dan
telapak bersinar cerlang cemerlang"

Dengan takut lelaki berwajah purnama tengadah
Memandang api suci putih silau mata
Diangkat kedua tangannya tinggi
Hingga terlihat ketiak di balik lengan baju
Dengan prihatin perlahan memohon

"Ya Allah Ya Rabb
Yang Maha Membolakbalikkan Hati
Yang Kuasa Atas Segala Sesuatu
Hamba mohon
Lapangkanlah dadaku
Mudahkanlah semua urusanku
Lancarkanlah lisanku"

"Karena kelat bicara
Hamba mohon seorang pembantu dan nabi
Fasih hujahnya
Cerdas akalnya
Juru pikir dan ahli strategi.
Saudaraku satu liang rahim
Untuk melawan kelaliman raja durhaka dan bala tentaranya
Menjadi rekan dalam membimbing bangsa
Menyusun langkah merebut kemerdekaan
Mendampingi bangsa tertindas ini mencapai tanah perjanjian"

Segenap penduduk langit tujuh tingkat berkumpul dalam ria
Menyambut utusan pembawa kabar sukacita dan dukacita
Semua bertasbih dalam khusyu
Memuji dan mengagungkan Sang Maha Satu
Menjadi saksi pertarungan Ahura Mazda dan Ahriman
Terang dan gelap
Yin dan Yang
Di bumi manusia

Selasa, 07 Agustus 2018

CAHAYA

Pada mulanya adalah putih
Tanpa lengkung hanya larik
Melesat dari ketiadaan nisbi
Menembus gravitasi

Menabrak titik air
Pecah warna pelangi
Seperti cabikan permadani
Sampiran selendang bidadari

Melesat dan bersatu menjadi zarah
Arungi ruang hampa
Bersama materi semesta
Lenyap terserap lubang hitam

Cahaya padam
Melebur legam
Semua bermutasi
Menjadi anti materi

Senin, 06 Agustus 2018

BENCANA DAN POLITIK

Agustus dan bencana
Ramai riuh polemik
Dari dosa berakhir murka
Hingga kutuk keji dibakar benci

Kabar burung mengikis fakta
Tahun memanas gempa terkait
Politik mengeras harga melonjak
Menaksir musuh menimbang koalisi

Saling menunggangi saling khianat
Uang pelumas laksana siluman
Jelata komoditas layaknya terdakwa
Dingin Agustus tak merubah kontestasi

Bumi bergetar iklim bergeser
Kayu bakar fitnah dan dengki
Elit menumpang popularitas
Korban tetap menjalani hari

Minggu, 05 Agustus 2018

DINNER

Berhadapan
Menekuni gadget
Menanti pesanan tiba
Mulut terkatup
Diam

Makanan tersaji lengkap
Siapkan gadget
Selfie
Kirim sosmed
Menanti jempol teman

Jumat, 03 Agustus 2018

ANOMALI 1

Matahari terik angin dingin
Kemarau kering es berderai

Bulan darah malam bintang
Debu terbang hujan hilang

Pohon kusam langit cerah
Rumput layu tanah merah

Sawah retak semak berbiak
Sumur kering dalam menghujam

Tanah lapang berselimut tikar
Tangan tengadah doa merebak

Kamis, 02 Agustus 2018

ANGIN KEMARAU

Angin Barat angin sepoi awan hitam awan hujan
Datanglah dengan segala tunduk mengawal Indra
Angin Timur angin lesus awan putih awan kering
Pergilah dengan segala paksa patuhi Bayu

Angin berlomba lesakkan debu di perih mata kemarau
Angin berhembus di terik mentari
Angin mengarak awan putih hindari langit biru
Angin menyemai kering di punggung renta musim ke tiga
Angin dan daun menari berdesir di siang yang letih
Angin berwarna lembayung melukis wajah bumi
Angin kembara mencari bibit kehidupan di pelosok sejarah
Angin menangkap gemerisik doa dedaunan
Angin meliuk naik dan menjauh
Angin datang dan pergi ulangi siklus hidup mati

TELEVISI

Iklan memenuhi ruang
Ku tatap layar kaca
Ku tekan tombol remote
Iklan berganti adegan
Iklan bertukar produk
Kunanti sinetron favorit
Ku usik bosan jam tayang
Iklan bernyanyi
Iklan dusta
Ku tegakkan kepala menolak pegal
Ku sandarkan tubuh di kursi rotan
Iklan habis
Logo berganti saluran televisi
Film mulai digadang adegan
Riang senang pandang berbinar

Gadis manis bawa berita
Lidahnya lancar mengecap dunia
Mengupas derita di lain benua
Mengulas isu bawa fakta
Moderator bagi undangan berseteru
Kritik tajam keterpihakan
Kalimat tendensius
Ramai berbalas kata. Pedas
Iklan jeda bagi debat
Iklan jawab rating

Prime time saat mendulang emas
Reality show berjuta bintang
Tanpa kecerdasan tanpa keahlian
Konsep kedodoran bahasa kasar
Tak ada pesan bahkan moral
Segala cara dihalalkan demi rating
Adegan berulang dan berulang miskin ide
Bercakap dan serapah campur baur
Iklan durasi makin panjang
Iklan bayar lebih mahal

Pindah channel acara yang lain
Lomba nyanyi sejuta kritik
Juri bak dewa berkuasa absolut
Kontestan adalah obyek cela
Menyanyi hanya selingan
Host menyita waktu dengan canda dan omong kosong
Lempar kata tukar ledek
Iklan berderet
Iklan menghabiskan slot

Capai dan kantuk
Bombardir iklan acara tak mutu
Ku tekan tombol off di remote
Televisiku tewas aku lelap

ANAK

Diasuhnya doa dan birahi Hingga menetes Eros Sebagaimana puja Kama Ratih Kau mendatangi dunia dengan polos Lalu disadapnya setiap tetes kehi...